Update Ledakan di Beirut: 178 Tewas, 6.000 Luka-luka, 170.000 Apartemen Rusak & 120 Sekolah Ambruk
Kematian akibat ledakan Beirut meningkat menjadi 178 di tengah skeptisisme atas penyelidikan.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Jumlah kematian akibat ledakan dahsyat di Pelabuhan Beirut, Lebanon semakin bertambah.
Tercatat hingga Jumat (14/8/2020) kemarin, terdapat 178 orang dan lebih dari 6.000 orang terluka.
Ledakan ini juga merusak 26 rumah sakit, 170.000 ribu bangunan apartemen dan 120 sekolah, tempat dimana 50.000 murid belajar.
Hal tersebut disampaikan oleh laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA).
Baca: Menlu Jerman: Pemerintah Lebanon Harus Perangi Korupsi Setelah Ledakan Beirut
Tak hanya menimbulkan kerugian materill, masyarakat di Beirut juga menuntut pertanggungjawaban dari para pejabat hingga demonstrasi besar-besaran meluap.
Terlebih, setelah terkuaknya dokumen yang menunjukkan pemerintah telah menyadari risiko yang ditimbulkan dari penyimpanan 2.750 ton amonium nitrat selama bertahun-tahun di pelabuhan Beirut tanpa pengaman.
Hingga kini, masih belum diketahui penyebab munculnya api yang menyulut bahan kimia tersebut hingga meledak pada 4 Agustus lalu.
Penyelidikan yang masih berjalan justru membuat masyarakat menjadi skeptis.
Baca: Alasan PM Lebanon Hassan Diab Mengundurkan Diri: Ingin Berdiri Bersama Rakyat Hadapi Pelaku Ledakan
Banyak yang mempertanyakan apakah panel yang ditunjuk menurut garis sekretarian organisasi benar-benar memihak pada rakyat.
"Mereka akan menyalahkan orang-orang kecil."
"Sementara yang benar-benar bertanggung jawab akan lolos dari kejahatan mereka."
"Itulah yang akan terjadi," tutur Jad, seorang insinyur komputer berusia 38 tahun, dikutip dari Sky News.
Kabarnya, militer mengancam akan memenjarakan siapa saja yang membocorkan informasi.
Baca: Mantan Petinggi Israel Terang-terangan Rayakan Ledakan Dahsyat di Beirut, Buat Rakyat Lebanon Geram
Hal tersebut membuat menandakan penyelidikan dapat membebaskan para pejabat senior tanpa 'hukuman'.
Oleh sebab itu, bagi masyarakat Lebanon, harapan terbesar mereka untuk jawaban yang kredibel tentang ledakan itu, ada pada polisi forensik Prancis dan penyelidik FBI.
Diplomat tinggi AS David Hale membenarkan, FBI akan bergabung dengan penyelidikan pemerintah Lebanon.
Mereka turut serta mendesak perubahan agar memastikan hal seperti ini tidak akan pernah terjadi lagi.
Polisi peradilan Prancis ikut membantu penyelidikan lantaran satu di antara warganya, menjadi korban.
Baca: Dampak Ledakan di Lebanon: Rumah Sakit Kewalahan Hingga Demo Tuntut Pemerintah Mundur Pecah
Sistem hukum Prancis memberikan yurisdiksi untuk penyelidikan, jika seorang warga negara meninggal di luar negeri dalam keadaan yang 'dipertanyakan'.
Tapi perintah tim Prancis dirahasiakan dan hanya bekerja atas undangan Lebanon.
Mereka mengatakan memiliki akses yang dibutuhkan tetapi tidak akan mengkonfirmasi apakah dapat menanyakan saksi atau meminta dokumen.
Mereka akan menyerahkan temuan mereka kepada pemerintah Lebanon tetapi akan menyimpan salinannya untuk penyelidikan terpisah yang diadakan di Prancis.
Baca: FBI Ikut Selidiki Ledakan di Pelabuhan Beirut
Ledakan tersebut, yang dicurigai adanya dugaan korupsi elit penguasa, menyebabkan beberapa protes besar-besaran di negara itu.
Padahal, Lebanon juga tengah berjuang dengan krisis ekonomi dan politik akibat pandemi.
Semakin banyak orang di Lebanon ingin penyelidikan itu sepenuhnya diambil dari tangan pemerintah mereka sendiri.
"Saya ingin penyelidikan yang cepat dan serius, namun pemerintah belum menunjukkan sampai sekarang bahwa itu adalah tugasnya," ujar pakar forensik Lebanon Omar Nachabe, dalam saluran lokal LBCI.
Terlebih, Presiden Lebanon Michael Aoun, salah satu dari beberapa pejabat Lebanon yang percaya penyelidikan independen akan "membuang-buang waktu".
(Tribunnews.com/Maliana)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.