Mata-mata Emirat Arab Sadap Email Pribadi Michele Obama dan Istri Sheikh Qatar
Upaya mata-mata tersebut dilaporkan menyebabkan seorang operator intelijen Amerika mengundurkan diri, dan meninggalkan Abu Dhabi.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, DOHA - Mata-mata Uni Emirat Arab (UEA) meretas perangkat milik keluarga kerajaan Qatar dan menyadap komunikasi pribadi antara Ibu Negara AS Michelle Obama dan Yang Mulia Sheikha Moza binti Nasser.
Laporan ini dipublikasikan New York Times, dikutip Aljazeera.com, Minggu (7/2/2021). Laporan berita sebelumnya menyoroti operasi intelijen canggih yang dilakukan oleh UEA atas bantuan mantan operator AS.
Targetnya termasuk pejabat pemerintah, kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, dan eksekutif FIFA.
Cerita NYT pada Sabtu (6/2/2021) mengutip buku “This Is How They Tell Me the World Ends” karya jurnalis keamanan siber NYT, Nicole Perlroth.
Ini publikasi pertama melaporkan pengawasan komunikasi email pada akhir 2015 antara Obama dan Sheikha Moza, istrinya mantan Emir Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani dari Qatar.
Baca juga: Akhiri Perselisihan, Arab Saudi akan Buka Kembali Kedutaan di Qatar
Baca juga: Setelah 3 Tahun, Arab Saudi dan Sekutunya Akan Buka Perbatasan Darat, Laut dan Udara dengan Qatar
Baca juga: Arab Saudi Akhiri Boikot, Penerbangan Qatar Perdana Mendarat di Riyadh dari Doha
Komunikasi yang disadap termasuk refleksi pribadi, detail keamanan, dan perubahan rencana perjalanan setelah Obama dijadwalkan untuk berbicara di Qatar pada pertemuan puncak pendidikan tahunan di Doha.
Upaya mata-mata tersebut dilaporkan menyebabkan seorang operator intelijen Amerika mengundurkan diri dari program mata-mata, dan meninggalkan Abu Dhabi.
“Kita tidak boleh melakukan ini. Kami seharusnya tidak menargetkan orang-orang ini,” kata mantan analis Badan Keamanan Nasional AS (NSA) yang dikutip di buku itu.
Spionase Canggih
Dikenal sebagai Project Raven, peretas menggunakan alat spionase cyber canggih untuk membantu UEA terlibat pengawasan pemerintah lain, kelompok bersenjata, dan aktivis hak asasi manusia yang kritis terhadap monarki.
Wawancara kantor berita Reuters pada 2019 dengan mantan operator Raven, bersama tinjauan ribuan halaman dokumen dan email proyek, menunjukkan teknik mata-mata yang diajarkan NSA sangat penting dalam upaya UEA untuk memantau lawan.
Para operator menggunakan gudang alat siber termasuk platform spionase mutakhir yang dikenal sebagai Karma, yang menurut para operator Raven mereka meretas ratusan aktivis, pemimpin politik, dan tersangka teroris di iPhone.
FBI sekarang menyelidikinya karena undang-undang AS melarang peretasan jaringan AS atau mencuri komunikasi orang Amerika.
Operator AS membantu menemukan akun target, menemukan kerentanan mereka, dan memberi isyarat serangan dunia maya untuk mata-mata UEA.