Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Excess Money Jepang Terulang Kembali, Kali Ini Untuk Covid-19

Excess money Jepang terulang kembali setelah pertama kali dilakukan tahun 1987 dan seterusnya.

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Excess Money Jepang Terulang Kembali, Kali Ini Untuk Covid-19
Foto Richard Susilo
Papan nama bank sentral Jepang, Bank of Japan (BOJ) di Tokyo 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -  Excess money Jepang terulang kembali setelah pertama kali dilakukan tahun 1987 dan seterusnya.

"Namun saat itu dilakukan untuk pengembangan ekonomi, bahkan lebih tepat dikatakan untuk booster ekonomi yang sangat kuat sehingga berakhir bubble ekonomi," papar sumber Tribunnews.com Sabtu (9/1/2021).

Di masa lalu excess money dilakukan baik di bidang pasar saham, pasar uang, terlebih di dunia properti, sehingga pembelian properti berlebihan saat itu dan setelah bubble ekonomi berakhir, banyak perusahaan dan orang kaya ambruk karena tak bisa mengembalikan pinjaman sangat besar untuk membayar hutang properti yang dibeli berlebihan saat itu.

"Kalau yang umumnya orang mengajukan proposal untuk pinjam uang untuk beli rumah, tahun 1987 dan seterusnya, pihak bank yang merayu masyarakat membeli properti supaya banyak penghasilan sales (pemberian  pinjaman kredit) dari bank ke masyarakat."

Upaya itu bahkan sampai melakukan penilaian berlebihan, diangkat (window dressing) 300% harga properti supaya kredit pinjaman bisa dikeluarkan oleh bank, setelah staf bank merayu masyarakat supaya pinjam uang.

"Itulah excess money pertama kali di Jepang sehingga akhirnya terjadi masa bubble ekonomi setelah tahun 1990 dan dampaknya sekitar 20 tahun bahkan masih terasa sampai kini harga tanah atau properti yang jatuh di Jepang. Kini mulai terangkat lagi karena adanya Olimpiade nanti 22 Juli 2021," paparnya lagi.

Berita Rekomendasi

Setelah excess money berlebihan pertama terjadi, kini terjadi lagi kedua kali tetapi dengan kasus lain, mengantisipasi Covid-19.

Pemerintah memutuskan untuk menerbitkan obligasi baru senilai 112,554 triliun yen untuk tahun fiskal 2020 hingga Maret 2021, pertama kalinya penerbitan utang negara mencapai 100 triliun yen dalam satu tahun fiskal, Disetujui 15 Desember 2020 lalu.

Jumlah yang tidak pernah terdengar ini disebabkan oleh dampak pandemi virus corona baru dan bergerak untuk menutupi kekurangan pendapatan pajak yang dipicu oleh krisis kesehatan.

Pengeluaran dalam proposal anggaran tambahan ketiga untuk fiskal 2020 yang disetujui pada 15 Desember oleh Kabinet Perdana Menteri Yoshihide Suga berjumlah total 21,835 triliun yen untuk membantu membayar langkah-langkah untuk menangani krisis kesehatan dan pukulan terhadap kegiatan ekonomi.

Paket itu datang setelah langkah-langkah untuk menopang bisnis yang dirugikan oleh penyebaran kasus COVID-19 serta aktivitas perusahaan yang stagnan.

Pendapatan pajak yang lebih rendah dari perkiraan akan menyebabkan penerbitan obligasi baru senilai 22,395 triliun yen di bawah anggaran tambahan ketiga.

Jumlah total tersebut lebih dari dua kali lipat jumlah obligasi yang baru diterbitkan pada tahun fiskal 2009 menyusul runtuhnya bank investasi AS Lehman Brothers pada tahun 2008 yang memicu penurunan ekonomi global.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas