Serena Shim, Jurnalis Pemberani dan Enam Tahun Misteri Kematiannya di Turki
Serena Shim wartawan Press TV Iran brdarah Lebanon-AS. Ia menuliskan fakta lapangan usaha NATO dan Turki menghancurkan Suriah dan Bashar Assad.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, BEIRUT – Pekan ini jadi peringatan ke-6 tahun meninggalnya Serena Shim, seorang jurnalis pemberani yang mengungkap kisah di balik perang Suriah.
Gadis berdarah Lebanon-AS itu menguak agresi terselubung oleh kekuatan asing untuk mengganti pemerintahan Bashar Al Assad di Damaskus.
Serangan yang disponsori kekuatan asing itu melibatkan berbagai kejahatan perang oleh pemerintah yang mengaku demokratis dan taat hukum.
Skandal itu juga melibatkan keterlibatan media barat, yang berusaha sekuat tenaga untuk memutarbalikkan kebenaran sesuai keinginan pemerintah mereka.
Saat itu Serena Shim bekerja untuk stasiun televisi Iran, Press TV. Sputniknews Selasa (20/10/2020) mengulik kisah kematian Serena Shim.
Ketika media barat memalsukan kisah di balik konflik Suriah yang berlangsung hampir satu decade, laporan investigasi Serena Shim memporakporandakan versi itu.
Serena Melaporkan Kebohongan Kampanye Barat
Berkat keberaniannya, dunia dapat belajar tentang apa yang sebenarnya terjadi di Suriah. Ia juga mengimbangi kebohongan yang disebarluaskan pemerintah barat dan media mereka.
Secara khusus, reportase investigasi Serena Shim menemukan bias apa yang selalu disebut media barat sebagai "pemberontak" dan kelompok moderat Suriah.
Pada kenyataannya, mereka tak lebih tentara bayaran berbagai kelompok teror terlarang internasional. Finian Cunningham, kolumnis Sputniknews, menulis secara apik hal ihwal Serena Shim.
Cunningham telah banyak menulis tentang urusan internasional, dengan artikel yang diterbitkan dalam beberapa bahasa.
Dia lulusan Magister Kimia Pertanian dan bekerja sebagai editor ilmiah untuk Royal Society of Chemistry, Cambridge, Inggris, sebelum mengejar karir di jurnalisme surat kabar.
Ia juga seorang musisi dan penulis lagu. Selama hampir 20 tahun, dia bekerja sebagai editor dan penulis di organisasi media berita utama, termasuk The Mirror, Irish Times, dan Independent.
Finian Cunningham memenangkan Serena Shim Award untuk Uncompromising Integrity in Journalism (2019) lewat tulisan-tulisannya.
Dalam laporannya, Serena Shim secara berani memaparkan fakta-fakta lapangan usaha kekuatan NATO untuk mengguncang Suriah.
Shim mampu melaporkan bagaimana brigade teror bekerja erat dengan intelijen militer Turki (MIT), dan disusupkan ke Suriah.
Konspirasi Kriminal NATO Menggulingkan Bashar
Pengungkapannya membantu mengungkap konspirasi kriminal yang dilakukan AS, Inggris dan Prancis, Turki, dan kekuatan lain untuk menggulingkan pemerintah Damaskus.
Konspirasi itu bergantung pada kekuatan asing yang berkolusi sebagai proksi teroris meskipun propaganda mereka membom Suriah selalu diklaim usaha "memerangi terorisme".
Intervensi militer Rusia sejak September 2015 ke Suriah membalikkan situasi, dan mengalahkan plot rahasia untuk menghancurkan Suriah.
Dua hari sebelum kematiannya pada 19 Oktober 2014, Shim menyiarkan laporan terakhirnya. Saat itu ia mengungkapkan ketakutannya di hadapan pemirsa Press TV.
Ia merasa hidupnya dalam bahaya akibat tekanan intelijen militer Turki, yang menuduhnya sebagai "mata-mata”.
Padahal ia seorang jurnalis terakreditasi yang bekerja untuk media berita internasional yang diakui dan dihormati.
Keluarganya pun yakin dia dibunuh. Mobil sewaan yang saat itu dia tumpangi di dekat kota Suruc, Turki, seberang perbatasan Suriah, tiba-tiba ditabrak truk pengaduk beton.
Pendamping perempuan dan sopir bernama Judy Irish yang terhitung sepupunya, bersaksi truk itu menabrak mobil dari belakang, membuatnya keluar dari jalan raya.
Pihak keamanan Turki mengklaim kedua kendaraan itu bertabrakan. Shim lalu dipisahkan secara misterius dari sopirnya yang dibawa ke rumah sakit lain di Turki.
Sementara rekannya selamat dari kecelakaan itu, Shim kemudian dinyatakan meninggal, disebut akibat "gagal jantung".
Kesaksian Ibu Serena Mentahkan Klaim Turki
Pada pemakamannya di Lebanon, ibu jurnalis tersebut mencatat dia tidak memiliki bekas luka di tubuhnya, seperti yang diharapkan dari kecelakaan mobil yang serius.
Terlepas dari permohonan keluarganya, mengingat kewarganegaraan AS-nya, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat tidak pernah meminta penyelidikan atas kematian Serena Shim.
Kluarga Serena Shim pun hingga hari ini masih sangat mencurigai gadis itu meninggal akibat pembunuhan.
Serena Shim dilahirkan di Michigan, AS. Ia berusia 29 tahun saat bertugas di Turki dan Suriah dan mengalami kecelakaan itu.
Ia menempuh risiko dan melakukan tugas-tugas di daerah berbahaya. Serena tahu dan mengatakan apa yang sebenarnya dilakukan Turki dan kekuatan asing lainnya di Suriah.
Mereka mempersenjatai teroris untuk melancarkan perang rahasia melawan negara yang berdaulat. Perang yang menewaskan hingga setengah juta orang dan membuat jutaan orang kehilangan tempat tinggal.
Seperti yang dikatakan filsuf Amerika, Cornel West dalam sebuah wawancara baru-baru ini, "pemberi kebenaran sering kali terbunuh".
Serena Shim mungkin bukti pepatah itu. Jika mereka tidak terbunuh, maka mereka bisa berakhir di penjara bawah tanah seperti Julian Assange.
Assange juga melakukan “kejahatan” besar dengan mengungkap kejahatan perang dan terorisme negara dari kekuatan barat.
Itulah mengapa rezim AS dan Inggris ingin memenjarakannya selama 175 tahun atas tuduhan mata-mata.
Serena Shim dan Julian Assange harus dihormati sebagai pahlawan. Sebaliknya mereka membayar harga yang sangat menjijikkan dengan nyawa dan kebebasan mereka.
Sangat penting untuk mengingat pahlawan seperti Serena Shim dan memperjuangkan keadilan untuk Julian Assange.
“Mereka telah menunjukkan kepada kita kebohongan dan penipuan dari apa yang disebut sebagai pemerintah demokratis dan pengecut media mereka,” tulis Cunnigham.
Fox News pernah membuat laporan yang bernada memuji Serena Shim. Wartawan itu melaporkan secara luas tentang dugaan penyelundupan militan ISIS di perbatasan Suriah-Turki.
Sopir mobil Serena, Judy Irish, yang pingsan akibat sentakan airbag, mengatakan dia tidak bertabrakan langsung dengan truk semen.
Sebaliknya, sebuah truk menabrak mereka dari belakang dan membuat mobil mereka keluar dari jalan raya.
"Saya sedang mengemudi di jalan raya tiga jalur satu arah di jalur cepat," katanya kepada FoxNews.com.
"Saya bisa melihat truk semi yang berada di belakang saya di jalur tengah. Dan dia melaju dengan sangat cepat dan dia melaju di depan saya dan memotong saya, membuat saya menabraknya."
Kecelakaan itu terjadi hanya beberapa hari setelah Shim mengatakan dia telah diancam oleh dinas intelijen Turki, yang menuduhnya sebagai mata-mata, menurut ibunya, Judy Poe.
Ada Pejabat Intelijen Turki Ancam Serena Shim
Poe, yang mengaku sering melakukan kontak dengan Shim, mengatakan putrinya telah diancam pejabat Turki setelah melaporkan militan ISIS diselundupkan bolak-balik melintasi perbatasan Suriah-Turki di belakang kendaraan bantuan.
"Pejabat Turki ingin berbicara dengannya, mereka pergi ke hotelnya dan mereka pergi ke toko-toko lokal yang sering dia kunjungi," katanya.
Poe, mengutip laporan media Turki, mengatakan Judy Irish diangkut ke rumah sakit pengungsi sekitar 15 menit dari tempat kejadian.
Putrinya, yang dia sebut sebagai "Sassy", diangkut ke rumah sakit hampir tiga jam jauhnya, tempat sama anggota ISIS menerima perawatan medis gratis.
Keluarga tersebut juga mengklaim mobil yang digambarkan dalam foto-foto lokasi kecelakaan bukanlah yang disewa Shim dan sepupunya. Shim dimakamkan di Lebanon pada 26 Oktober 2014.(Tribunnews.com/Sputniknews/FoxNews/xna)