GDP Jepang Minus 27,8 Persen, Lebih Parah Dibandingkan Saat Krisis Finansial Lehman Shock
Menteri Revitalisasi Ekonomi Jepang, Nishimura, menegaskan akan melakukan semua upaya untuk melindungi kehidupan saat ini.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Kantor Kabinet Jepang mengumumkan tingkat pertumbuhan riil GDP (Gross Domestic Product) Jepang dari April hingga Juni 2020 adalah minus 27,8 persen dalam hal tingkat pertumbuhan tahunan.
Padahal pada saat pasca guncangan Lehman, angka year-on-year minus 17,8 persen yang tercatat dari Januari hingga Maret 2009.
"Berarti saat ini merupakan penurunan terbesar, dan hasilnya menunjukkan besarnya dampak virus corona terhadap perekonomian," ungkap sumber Tribunnews.com, Senin (17/8/2020).
Menurut pengumuman awal GDP dari April hingga Juni 2020, tingkat pertumbuhan riil tidak termasuk fluktuasi harga adalah minus 7,8 persen dibandingkan dengan tiga bulan sebelumnya.
Jika dikonversikan ke dalam angka tahunan saat ini terus berlanjut selama satu tahun, maka akan menjadi minus 27,8 persen, melebihi minus 17,8 persen yang tercatat dari Januari hingga Maret 2009 setelah guncangan Lehman Shock yang menyebabkan krisis keuangan global, yang sebanding dengan tahun 1980.
Baca: Sejarah Berdirinya Patung Jenderal Sudirman di Kementerian Pertahanan Jepang
Hal ini merupakan penurunan terbesar sejak tahun tersebut.
Dilihat dari masing-masing item, "konsumsi pribadi" mengalami penurunan terbesar sejak 1980, dibandingkan dengan minus 8,2 persen, karena meluasnya pergerakan untuk tidak makan di luar dan bepergian karena deklarasi darurat pemerintah.
Ekspor Jepang juga turun tajam menjadi minus 18,5 persen.
Pasalnya, ekspor mobil dan barang lainnya menurun akibat kemerosotan ekonomi luar negeri seperti Amerika Serikat dan Eropa, serta konsumsi wisman yang tercatat saat ekspor anjlok.
Selain itu, "investasi modal perusahaan" minus 1,5 persen dan "investasi perumahan" minus 0,2 persen.
Di sisi lain, laju pertumbuhan GDP nominal yang mencerminkan fluktuasi harga juga turun signifikan sebesar minus 7,4 persen dibandingkan tiga bulan sebelumnya, atau minus 26,4 persen jika dikonversikan ke tingkat tahunan.
Baca: PM Jepang Singgung Nama Indonesia Saat Pidato Peringatan ke-75 Selesainya Perang Dunia II
Sehingga memberikan dampak virus corona bagi perekonomian Jepang. Hasilnya adalah terasa sekali besarnya pukulan tersebut.
Menteri Revitalisasi Ekonomi Jepang, Nishimura, menegaskan akan melakukan semua upaya untuk melindungi kehidupan saat ini.
"GDP saat ini merupakan hasil yang sulit karena kami mengeluarkan deklarasi darurat pada bulan April dan Mei dan menghentikan ekonomi secara artifisial," kata Nishimura.
"Untuk masa depan, saya ingin terus mengerahkan semua upaya untuk melindungi pekerjaan dan kehidupan, dengan memprioritaskan mendukung orang-orang dalam keadaan situasi sulit, dan kemudian dalam bentuk permintaan domestik," kata dia.
"Kita akan berusaha kuat untuk mengembalikan ekonomi Jepang ke lintasan pertumbuhan yang lebih baik," ujarnya.
Baca: 52 Perusahaan Listing di Jepang Ajukan Program Pensiun Dini
Di sisi lain, ketika ditanya apakah akan mempertimbangkan penurunan tarif pajak konsumsi sebagai langkah ekonomi di masa depan, Menteri Nishimura mengatakan:
"Seluruh pajak konsumsi akan digunakan sebagai biaya jaminan sosial untuk pembenahan jaminan sosial seluruh generasi. Kami harus memikirkan hal-hal ini dengan hati-hati, dan untuk masa depan, kami akan melakukan yang terbaik untuk menjaga manajemen ekonomi kami dalam menghadapi berbagai situasi dan situasi di luar negeri."
Sementara itu Buku "Rahasia Ninja di Jepang", pertama di dunia cerita non-fiksi kehidupan Ninja di Jepang dalam bahasa Indonesia, akan terbit akhir Agustus 2020, silakan tanyakan ke: info@ninjaindonesia.com