Donald Trump Jadi Presiden AS Pertama yang Dimakzulkan Dua Kali, Dinilai Hasut Kerusuhan Capitol
Presiden AS Donald Trump dimakzulkan untuk kedua kalinya pasca kerusuhan di Gedung Kongres AS.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden AS Donald Trump dimakzulkan untuk kedua kalinya pasca kerusuhan di Gedung Kongres AS.
Pada Rabu (13/1/2021), Trump mencetak sejarah baru karena menjadi Presiden AS pertama yang dimakzulkan dua kali.
Sepekan sebelum dia resmi meninggalkan Gedung Putih, Trump menjadi presiden yang dimakzulkan DPR dua kali.
DPR menuduh Trump melakukan kejahatan tingkat tinggi dan pelanggaran ringan karena menghasut pendukungnya untuk melakukan serangan ke Gedung Kongres.
Sikap Trump dalam 13 bulan sejak pemakzulan pertama, membuat Partai Demokrat lebih serius kali ini.
DPR yang diketuai Nancy Pelosi ini menuntut Trump dengan hasil pemungutan suara 232-197.
Mayoritas menyetujui Trump dimakzulkan lagi karena seluruh anggota DPR dari Demokrat sepakat ditambah 10 orang dari Partai Republik.
Dokumen empat halaman pemakzulan yang disetujui DPR pada Rabu (13/1/2021) berpendapat bahwa Trump berusaha menghasut pendukungnya, menurut laporan CNBC.
Baca juga: Usai Dimakzulkan, Donald Trump Janjikan Transisi Pemerintahan AS Berlangsung Aman
Baca juga: Donald Trump Dimakzulkan untuk Kedua Kalinya akibat Kerusuhan di Capitol
Trump dikatakan memberi tahu pendukung soal klaim penipuan pemilu yang membuatnya kalah dari Joe Biden, selama berbulan-bulan.
Bahkan presiden juga disebut mendesak massa-nya ini menentang hasil Pilpres 2020, sebelum kerusuhan di Gedung Kongres terjadi.
"Dia mengancam integritas sistem demokrasi, mengganggu transisi kekuasaan secara damai, dan membahayakan cabang Pemerintah yang setara."
"Karena itu, dia mengkhianati kepercayaannya sebagai Presiden, untuk menunjukkan luka-luka rakyat Amerika Serikat," bunyi dokumen tuntutan DPR.
Diketahui kerusuhan yang terjadi di Capitol AS itu menewaskan sedikitnya lima orang, termasuk diantaranya anggota Polisi Capitol.
Partai Demokrat menilai jika Trump masih diizinkan menjabat hingga akhir, akan ada potensi kekerasan lebih lanjut menjelang pelantikan Joe Biden.
Baca juga: Trump Sebut Pendukungnya yang Serbu Capitol sebagai Perusuh: Harusnya Hormati Tradisi dan Sejarah