Tentara Lebanon Kembali Temukan 4,35 Ton Amonium Nitrat di Dekat Pintu Masuk Pelabuhan Beirut
Ledakan itu menghancurkan seluruh lingkungan, menghancurkan bangunan dan melukai 6.000 orang.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT--Tentara Lebanon menemukan 4,35 ton amonium nitrat di dekat pintu masuk pelabuhan Beirut, lokasi ledakan besar pada 4 Agustus lalu.
Amonium nitrat adalah bahan peledak yang menyebabkan ledakan pada bulan lalu, di pelabuhan Beirut.
Kantor berita NNA Tentara menyebutkan,
Menurut pernyataan tentara yang dilansir kantor berita negara NNA, bahan kimia itu ditemukan di luar pintu masuk pelabuhan nomor sembilan.
Baca: Presiden Prancis Emanuel Macron Kembali Kunjungi Beirut Lebanon
Ledakan dahsyat pada 4 Agustus yang merobek kota dan menewaskan sekitar 190 orang.
Pihak berwenang mengatakan ledakan itu disebabkan oleh sekitar 2.750 ton amonium nitrat yang telah ditumpuk dalam kondisi tidak aman di gudang pelabuhan selama bertahun-tahun.
Ledakan itu menghancurkan seluruh lingkungan, menghancurkan bangunan dan melukai 6.000 orang.
Baca: Kisah Warga Lebanon Pasca Ledakan Mematikan di Pelabuhan Beirut Kini Bersiap Pindah Negara
Ledakan 4 Agustus lalu itu juga mengakibatkan 300 ribu orang menjadi tunawisma atau tidak punya tempat tinggal.
"Ledakan pelabuhan Beirut itu menyebabkan 15 miliar dolar AS atas kerusakan langsung yang terjadi," kata laporan yang dikeluarkan pada Minggu (30/8/2020) oleh dewan menteri.
Dikatakan 50 ribu rumah, sembilan rumah sakit besar dan 178 sekolah telah rusak dalam ledakan tersebut.
Pihak berwenang telah menyebutkan ledakan 4 Agustus lalu itu terjadi akibat tumpukan besar amonium nitrat yang disimpan selama bertahun-tahun di pelabuhan tanpa tindakan keamanan.
Baca: Muncul Temuan Baru Penyebab Ledakan di Beirut, Bukan Karena Amonium Nitrat Tapi Misil Militer
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan penyelidikan akan melihat apakah penyebab ledakan karena kelalaian, kecelakaan atau kemungkinan "campur tangan eksternal".
Aoun telah meminta Perancis untuk memberikan foto satelit untuk membantu penyelidikan.
Sebuah kapal angkatan laut Inggris juga dikerahkan ke Beirut untuk melakukan penelitian di lokasi kejadian.
Sejauh ini ototitas Lebanon telah menahan 16 orang terkait ledakan besar di gudang pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8/2020).
Demikian kantor berita negara National News Agency (NNA) mengutip keterangan hakim Fadi Akiki, perwakilan pemerintah di pengadilan militer, seperti dilansir Reuters, Jumat (7/8/2020).
Sumber peradilan dan media lokal mengatakan Manajer Umum Pelabuhan di antara mereka yang ditahan.
Fadi Akiki mengatakan sejauh ini lebih dari 18 orang mulai dari pejabat pelabuhan, Bea Cukai dan pihak terkait yang terlibat dalam pekerjaan pemeliharaan di gudang.
"Enam belas orang telah ditahan sebagai bagian dari penyelidikan," ujar Akiki.
Dia mengatakan penyelidikan masih terus berlanjut.
Sebuah sumber pengadilan dan media lokal mengatakan Manager Umum Hassan Koraytem di antara mereka yang ditahan.
Sebelumnya, bank sentral mengatakan telah membekukan rekening tujuh orang termasuk Koraytem.
Total Kerugian Mencapai Rp216 Triliun
Gubernur Beirut Marwan Abboud memperkirakan kerugian akibat ledakan Selasa (4/8/2020) mencapai 10 hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp144 triliun-Rp216 triliun.
Jumlah ini termasuk kerugian langsung dan tidak langsung yang berkaitan dengan bisnis.
Demikian disampaikam Gubernur Beirut kepada Al Hadath TV pada Rabu (5/8/2020) waktu setempat, seperti dilansir Reuters, Kamis (6/8/2020).
Gubernur juga mengatakan kepada Al Hadath TV bahwa jumlah gandum yang tersedia saat ini terbatas.
Bahkan ia berpikir, krisis akan terjadi, jika tanpa campur tangan internasional.
Pemerintah Lebanon telah meminta dukungan bantuan dari komunitas internasional.
Ledakan di pelabuhan Beirut itu juga mengakibatkan 300 ribu orang kehilangan tempat tinggal.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, 2.750 ton amonium nitrat yang digunakan dalam pupuk dan bom, telah disimpan di gudang tersebut selama enam tahun tanpa langkah-langkah keamanan.
Dia juga mengutuk kurangnya langkah keamanan itu.
Dalam pidato Nasionalnya, ia menegaskan, pemerintah "bertekad untuk menyelidiki dan mengekspos apa yang terjadi sesungguhnya sesegera mungkin.
Aoun berjanji, penyelidikan dan hasilnya akan terungkap secara transparan.
Aoun tegaskan, mereka yang bertanggung jawab akan berhadapan dengan hukum.
"Mereka yang bertanggung jawab akan diberi hukuman paling berat," tulis Aoun dalam akun Twitter kepresidenan.(Reuters/AP/Al Jazeera/BBC/CNN/AFP/Channel News Asia/NYTimes)