FBI Peringatkan Protes Bersenjata Direncanakan di 50 Gedung DPR Negara Bagian dan Capitol AS
FBI terima informasi yang menyatakan protes bersenjata tengah direncanakan di 50 gedung negara bagian dan Capitol AS jelang pelantikan Biden-Harris.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Sri Juliati
TRIBUNNEWS.COM - FBI menerima informasi yang menyatakan, "protes bersenjata" tengah direncanakan di 50 gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) negara bagian dan Capitol AS, jelang pelantikan presiden terpilih Joe Biden pada 20 Januari 2020.
CNN memperoleh informasi ini lewat buletin internal. ABC News adalah yang pertama melaporkan buletin FBI.
Berita ini muncul ketika langkah-langkah keamanan ditingkatkan menjelang Hari Pelantikan dan badan penegak hukum federal negara bagian bersiap untuk menghalau kemungkinan aksi kekerasan pasca massa menyerbu Capitol AS.
Baca juga: Mantan Gubernur California, Arnold Schwarzenegger Kecam Serangan di Capitol AS
Baca juga: Paus Fransiskus Doakan Korban Tewas dalam Rusuh Capitol AS, Imbau Washington agar Lindungi Demokrasi
Kerusuhan di Capitol AS menewaskan lima orang, termasuk seorang petugas kepolisian.
Ketika penyelidik federal melacak tersangka dari serangan pekan kemarin, buletin internal itu menyoroti kekhawatiran, pengepungan Capitol AS mungkin hanyalah awal dari potensi tindakan dari pro-Trump, yang digerakkan dengan klaim palsu terkait Pilpres AS yang dicurangi.
"Protes bersenjata sedang direncanakan di semua 50 gedung DPR negara bagian dari 16 Januari hingga setidaknya 20 Januari dan di Capitol AS dari 17 Januari hingga 20 Januari," terang buletin FBI tersebut.
Informasi ini juga menunjukkan ada ancaman "pemberontakan" jika Trump disingkirkan melalui Amandemen ke-25 sebelum hari pelantikan.
"Pada 8 Januari, FBI menerima informasi tentang kelompok yang teridentifikasi meminta orang lain bergabung dengan mereka di gedung pengadilan dan gedung administrasi negara bagian, jika POTUS (sebutan untuk Trump) dicopot sebelum Hari Pelantikan," papar buletin FBI itu,
"Kelompok ini juga berencana untuk 'menyerbu' kantor pemerintah, termasuk District of Columbia dan setiap negara bagian. Terlepas dari apakah negara bagian itu memberikan suara elektoral untuk Biden atau Trump pada 20 Januari," tambah buletin tersebut.
Baca juga: Pendukung Trump yang Masuk Ruang Kerja Nancy Pelosi dan Bawa Mimbar Saat Ricuh di Capitol Ditangkap
Baca juga: Ketua DPR AS Ancam Memakzulkan Donald Trump akibat Rusuh di Capitol, Analis Sebut Ada 2 Hambatan
Lebih lanjut, FBI juga melacak laporan tentang 'berbagai ancaman untuk merugikan Presiden terpilih Biden menjelang pelantikan presiden.'
"Laporan tambahan menunjukkan ancaman terhadap Wakil Presiden terpilih Kamala Harris dan Ketua DPR AS Nancy Pelosi," papar buletin FBI itu.
Wali Kota Washington Desak Warga Amerika Hindari Kota selama Pelantikan Biden-Harris
Menyoal ancaman kerusuhan, Wali Kota Washington Muriel Bowser mendesak warga Amerika untuk menghindari kota tersebut selama pelantikan Biden-Harris pekan depan.
Dia juga mengimbau warga untuk berpartisipasi secara virtual, menyusul serangan teror yang mematikan di Capitol AS pada Rabu (6/1/2021).
Secara terpisah, Bowser, seorang Demokrat berbicara pada konferensi pers pada Senin (11/1/2021) dengan menekankan, dia prihatin dengan lebih banyak massa yang diprediksi datang ke kota menjelang pelantikan.
"Jika saya takut pada sesuatu, itu untuk demokrasi kita, karena kami memiliki faksi yang sangat ekstrem di negara kami," ucapnya.
"Trumpisme tidak akan mati pada 20 Januari," tambah Bowser.
Baca juga: Pasca-Rusuh di Capitol, Sejumlah Pendukung Trump Jadi Buron, Ini Foto-fotonya
Baca juga: Pernyataan Dubes AS untuk Indonesia Sikapi Peristiwa di Gedung Capitol, Singgung Bhineka Tunggal Ika
Rencana Pemakzulan Trump Kali Kedua
Dilansir Market Watch, dalam sebuah surat untuk rekannya, Ketua DPR Nancy Pelosi menyiratkan akan melanjutkan langkah pemakzulan jika Presiden AS Donald Trump tidak mengundurkan diri sesegera mungkin atau jika wakil presiden serta mayoritas anggota kabinet Trump menolak untuk menyerahkan kekuasaan.
"Menyusul tindakan Presiden yang berbahaya dan menghasut, Partai Republik di Kongres perlu ... meminta Trump untuk meninggalkan kantornya - segera," tulis Pelosi.
"Jika Presiden tidak meninggalkan jabatannya dalam waktu dekat dan dengan sukarela, Kongres akan melanjutkan tindakan kami."
Baca juga: Trump Dianggap sebagai Biang Kekacauan, Ketua DPR Nancy Pelosi Minta Otoritas Nuklirnya Dicabut
Baca juga: Akun Twitter Donald Trump Ditutup Permanen karena Dinilai Bisa Picu Kekerasan Lebih Lanjut
Pelosi juga berbicara dengan Ketua Kepala Staf Gabungan Mark Milley tentang upaya mencegah Trump mencetus konflik militer.
Keduanya membahas tindakan pencegahan untuk mencegah presiden memulai permusuhan militer atau mengakses kode peluncuran dan memerintahkan serangan nuklir.
Pemakzulan Trump Tahun Lalu
Sebelumnya, sidang pemakzulan Presiden Trump tahun lalu membutuhkan waktu sekitar dua minggu untuk diselesaikan.
Proses itu relatif cepat mengingat tidak ada saksi yang dipanggil.
Dengan persetujuan bulat, Senat sebenarnya dapat menyetujui untuk mengubah aturan tentang pemakzulan untuk memungkinkan dilakukannya pemungutan suara cepat.
Tetapi itu tidak mungkin terjadi mengingat, beberapa Partai Republik di Senat setia kepada presiden, dengan yang lain setidaknya enggan untuk menggulingkannya dari kantor.
Untuk benar-benar mencopot presiden dari jabatannya, 2/3 anggota Senat harus memilih untuk mencopotnya dari jabatannya.
Dengan 49 senat Demokrat saat ini, butuh 18 senat Republikan untuk menyetujui pencopotan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Tiara)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.