Pemerintahan Lebanon Limbung, Perdana Menteri Hassan Diab Dikabarkan Mundur
Aksi demonstrasi mendesak bubarnya pemerintahan Hassan Diab juga muncul dua hari terakhir. Seorang polisi Lebanon dan seorang demonstran tewas.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Perdana Menteri Lebanon, Hassan Diab, dikabarkan mengajukan pengunduran diri, menyusul empat menteri kabinetnya yang lebih dulu mundur.
Kabar limbugnya pemerintahan Lebanon ini diberitakan media Lebanon, dikutip situs berita Haaretz.com, Senin (10/8/2020) petang WIB.
Menurut berita itu, Diab mengajukan surat pengunduran sebelum rapat kabinet yang digelar pukul 15.00 waktu Beirut, atau pukul 20.00 WIB.
Hingga berita ini dipublikasikan Tribunnews.com, belum ada keterangan resmi dari Hassan Diab atau kantor Perdana Menteri Lebanon.
Pemerintahan Hassan Diab yang didukung penuh kelompok politik Hezbollah Lebanon, mendapat tekanan hebat menyusul ledakan dahsyat di pelabuhan Beirut awal bulan ini.
Insiden ledakan timbunan materiam ammonium nitrat itu sekurangnya menewaskan 200 orang, menghancurkan area hingga radius 5 kilometer.
Sekitar 300.000 penduduk Lebanon kehilangan tempat tinggal layak akibat hancur atau rusak berat terdampak ledakan.
Baca: Buntut Ledakan di Beirut, Kini Giliran Menteri Lingkungan Lebanon Mundur
Baca: Sebelum Terjadi Ledakan di Beirut Lebanon, Sejumlah Otoritas Rupanya Sudah Beri Peringatan 10 Kali
Baca: Buntut Insiden Ledakan Besar di Beirut Lebanon, Ribuan Demonstran Tuntut Tanggung Jawab Pemerintah
Aksi demonstrasi mendesak bubarnya pemerintahan Hassan Diab juga muncul dua hari terakhir. Seorang polisi Lebanon dan seorang demonstran tewas dalam aksi kekerasan.
Sebelum Hassan Diab mundur, empat menteri kabinet telah menyatakan mundur. Mereka terdiri Menteri Keuangan Ghazi Wazni, Menteri Kehakiman Marie Claudie Najm, Menteri Informas Manal Abdul Samad, dan Menteri Lingkungan Damianos Kattar.
Sembilan anggota parlemen juga menyatakan berhenti terkait krisis politik Lebanon ini. Ledakan di pelabuhan Beirut semakin memperparah situasi
Menkeu Ghazni Wazni termasuk tokoh sangat penting mengingat posisinya sebagai perunding proses pengajuan dana ke IMF.
Lebanon mengajukan bantuan ke IMF guna menutupi atau memperbaiki krisis keuangan parah yang terjadi di negara itu beberapa tahun terakhir.
Kabinet Hassan Diab terbentuk Januari 2020, didukung sepenuhnya oleh kelompok Hezbollah yang memiliki koneksi kuat ke Iran.
“Pemerintahan ini harus berubah,” kata Joe Haddad, seorang insinyur kepada kantor berita Reuters. “Kami butuh pemilu cepat,” imbuhnya.
Terkait kasus ledakan di pelabuhan Beirut, otoritas keamanan Lebanon telah menahan 20 orang. Mereka terdiri pejabat bea cukai dan manajemen pelabuhan.
Dua mantan menteri kabinet Hassan Diab juga diperiksa. Penyelidikan terfokus pada masalah keberadaan 2.750 ton ammonium nitrat di gudang pelabuhan.
Pihak keamanan Lebanon menyatakan telah berulangkali menyampaikan informasi keberadaan bahan peledak berbahaya itu.
Baca: Amonium Nitrat Juga Pernah Membuat Ledakan Besar di 4 Kota Ini Selain Beirut Lebanon
Pada 20 Juli 2020, surat pemberitahuan dari pihak keamanan telah dikirimkan ke kantor presiden dan perdana menteri.
Timbunan bahan peledak dan fertilizer atau pupuk itu diketahui masuk di pelabuhan Beirut sejak tujuh tahun lalu.
Materialnya diangkut MV Rhosus, kapal Rusia berbendera Moldova. Bahan diambil dari pabriknya di Georgia, tujuan pengapalan ke Mozambik, Afrika.
Kapal itu tidak pernah sampai ke tujuan, akibat status pengiriman yang tidak jelas. Kapal MV Rhosus juga terdampar di Beirut, karena persoalan dana.(Tribunnews.com/Haaretz.com/xna)