Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Populasi Satwa Liar di Dunia Anjlok Hampir 70 Persen dalam Waktu Kurang dari 50 Tahun

Dalam World Wildlife Fund's (WWF) Living Planet Report, populasi satwa liar telah anjlok lebih dari dua pertiga dalam waktu kurang dari 50 tahu

Penulis: Citra Agusta Putri Anastasia
Editor: Daryono
zoom-in Populasi Satwa Liar di Dunia Anjlok Hampir 70 Persen dalam Waktu Kurang dari 50 Tahun
WWF
Dalam World Wildlife Fund's (WWF) Living Planet Report, populasi satwa liar telah menurun drastis lebih dari dua pertiga dalam waktu kurang dari 50 tahun. 

TRIBUNNEWS.COM - Sebuah temuan baru yang mengejutkan tentang satwa liar terungkap baru-baru ini.

Dalam World Wildlife Fund's (WWF) Living Planet Report, populasi satwa liar telah menurun drastis lebih dari dua pertiga dalam waktu kurang dari 50 tahun.

Laporan tersebut mengatakan, populasi mamalia, burung, ikan, amfibi, dan reptil turun rata-rata 68 persen antara tahun 1970 dan 2016.

Penemuan yang dijuluki 'tanda bahaya untuk alam' ini mengungkapkan, populasi satwa liar yang dipantau menurun rata-rata 94 persen di Amerika Latin dan Karibia.

Di Ingris, satu spesies burung mengalami penurunan jumlah hingga 85 persen.

Populasi ayam hutan abu-abu paling parah penurunannya, yakni sebesar 85 persen, di sana.

Menurut analisis, populasi penyu belimbing bisa turun sebanyak 98 persen di beberapa tempat.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, populasi gajah Afrika di Republik Afrika Tengah turun dengan angka yang sama.

Populasi gajah afrika anjlok di beberapa daerah, termasuk penurunan 98% di Republik Afrika Tengah.
Populasi gajah Afrika menurun drastis di beberapa daerah, termasuk penurunan 98 persen di Republik Afrika Tengah. (Martin Harvey / WWF)

Dilansir Metro, para peneliti mengamati perubahan ukuran kelompok spesies berbeda yang hidup bersama.

Mereka juga menghitung kenaikan atau penurunan rata-rata dalam jumlah satwa liar.

"Model-model tersebut memberi tahu kita hal yang sama: bahwa kita masih memiliki kesempatan untuk meratakan dan membalikkan hilangnya alam, jika kita segera bertindak."

"Tindakan konservasi belum pernah terjadi sebelumnya, dan (mari kita) membuat perubahan transformasional dalam cara kita memproduksi dan mengonsumi makanan," tulis laporan.

Populasi penyu menurun drastis.
Populasi penyu menurun drastis. (Michel Gunther / WWF)

Laporan juga memaparkan, manusia zaman sekarang terlalu banyak menggunakan biokapasitas Bumi, setidaknya 56 persen.

Selain satwa liar, penelitian juga menyoroti bahwa 75 persen daratan bebas es di Bumi telah berubah secara signifikan akibat aktivitas manusia.

Tak hanya itu, hampir 90 persen lahan basah global telah hilang sejak tahun 1700.

Baca: Balai Besar KSDA Sumut Salurkan Bantuan Perawatan Satwa ke Lembaga Konservasi

Baca: Si Abah Dilepasliarkan ke Habitat Aslinya di Suaka Marga Satwa Gunung Sawal Ciamis

Sebuah Tanda Bahaya

Para aktivis menyebut, tindakan untuk menghentikan penurunan jumlah satwa liar belum pernah terjadi sebelumnya.

Sir David Attenborough, pembuat dokumenter alam yang turut terlibat dalam proyek WWF, memperingatkan bahwa umat manusia harus membuat perubahan sistemik yang dramatis untuk melindungi kenakeragaman hayati.

Dalam esai untuk laporan tersebut, Sir David menulis, "(Mencapai) keseimbangan dengan alam lainnya dan menjadi penjaga planet kita akan membutuhkan perubahan sistemik dalam cara kita memproduksi makanan, menciptakan energi, mengelola lautan kita, dan menggunakan material."

"Namun, di atas segalanya itu akan membutuhkan perubahan dalam perspektif."

"Perubahan dari memandang alam sebagai sesuatu yang opsional atau 'menyenangkan untuk dimiliki' menjadi sekutu terbesar yang kita miliki dalam memulihkan keseimbangan dunia kita."

Dia juga berseru kepada negara-negara kaya untuk memberi kembali apa yang telah mereka 'ambil dengan banyak' selama ini.

Kepala eksekutif WWF, Tanya Steel, juga menyerukan agar lingkungan menjadi inti pengambilan keputusan.

"Kita membuat punah satwa liar dari muka bumi, membakar hutan, mencemari dan memancing di laut secara berlebihan, dan menghancurkan kawasan alam liar," ujarnya.

Penangkapan ikan yang berlebihan berdampak pada biota laut. Namun, sukarelawan snorkeler berharap dengan mengumpulkan benih lamun dapat membantu meningkatkan jumlah ikan.
Penangkapan ikan yang berlebihan berdampak pada biota laut. Namun, sukarelawan snorkeler berharap dengan mengumpulkan benih lamun dapat membantu meningkatkan jumlah ikan. (WWF)

"Kita sedang menghancurkan dunia kita - satu tempat yang kita sebut rumah - mempertaruhkan kesehatan, keamanan, dan kelangsungan hidup kita di Bumi ini. Sekarang alam mengirimkan tanda bahaya yang putus asa, dan waktu hampir habis," imbuh Tanya.

Tanya mengatakan, saatnya manusia bertindak, bukan sekedar hitam di atas putih.

Menurutnya, di Inggris, warga perlu memantau undang-undang alam baru yang melindungi satwa liar, baik di dalam maupun luar negeri.

Baca: 144 Satwa Liar Endemik Translokasi ke Maluku, Tiba di Bandara Pattimura Ambon

Baca: Mengenal Sosok Aiptu Dwiyanto, Pawang Satwa K9 Terbaik se-Indonesia

Dengan KTT COP26 di Glasgow tahun 2021, pemerintah dianggap memiliki peluang besar untuk menunjukkan kepemimpinan global dalam mengamankan komitmen dan tindakan mendesak dari para pemimpin dunia.

WWF juga menyoroti upaya konservasi positif di beberapa bagian dunia.

Organisasi tersebut turut memeriksa perlindungan hukum untuk gajah hutan di Ghana, hiu blacktail reef di Australia, dan harimau di Nepal.

Konservasi-konservasi itu menciptakan peningkatan populasi yang besar.

Direktur Konservasi, Dr Andrew Terry, mengatakan tim peneliti telah melacak data pada 20.811 populasi dari 4.392 spesies vertebrata.

Mereka menyebut, penurunan rata-rata populasi satwa liar adalah bencana, dan bukti yang jelas dari kerusakan yang dilakukan oleh aktivitas manusia terhadap alam.

Andrew memperingatkan, populasi diperkirakan akan terus menurun.

Namun, hal tersebut dapat dicegah jika tindakan segera diambil.

Satu tindakan di antaranya adalah mendukung upaya konservasi untuk menghentikan kepunaha massal.

(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas