Pilpres Amerika Serikat 2020: Michigan Berubah Arah Condong ke Joe Biden
Meski demikian, baik Associated Press maupun New York Times mencatatkan perubahan arah angin yang sama untuk Michigan.
Editor: Adi Suhendi
TRIBUNNWEWS.COM, WASHINGTON - Proses penghitung suara Pilpres Amerika Serikat 2020 masih berjalan.
Saat ini perolehan suara calon presiden petahana Donald Trump dan calon presiden Joe Biden masih bersaing ketat.
Hingga Kamis (5/11/2020) pukul 00.30 WIB, peta prediksi hasil Pemilu Presiden (Pilpres) Amerika Serikat 2020 berubah warna di negara bagian Michigan.
Bila sebelumnya dalam pantauan hingga Rabu (4/11/2020) pukul 18.00 WIB "warna" Michigan masih merah muda, pada pantauan hingga Kamis (5/11/2020) pukul 00.30 WIB warnanya telah berganti menjadi biru muda.
Michigan hingga saat ini masih menjadi salah satu arena tempur penentu hasil akhir Pilpres AS 2020.
Bila merujuk pantauan Associated Press, arena tempur tinggal tersisa di tujuh negara bagian, termasuk Michigan.
Enam negara bagian selain Michigan adalah Nevada, Wisconsin, Pennsylvania, Carolina Utara, Georgia, dan Alaska.
Baca juga: Menang di Wisconsin, Joe Biden Sementara Unggul dengan 248 Electoral Votes
Adapun dalam versi pantauan New York Times, selain tujuh negara bagian seperti yang tercatat sebagai area tempur di versi pantauan Associated Press, ada tambahan Arizona.
Di versi Associated Press, Arizona sudah dinisbahkan untuk Demokrat meski kisaran suara masuk sama, yaitu 84 persen bersanding 86 persen di versi New York Times.
Selain itu, New York Times tidak memasukkan Alaska sebagai battleground, tetapi menyebut data kawasan itu sebagai angka perkiraan.
Di versi Associated Press tak ada keterangan pembeda untuk data Alaska yang belum konklusif.
Warna merah muda berarti suara yang belum konklusif bagi kemenangan Trump atau Biden tetapi memperlihatkan keunggulan sedang di tangan Partai Republik.
Baca juga: Catatan Rekor Pemilih Tertinggi Sepanjang Sejarah Pilpres Amerika Serikat
Meski demikian, baik Associated Press maupun New York Times mencatatkan perubahan arah angin yang sama untuk Michigan.
Hingga kisaran data masuk di bawah 90 persen, proporsi suara di negara bagian ini masih condong ke Trump.
Namun, selewat data masuk 90 persen—96 persen di versi Associated Press dan 94 persen di versi New York Times saat tulisan ini disusun—suara Michigan berganti arah condong ke Biden.
Meski demikian, karena tipisnya perbedaan di antara kedua kandidat, suara untuk Michigan belum dapat dinyatakan konklusif.
Baca juga: Pilpres Amerika Serikat: Warga Latin Lebih Pilih Donald Trump
Semula, Trump unggul dengan 49,9 persen atas Biden yang mengantungi 48,5 persen, ketika suara masuk tercatat 87 persen di versi Associated Press.
Dari pantauan lembaga yang sama, angka ini berbalik menjadi 49,7 persen bagi Biden dan 48,8 untuk Trump saat suara masuk terpantau 96 persen.
Karenanya, total suara yang didapat kedua calon presiden belum berubah, yaitu 238 untuk Biden dan 213 untuk Trump.
Ditentukan Electoral Collage
Pemilihan presiden Amerika Serikat ( pilpres AS) berlangsung pada 3 November 2020.
Sebagaimana pilpres-pilpres sebelumnya kemenangan bukan ditentukan oleh suara publik ( popular vote) tapi Electoral College (Dewan Elektoral).
Setiap empat tahun, orang-orang yang duduk di Dewan Elektoral adalah yang sebenarnya menentukan siapa presiden dan wakil presiden baru AS.
Berikut adalah penjelasan apa itu Electoral College dan mengapa jadi kunci kemenangan di pilpres AS.
Ketika orang-orang Amerika pergi ke TPS, mereka sebenarnya memilih sekelompok pejabat yang akan menduduki Electoral College.
Kata "college" di sini bermakna sekelompok orang dengan tugas bersama. Orang-orang ini disebut electors, dan tugasnya adalah memilih presiden serta wakil presiden.
Pertemuan Dewan Elektoral dilakukan 4 tahun sekali, beberapa minggu setelah hari pemilihan.
Bagaimana cara kerja Electoral College?
Dilansir dari BBC pada Rabu (28/10/2020), setiap negara bagian secara kasar punya jumlah electors sesuai jumlah penduduknya. Semakin banyak penduduknya, maka elector-nya semakin banyak.
Masing-masing dari 50 negara bagian AS ditambah Washington DC memiliki jumlah electoral votes yang sama dengan jumlah anggotanya di DPR ditambah dua Senator mereka.
California memiliki jumlah electors terbanyak yaitu 55, sedangkan negara-negara bagian yang berpenduduk sedikit seperti Wyoming, Alaska, dan North Dakota (serta Washington DC sebagai ibu kota) minimal punya 3, sehingga total ada 538 electors.
Setiap elector mewakili jatah satu electoral vote, dan capres harus meraup minimal 270 electoral votes untuk melenggang ke Gedung Putih.
Biasanya negara bagian memberikan semua suara Dewan Elektoral untuk capres yang memenangkan suara dari popular votes.
Misalnya jika seorang capres menang 50,1 persen suara di Texas, dia akan mendapat semua dari 38 electoral votes di negara bagian itu.
Oleh karena itu capres bisa menjadi presiden AS dengan memenangkan sejumlah negara bagian krusial, meski memiliki suara publik yang lebih sedikit dari seluruh negeri.
Hanya negara bagian Maine dan Nebraska yang menggunakan metode "distrik kongresional".
Artinya, satu elector dipilih di setiap distrik kongresional berdasarkan pilihan rakyat, sedangkan dua electors lainnya dipilih berdasarkan pilihan terbanyak rakyat di seluruh negara bagian.
Inilah sebabnya mengapa para capres menargetkan negara bagian tertentu, daripada mencoba memenangkan sebanyak mungkin suara publik di seluruh penjuru negeri.
Adakah capres yang kalah popular vote tapi menang pilpres?
Ada dua dari lima pilpres terakhir yang dimenangkan oleh capres dengan suara publik lebih rendah dibandingkan lawannya.
Terbaru, pada 2016 Donald Trump kalah hampir 3 juta suara publik dari Hillary Clinton tapi berhak menduduki kursi nomor 1 di Gedung Putih karena menang mayoritas di Electoral College.
Sebelumnya pada 2000 George W Bush juga menang di Electoral College dengan 271 suara, meski Al Gore dari Partai Demokrat unggul lebih dari 500.000 suara di popular votes.
Mundur lebih jauh ke belakang, ada tiga presiden lain yang menang pilpres walau kalah di popular votes yaitu John Quincy Adams, Rutherford B Hayes, dan Benjamin Harrison. Semuanya pada abad ke-19.
Penulis : Palupi Annisa Auliani
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Update Hasil Pilpres AS: Michigan Bergoyang Arah ke Biden
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.