Jelang Pelantikan Biden-Harris, Zona Hijau Ala Baghdad Diterapkan di Washington
Sekurangnya 20.000 prajurit Garda Nasional bersenjata lengkap telah diterjunkan ke Washington, menciptakan Green Zone seperti di Baghdad, Irak.
Editor: Setya Krisna Sumarga
Ia mengatakan tidak dapat memberikan jangka waktu kapan pagar pelindung di sekitar Gedung Capitol akan dihilangkan.
Zona yang belum pernah terjadi sebelumnya di jantung ibu kota negara menciptakan keributan besar di media social.
Banyak orang membandingkan Zona Hijau DC dengan zona setara yang terkenal di Baghdad setelah Saddam Hussein digulingkan.
Didirikan setelah invasi AS ke Irak, Zona Hijau Baghdad adalah kompleks yang dijaga ketat yang menampung gedung-gedung pemerintah dan komplek diplomatik.
"Secret Service jujur kepada Tuhan menyebut bagian DC yang paling dibentengi sebagai 'Zona Hijau'. Mungkin Rabu akan menjadi Baghdad mini" kata jurnalis Michael Tracey.
Pembawa acara CNN, Wolf Blitzer, merasakan situasi menyedihkan di Washington. Pemandangan tentara di mana-mana dan pembatasan ketat, mengingatkannya pada "zona perang" yang dia lihat di Baghdad, Mosul, atau Falluja.
“Saya melihat pasukan Garda Nasional ini di sudut jalan biasa di Washington, bahkan tidak di dekat Capitol,” tulis Blitzer di akun Twitternya.
“Begitu banyak jalan telah ditutup. Itu mengingatkan saya pada zona perang yang saya lihat di Baghdad atau Mosul atau Falluja. Sangat sedih,” lanjutnya.
Warga Melontarkan Lelucon Terkait Militerisasi di Washington
Kekhawatiran serupa disampaikan Steve Mullis dari NPR. Ia menggambarkan perimeter keamanan di ibu kota sebagai "distopia", tetapi juga mencerminkan iklim politik dan sosial saat ini di negara tersebut.
Tanggapan publik tidak semuanya bernada suram. Pengguna media sosial tidak bisa menahan godaan untuk melontarkan lelucon tentang perkembangan yang mengejutkan ini.
Seorang pakar dengan gurauan mengumumkan pejabat kota telah mendirikan monumen yang diilhami Baghdad untuk memberi DC lebih banyak nuansa "Zona Hijau".
Banyak orang lain mengamati Donald Trump akhirnya mendapatkan "tembok" yang sangat dia inginkan, sembari menambahkan Presiden AS yang akan segera pergi itu harus dipaksa membayar penghalang.
Para pengamat yang kurang bersemangat menepis seluruh kejadian itu sebagai "panggung keamanan" yang tidak perlu. Alasan ancaman kekerasan di ibu kota menurut mereka telah dilebih-lebihkan.