Macron Ingin Libatkan Arab Saudi, Iran Tolak Nego Ulang Perjanjian Nuklir
Presiden AS Joe Biden mengatakan akan bergabung kembali dengan kesepakatan tetapi hanya setelah Teheran kembali mematuhi persyaratannya sepenuhnya.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, TEHERAN - Kementerian Luar Negeri Iran menolak negosiasi baru atau perubahan pada peserta kesepakatan nuklir Teheran, setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan setiap pembicaraan baru harus melibatkan Arab Saudi.
"Kesepakatan nuklir adalah perjanjian internasional multilateral yang diratifikasi Resolusi Dewan Keamanan PBB 2231, yang tidak dapat dinegosiasikan dan pihak-pihak di dalamnya, jelas dan tidak dapat diubah," juru bicara Kemenlu Iran Saeed Khatibzadeh dikutip Aljazeera, Minggu (31/1/2021).
Iran dinilai melanggar batas kesepakatan pada aktivitas pengayaan uranium setelah Washington menarik diri dari pakta tersebut pada 2018 di bawah Presiden Donald Trump. Washington menerapkan kembali sanksi ekonomi terhadap Teheran.
Pemerintahan baru Presiden AS Joe Biden mengatakan akan bergabung kembali dengan kesepakatan tetapi hanya setelah Teheran kembali mematuhi persyaratannya sepenuhnya.
Tetapi Iran telah menolak tuntutan AS untuk membalikkan percepatan program nuklirnya sebelum Washington mencabut sanksi terhadap Teheran.
Baca juga: Pejabat Senior Teheran: Oposisi Iran dan Israel Dicurigai dalam Kasus Pembunuhan Ilmuwan Nuklir
Baca juga: Ilmuwan Nuklir Terkemukanya Dibunuh di Dekat Teheran, Iran Tuduh Israel dan Akan Balas Dendam
Baca juga: Menlu Iran: Biden Dapat Cabut Sanksi Terhadap Teheran dengan Tiga Perintah Eksekutif
Tekad Saudi Terlibat Pembicaraan dengan Iran
Arab Saudi dan sekutunya Uni Emirat Arab mengatakan negara-negara Teluk Arab kali ini harus terlibat dalam pembicaraan apa pun, yang mereka katakan juga harus membahas program rudal balistik Iran dan dukungannya untuk proksi di sekitar Timur Tengah.
Arab Saudi, yang terkunci dalam beberapa perang proksi di wilayah tersebut dengan Teheran termasuk di Yaman, mendukung kampanye "tekanan maksimum" Trump terhadap Iran.
Dalam komentarnya pada Jumat, yang dikutip televisi Al Arabiya, Emanuel Macron menekankan perlunya menghindari apa yang disebutnya kesalahan dengan mengecualikan negara lain di kawasan ketika kesepakatan 2015 dinegosiasikan dan harus memasukkan Arab Saudi.
Macron mengatakan setiap pembicaraan baru tentang kesepakatan nuklir dengan Iran akan sangat "ketat" dan waktu yang sangat singkat untuk mencegah Teheran memiliki senjata nuklir.
Pernyataan Macron itu direspon balik Teheran. Khatibzadeh meminta Prancis meninjau kembali kebijakan penjualan senjata mereka ke Teluk Arab.
"Jika para pejabat Prancis khawatir tentang penjualan senjata mereka yang besar ke negara-negara Teluk Arab, mereka lebih baik mempertimbangkan kembali kebijakan mereka," kata Khatibzadeh.
"Senjata Prancis, bersama dengan senjata barat lainnya, tidak hanya menyebabkan pembantaian ribuan orang Yaman, tetapi juga menjadi penyebab utama ketidakstabilan kawasan," tambahnya.
Awal bulan ini, Iran kembali memperkaya uranium hingga 20 persen di pabrik nuklir bawah tanah Fordow, tingkat yang dicapai sebelum kesepakatan.