6 Bulan-Pasca Ledakan Beirut: Pembangunan Lambat, Proses Hukum Terhenti
Enam bulan pasca ledakan besar yang meluluhlantakkan Beirut pada 4 Agustus 2020 lalu, hingga saat ini bekas kerusakan masih terlihat di berbagai sudut
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Ledakan dahsyat yang melanda Beirut, Lebanon pada Agustus 2020 lalu mengejutkan banyak pihak.
Enam bulan pascaledakan besar yang meluluhlantakkan Beirut pada 4 Agustus 2020 lalu, bekas kerusakan masih terlihat di berbagai sudut.
Mengutip Al Jazeera, keadaan ekonomi Lebanon yang buruk telah melumpuhkan upaya pembangunan kembali.
Para korban dan penyintas ledakan Beirut mengatakan, pemerintah tak menawarkan bantuan rekonstruksi dan dinilai gagal menemukan siapa yang bertanggung jawab atas insiden tersebut.
Satu di antara korban ledakan Beirut pun buka suara.
Baca juga: Kaleidoskop Internasional Agustus 2020: Ledakan di Beirut, PM Jepang Shinzo Abe Mengundurkan Diri
Baca juga: Kaleidoskop 2020 : Peristiwa di Timur Tengah, Tewasnya Qasem Soleimani hingga Ledakan Beirut
"Cara pemerintah memperlakukan (kami) ini menghina," kata Mireille Khoury, yang putranya Elias (15) tewas dalam ledakan tersebut.
Khoury termasuk di antara banyak korban di Ibu Kota Lebanon yang menyerukan penyelidikan internasional independen.
Mereka yakin pengadilan Lebanon akan gagal meminta pertanggungjawaban tokoh-tokoh berpengaruh untuk menyelidiki ledakan yang menewaskan sekira 200 orang dan melukai lebih dari 6.000 orang serta menghancurkan puluhan ribu rumah.
"Setelah enam bulan, penyelidikan di sini, di Lebanon, tidak mengasilkan apa-apa," katanya.
Baca juga: Kepanikan Terjadi Akibat Kebakaran di Beirut Lebanon, Penduduk Trauma, Penyebab Belum Diketahui
Belum Ada yang Diadili
Sementara, seorang hakim Lebanon telah mengeluarkan dakwaan terkait kasus tersebut.
Tetapi, sejauh ini tidak ada yang diadili atau dihukum sehubungan dengan ledakan yang dipicu oleh 2.750 ton amonium nitrat, yang disimpan secara tidak benar di gudang pelabuhan Beirut selama enam tahun.
Penyelidikan yang dipimpin oleh Hakim Fadi Sawan, terhenti pada Desember 2020 setelah dia mengeluarkan dakwaan untuk Hassan Diab, yang merupakan Perdana Menteri Lebanon pada saat ledakan dan tiga mantan menteri kabinet.
Diab menolak untuk menghadiri interogasi dan dua mantan anggota kabinet menggugat di Pengadilan Kasasi Lebanon, pengadilan tertinggi negara itu agar Sawan dicopot.