Campur Tangan Militer Turki dan Nasib Armenia di Kantong Azerbaijan
Campur tangan Turki di Azerbaijan, dan usahanya melawan Armenia ini mengingatkan isu genosida warga Armenia oleh penguasan Turki pada masa lalu.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Sejumlah drone produksi Israel, dipakai Azerbaijan untuk mengawasi Armenia. Beberapa di antaranya telah ditembak jatuh pasukan Republik Arzakh.
Pergeseran Isu dan Orientasi Politik Praktis
Meski pemerintahan Armenia diketahui pro-Washington, kini terjadi pergeseran politik setelah Yerevan berusaha meminta bantuan aktif Rusia menghadapi Azeri.
Armenia dan pemerintah Republik Arzakh (Nagorno-Karabakh) mengumumkan darurat militer dan mobilisasi militer. Azerbaijan pun memberlakukan aturan militer dan jam malam di kota-kota besar.
Secara terbuka, Armenia mendesak Turki tidak ikut campur dalam permusuhan yang sedang berlangsung atas daerah kantong Nagorno-Karabakh yang disengketakan.
"Perilaku agresif Turki adalah masalah serius yang harus diperhatikan," kata Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan lewat televisi nasional.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya mengatakan Azerbaijan, tidak sendirian dalam konfrontasi melawan Armenia.
Lewat akun Twitternya, Erdogan menyebut Armenia merupakan ancaman terbesar perdamaian dan keamanan di kawasan. "Kami menyerukan dunia untuk berdiri di samping Azerbaijan melawan pendudukan (Armenia). "
Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia yang berbasis di London lewat laporan 27 September mengklaim gelombang pertama militan Suriah tiba di Azerbaijan.
Para militan dilaporkan direkrut dari wilayah Afrin yang diduduki Turki di Suriah utara. Gaji bulanan antara $ 1.500 dan 2.000 ditawarkan kepada para militan.
Serangan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh dimulai setelah laporan militan Suriah dikirim ke negara itu. Beberapa hari mendatang kemungkinan akan mengungkap lebih banyak tentang masalah ini.
Pada 29 September, perang pecah di wilayah Kaukasus Selatan sejak konflik di Ossetia Selatan pada 2008.
Konflik 2008 dimulai setelah serangan Georgia di Ossetia Selatan, yang menyebabkan operasi Rusia dan kekalahan rezim Saakashvili yang didukung AS.
Akhir Kebuntuan Upaya Perundingan Politik