Amazon Hadapi 'Penindasan Pajak' Setelah Raup Keuntungan Fantastis Selama Pandemi
Amazon, kemungkinan akan terkena penerapan pajak berganda yang juga menargetkan keuntungan yang mereka peroleh selama pandemi Covid-19.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Bisnis retail online telah berkembang pesat selama pemberlakuan sistem penguncian (lockdown) terkait virus corona (Covid-19), dengan penjualan di Inggris meningkat 51 persen pada 2020 menjadi 19,5 miliar poundsterling.
Ini didorong peningkatan jumlah pelanggan yang memilih untuk berbelanja online.
Baca juga: Awal Pekan, Harga Emas Antam Stagnan di Level Rp 940.000 Per Gram
Retail online di Inggris Raya, termasuk raksasa seperti Amazon, kemungkinan akan terkena penerapan pajak berganda yang juga menargetkan keuntungan yang mereka peroleh selama pandemi Covid-19.
Dikutip dari laman Sputnik News, Senin (8/2/2021), pejabat keuangan negara itu disebut tengah mempertimbangkan rencana pajak untuk bisnis penjualan online.
Hal ini dilakukan untuk menyeimbangkan kembali skala bisnis online yang sangat diuntungkan dengan toko-toko High Street yang mengalami kesulitan di masa pandemi.
Kanselir Bendahara Rishi Sunak mengatakan bahwa sistem perpajakan yang terjadi saat ini 'membunuh bisnis High Street'.
Sementara itu, unit kebijakan Nomor 10 sedang melihat kemungkinan pemberlakuan pajak yang akan menargetkan keuntungan 'signifikan' dari perusahaan yang berkembang pesat selama pandemi.
Pejabat keuangan Inggris telah mengundang perusahaan teknologi dan retailer online dalam pertemuan bulan ini untuk menyampaikan pandangan mereka tentang rencana penerapan pajak baru pemerintah.
Pajak dapat diberlakukan sebagai bagian dari perubahan tarif bisnis atau biaya yang didasarkan pada nilai tarif properti non-domestik di Inggris.
Seorang Juru bicara Departemen Keuangan negara itu mengatakan undangan tinjauan tarif bisnis ini termasuk terkait apakah pemerintah Inggris harus mengalihkan keseimbangan antara toko online dan fisik dengan memperkenalkan pajak penjualan online.
"Kami sedang mempertimbangkan tanggapan mereka," kata juru bicara tersebut.
Sementara itu, Sekretaris Keuangan Departemen Keuangan Inggris Jesse Norman menyampaikan kepada anggota parlemennya pada pekan lalu bahwa pungutan seperti itu dimungkinkan, karena Kanselir Rishi Sunak sedang mencoba mengumpulkan uang untuk melunasi tumpukan utang Inggris selama pandemi.
Norman memang tidak menjelaskan rincian tentang seperti apa pajak penjualan online yang akan diterapkan, namun gagasan itu pertama kali disampaikan saat Departemen Keuangan meninjau tarif bisnis pada Juli 2020.
Sebelumnya, Konfederasi Industri Inggris pada awal pekan ini memperingatkan akan diterapkannya beban pajak baru pada bisnis Inggris.
Kepala Ekonom CBI Rain Newton-Smith menilai perlu waktu sebelum menerapkan pajak baru bagi retailer online.
"Kami tidak melihat momen ini sebagai waktu untuk menaikkan pajak, anda perlu menunggu hingga satu atau dua tahun setelah anda melihat palung dalam Produk Domestik Bruto (PDB) saat pertumbuhan kembali pada lintasan yang berkelanjutan," kata Smith.
Menurutnya, pertimbangan itu perlu dilakukan sebelum pemerintah benar-benar menerapkan pemangkasan signifikan dalam pengeluaran pemerintah maupun peningkatan signifikan dalam perpajakan.
Perlu diketahui, Inggris telah memasuki lockdown nasional ketiganya dalam upaya untuk menekan angka penyebaran Covid-19, setelah varian baru virus ini menyebar secara cepat pada Desember lalu.
Dalam dua bulan terakhir, Inggris secara cepat telah menerapkan program vaksinasi terhadap warganya, dengan hampir 11 juta dari 67 juta populasinya menerima setidaknya satu dosis pada Kamis lalu.