Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Siapa Avril Haines, Wanita Pertama yang Memimpin Badan Intelijen Nasional AS

Avril Haines juga menjadi nama pertama yang resmi mengisi kabinet Biden-Harris.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Siapa Avril Haines, Wanita Pertama yang Memimpin Badan Intelijen Nasional AS
Newsweek/PeteSouza/WhiteHouse
Avril Haines berbicara dengan Presiden Barrack Obama saat ia menduduki jabatan Wakil Penasihat Keamanan Nasional di Gedung Putih. 

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON - Senat AS, Kamis (21/1/2021) dini hari WIB, menyetujui Avril Haines (51) sebagai Direktur Intelijen Nasional AS.

Ia menjadi wanita pertama AS, yang dipilih Presiden Joe Biden, untuk mengepalai komunitas intelijen paling kuat di negara adidaya itu.

Avril Haines juga menjadi nama pertama yang resmi mengisi kabinet Biden-Harris. Suara Senat AS tercatat 84-10, untuk Avril Haines.

Secara riwayat, persetujuan Senat AS di hari pertama Biden memimpin AS ini terhitung lamban. Di hari pertama Donald Trump jadi Presiden empat tahun lalu, Senat mengonfirmasi dua anggota kabinet.

Biden hari ini berjuang mendapatkan lebih banyak lagi nama yang dikonfirmasi Senat, supaya pemerintahannya bekerja cepat.

Tapi Biden harus menunggu pemimpin GOP Senat Mitch McConnell dan pemimpin Demokrat Senat Chuck Schumer membuat kesepakatan pembagian kekuasaan.

Baca juga: Blinken Akan Stop Dukung Saudi di Yaman, Haines Janji Buka Rahasia Pembunuhan Khasoggi  

Baca juga: Janji Joe Biden setelah Dilantik Jadi Presiden AS, akan Hadapi Kebangkitan Supremasi Kulit Putih

Avril Haines dites di hadapan Komite Intelijen Senat, Rabu (20/1/20201), dan sempat menerima rintangan keras dari Senator Republik Tom Cotton dari Arkansas.

Berita Rekomendasi

Cotton keberatan atas pencalonan Haines, karena factor program interogasi CIA selama pemerintahan George W Bush.

Haines merespon secara tertulis pertanyaan itu, dan Cotton melonggarkan tentangannya yang membuka jalan pemungutan suara hari itu juga.

Haines akan memimpin komunitas intelijen nasional, yang berulang kali diremehkan dan dikesampingkan Trump selama empat tahun masa jabatannya.

Sarjana Fisika, Montir Mobil, Lalu Belajar Hukum

Lalu, siapa sebenarnya Avril Haines? Rekam jejaknya seperti apa sampai Biden menempatkannya di posisi sangat strategis bagi Amerika?

Nama lengkapnya Avril Danica Haines, lahir 29 Agustus 1969. Ia seorang berlatar belakang pengacara, yang lalu karirnya melesat di dunia intelijen.

Di era pemerintahan Barrack Obama, Haines menduduki jabatan Wakil Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, menggantikan Antony Blinken, yang kini dijagokan sebagai Menteri Luar Negeri Biden.  

Ia lalu jadi Wakil Direktur Central Intelligence Agency (CIA), wanita pertama AS yang memegang posisi ini.

Haines lahir di Manhattan, New York dari pasangan Adrian Rappin (née Adrienne Rappaport) dan Thomas Haines.

Ibunya seorang pelukis. Haines mengidentifikasi keyakinan Yahudi ibunya. Ayahnya meninggal akibat sakit paru-paru dan tuberkulosis saat Haines berusia 15 tahun.

Ayahnya ahli biokimia dan profesor emeritus di City College, yang membantu mendirikan CUNY School of Medicine, tempat ia menjabat sebagai ketua departemen biokimia.

Setelah lulus dari Hunter College High School, Haines pergi ke Jepang selama satu tahun dan mendaftar di Kodokan, sebuah institut judo elit di Tokyo.

Pada 1988, Haines mendaftar di Universitas Chicago. Ia belajar fisika teoretis. Di sela-sela kuliahnya, Haines bekerja memperbaiki mesin mobil di bengkel mekanik di Hyde Park.

Pada 1991 Haines mengambil kursus tambahan sebaga penerbang di New Jersey. Di situlah ia bertemu calon suaminya, David Davighi.

Haines akhirnya lulus kuliah bergelar Bachelor of Arts di bidang fisika pada 1992, lalu pindah ke Baltimore, Maryland.

Ia mendaftar sebagai mahasiswa doktoral di Universitas Johns Hopkins. Namun segera keluar begitu ia membeli sebuah bar di Fell's Point, Baltimore, yang disita menyusul penggerebekan narkoba.

Bersama pacarnya, Haines mengubah lokasi tersebut menjadi toko buku dan kafe independen.  Dia menamai toko tersebut Adrian's Book Café.

Kafe kecil itu dipenuhi lukisan karya ibunya. Toko buku tersebut memenangkan "Toko Buku Independen Terbaik" dari City Paper pada 1997.

Koleksi buku sastranya  luar biasa, karya penulis local yang malamnya kerap menggelar acara literasi. Adrian menjadi pembawa acara sejumlah bacaan sastra.

Haines melanjutkan upaya sekolahnya pada 1998 ketika ia mendaftar sebagai mahasiswa di Pusat Hukum Universitas Georgetown. Ia menerima gelar doktor hukum pada 2001.

Karir Bidang Hukum Melesat ke Gedung Putih

Bersamaan itu Avril Haines menjadi narasumber penting Konferensi di Den Haag tentang Hukum Perdata Internasional.

Tahun berikutnya, ia menjadi panitera di Pengadilan Banding Amerika Serikat untuk Hakim Sirkuit Keenam Danny Julian Boggs.

Dari 2003 sampai 2006, Haines bekerja di Kantor Penasihat Hukum Departemen Luar Negeri. Tugas pertamanya di di Kantor Urusan Perjanjian,  kemudian di Kantor Urusan Politik Militer.

Dari 2007 hingga 2008, Haines bekerja untuk Komite Senat Amerika Serikat untuk Hubungan Luar Negeri sebagai Wakil Ketua Penasihat untuk Senat Mayoritas Demokrat (di bawah ketua saat itu Joe Biden).

Selanjutnya Haines bekerja untuk Departemen Luar Negeri, sebagai asisten penasihat hukum untuk urusan perjanjian dari 2008 hingga 2010.

Karir Haines terus menanjak, diawali ketika 2010 ia ditunjuk sebagai Wakil Penasihat Presiden untuk Urusan Keamanan Nasional di Gedung Putih.

Pada 18 April 2013, Obama menominasikan Avril Haines sebagai Penasihat Hukum Departemen Luar Negeri, untuk mengisi posisi yang dikosongkan setelah Harold Hongju Koh mengundurkan diri.

Namun, pada 13 Juni 2013, Obama menarik pencalonan Haines, dan memilihnya sebagai Wakil Direktur CIA. Haines dinominasikan menggantikan Michael Morell.

Penunjukan di posisi itu tidak memerlukan konfirmasi Senat AS. Haines menjadi wanita pertama yang memegang jabatan wakil direktur.

Sedangkan Gina Haspel adalah perwira intelijen karier wanita pertama yang ditunjuk sebagai Direktur CIA hingga pemerintahan Trump berakhir. Biden memilih David Cohen sebagai pengganti Haspel.

Sebagai tokoh intelijen berlatar non-intelijen, Avril Haines sempat mengundang perhatian ketika ia menduduki jabatan Wakil Direktur CIA pada 2015.

Ia diberi tugas menentukan apakah personel CIA harus didisiplinkan karena meretas komputer staf Senat yang membuat laporan Komite Intelijen Senat tentang penyiksaan CIA.

Haines memilih untuk tidak mendisiplinkan mereka, dan melawan rekomendasi Inspektur Jenderal CIA. Ia berusaha menyelesaikan masalah itu secara diplomatis.

Haines ikut menyunting laporan Senat  terkait program interogasi CIA, dan menghasilkan keputusan hanya 525 halaman dari 6.700 halaman rahasia CIA yang bisa dirilis.

Penentu Program Pembunuhan Menggunakan Drone 

Setelah menjabat sebagai Wakil Direktur CIA, Haines diangkat sebagai Wakil Penasihat Keamanan Nasional (DNSA). Lagi-lagi ia wanita pertama yang memegang posisi itu.

Selama tahun-tahun membantu Obama di Gedung Putih, Haines bekerja sama dengan John Brennan, menentukan kebijakan "pembunuhan terarah" ekstra-yudisial menggunakan drone.

Newsweek melaporkan Haines kadang-kadang dipanggil di tengah malam untuk mengevaluasi apakah tersangka teroris dapat "dieliminasi secara sah" oleh serangan pesawat tak berawak.

Program pembunuhan menggunakan drone era Obama ini dikritik ACLU karena gagal memenuhi norma hak asasi manusia internasional.

Haines berperan penting dalam membangun kerangka hukum dan pedoman kebijakan untuk serangan pesawat tak berawak, yang menargetkan tersangka teroris di Somalia, Yaman, dan Pakistan.

Tapi menurut kelompok hak asasi manusia, serangan itu menimbulkan efek pembunuhan warga sipil tidak bersalah serta melanggar norma hokum internasional.

Kelompok penentang perang drone mencatat Avril Haines menghapus kriteria minimum bagi seorang individu untuk jadi target tindakan mematikan.

Pedoman serangan drone itu dinilai pembunuhan warga AS tanpa proses hukum.

Haines selama pemerintahan Obama juga dinilai mendukung strategi "Pivot to Asia", strategi perang menargetkan jatuhnya kepemimpinan Korea Utara.(Tribunnews.com/CNN/Politico/Wikipedia/xna)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas