Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Takut Ditangkap Aparat, Warga Myanmar Patroli Malam Setelah Kudeta Militer

Baik pemerintah maupun polisi tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar mengenai hal ini.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Takut Ditangkap Aparat, Warga Myanmar Patroli Malam Setelah Kudeta Militer
AFP
Ujuk rasa anti-kudeta Myanmar 

TRIBUNNEWS.COM, YANGON -  Warga Myanmar bersatu melakukan patroli di jalan-jalan kota terbesar Myanmar, Yangon pada malam hari.

Patroli ini diadakan di tengah kekhawatiran penangkapan oleh pihak militer dan pelaku kriminal menyusul kudeta militer dan setelah junta memerintahkan pembebasan ribuan tahanan.

Di berbagai kota, sebagian besar warga dan pemuda memukul-mukul panci dan wajan pada Sabtu (13/2/2021) malam, membunyikan alarm saat mereka mengejar apa yang mereka yakini sebagai sesuatu yang mencurigakan.

"Semua jalan di dekat saya juga membuat kelompok untuk membela diri dari pembuat onar ini," kata Myo Thein, seorang penduduk Kotaping Okkalapa Selatan yang berencana berpatroli sepanjang malam, seperti dilansir Reuters, Minggu (14/2/2021).

Baik pemerintah maupun polisi tidak menanggapi permintaan untuk berkomentar mengenai hal ini.

Baca juga: Tentara Myanmar Perketat Peraturan pada Tamu yang Menginap, Polisi Buru Pengunjuk Rasa

Kekhawatiran terhadap polisi telah berkembang setelah laporan tentang ‘serangan malam’ yang menargetkan para kritikus junta yang menggulingkan pemerintahan yang sah di bawah pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lau.

Saat ini Aung San Suu Kyi dan sejumlah tokoh sipil masih ditahan militer Myanmar.

Berita Rekomendasi

Lembaga hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pada hari Jumat lebih dari 350 orang telah ditangkap sejak kudeta.

Kekhawatiran tentang aktivitas kriminal juga melonjak sejak Jumat, ketika junta mengumumkan akan membebaskan 23.000 tahanan.

Gambar yang belum diverifikasi di media sosial telah memicu desas-desus bahwa para penjahat berusaha membangkitkan keresahan dengan menyalakan api untuk melakukan pembakaran-pembakaran atau meracuni persediaan air.

"Kami membentuk patroli bersama para tetua dan laki-laki. Ujung-ujung jalan diblokir," kata Phoo Phoo di kotaping Mayangone.

"Kami gadis-gadis hanya menunggu di depan rumah kami memegang tongkat."


Aksi mogok kerja dan Gerakan Pembangkan Sipil dalam demonstrasi di Myanmar telah membuat berang junta militer yang melakukan kudeta terhadap pemerintahan yang sah di bawah pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi.

Junta Myanmar mendesak pegawai negeri untuk kembali bekerja dan memunculkan ancaman akan mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang tidak mengindahkan imbauan ini. Demikian dilaporkan Kantor Bertia Militer seperti dilansir Reuters,  Minggu (14/2/2021)

Gerakan Pembangkangan Sipil yang menentang kudeta militer Senin (1/2/2021) dimulai dengan dokter.

Namun kini gerakan itu telah mempengaruhi hampir semua pekerja di departemen pemerintah.

"Tindakan dapat diambil karena melanggar etika, peraturan, dan kegagalan tugas Pegawai negeri sesuai dengan... undang-undang dan kode etik pengawai negeri," kata pernyataan itu.

Setelah seorang wanita ditembak dalam bentrokan kekerasan dalam aksi demonstrasi pada Selasa lalu, tidak menyurutkan mereka untuk terus turun ke jalan.

Bahkan pada Rabu (9/2/2021) hingga hari berita ini diturunkan, demonstran melakukan aksi secara meriah, dengan telanjang dada, wanita dengan gaun bola dan gaun pengantin, petani dengan traktor dan orang-orang dengan hewan peliharaan mereka.

Sebelumnya pada selasa (8/2/2021), Polisi bersikap respresif terhadap demonstran yang menolak pengambil-alihan kekuasaan dari pemerintahan yang sah di bawah Aung San Suu Kyi.

Polisi melakukan tindak kekerasaan saat membubarkan demonstran, dan melakukan penembakan.

Seorang dokter mengatakan satu wanita mengalami luka tembak di bagian kepala. Dokter mengatakan wanita itu sedang kritis dan tidak mungkin selamat.

Tiga orang lainnya sedang dirawat karena luka akibat tertembak peluru karet yang diduga terjadi setelah polisi menembak pendemo. Kejadian ini terjadi setelah sebelumnya polisi menembakkan meriam air untuk mencoba membubarkan demonstran di ibukota Naypyitaw.

Televisi pemerintah melaporkan korban luka-luka juga ada di pihak polisi selama upaya mereka untuk membubarkan demonstran. Laporan ini membenarkan terjadinya bentokam keras antara polisi dan demonstran di negara itu.

Insiden ini menandai pertumpahan darah pertama sejak militer, yang dipimpin oleh panglima angkatan bersenjata Jenderal Min Aung Hlaing, yang menggulingkan pemerintahan Suu Kyi yang baru terpilih pada 1 Februari dan menahannya bersama politisi lain dari Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Militer menuduh bahwa NLD menang dengan kecurangan - tuduhan yang dibantah oleh komite pemilihan umum.

Pada Selasa (9/2/2021) malam, polisi di Myanmar melakukan penggerebekan di markas NLD di Yangon, kata dua anggota parlemen NLD terpilih.

Penggerebekan dilakukan oleh belasan personel polisi, yang memaksa masuk ke kantor NLD.

Demonstrasi ini adalah yang terbesar di Myanmar selama lebih dari satu dekade, menghidupkan kembali kenangan hampir setengah abad lalu ketika pemerintahan militer melakukan tindakan represif dalam pemberontakan berdarah sampai militer memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011.

Perserikatan Bangsa-Bangsa menyerukan kepada pasukan keamanan Myanmar untuk menghormati hak rakyat untuk berunjuk rasa secara damai.

"Penggunaan kekuatan yang tidak proporsional terhadap demonstran tidak dapat diterima," ujar Perwakilan PBB di Myanmar, Ola Almgren.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan sedang meninjau bantuan ke Myanmar untuk memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta menghadapi "konsekuensi signifikan".

Luka Fatal di Kepala

Menurut laporan dari Naypyitaw, Mandalay dan kota-kota lain, banyak demonstran telah terluka, beberapa dari mereka menderita luka serius, oleh pasukan keamanan.

Seorang dokter di rumah sakit Naypyitaw mengatakan wanita yang ditembak itu telah menderita luka di kepala yang fatal.

"Dia belum meninggal, dia berada di unit gawat darurat, tetapi 100 persen yakin cedera itu fatal," kata dokter, yang menolak untuk disebutkan namanya.

"Menurut X-ray, itu peluru asli," katanya.

Baik polisi maupun rumah sakit tidak menanggapi permintaan komentar.

Seorang pria mengalami luka di dada tetapi tidak dalam kondisi kritis.

“Masih belum jelas apakah dia terkena peluru asli atau peluru karet,” kata dokter.

Berita MRTV yang dikelola pemerintahan miloiter mengatakan sebuah truk polisi telah dihancurkan para demonstran di Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar. MRTV menunjukkan rekaman akibatnya, termasuk polisi yang terluka.

MRTV menggambarkan aksi protes tersebut diorkestrasi oleh orang-orang yang ingin membahayakan stabilitas bangsa dan telah bertindak agresif. MRTV tidak menyebutkan kudeta atau demonstrasi lain di seluruh negeri.

Sebelumnya, para saksi mengatakan polisi menembak ke udara di Naypyitaw untuk membubarkan demonstrasi. Polisi kemudian menembakkan meriam air, sementara para demonstran merespons dengan melemparkan batu, kata seorang saksi mata.

Video dari kota Bago, timur laut pusat komersial Yangon, menunjukkan polisi menghadapi kerumunan besar dan membubarkan dmereka dengan meriam air.

Kerusuhan telah menghidupkan kembali kenangan hampir setengah abad pemerintahan militer yang memulai proses penarikan diri dari politik sipil pada tahun 2011, meskipun tidak pernah menyerahkan kendali keseluruhannya atas pemerintahan sipil Suu Kyi setelah memenangkan pemilu 2015.

"Kami akan terus berjuang," kata aktivis pemuda Maung Saungkha dalam sebuah pernyataan, yang seraya menyerukan pembebasan tahanan politik dan berakhirnya "kediktatoran" militer.

Para aktivis juga berjuang penghapusan konstitusi tahun 2008 yang disusun di bawah pengawasan militer yang memberi para jenderal hak veto di parlemen dan mengendalikan beberapa kementerian, dan untuk sistem federal di Myanmar yang beragam secara etnis.

Generasi aktivis yang lebih tua yang berhadapan dengan militer dalam protes berdarah 1988 lalu menyerukan aksi mogok para pekerja pemerintah selama tiga minggu.

Gerakan pembangkangan sipil, yang dipimpin oleh pekerja rumah sakit, telah mengakibatkan terjun bebasnya angka pengujian virus corona di Myanmar.

Kantor hak asasi manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan pada Jumat (14/2/2021) lebih dari 350 orang telah ditangkap di Myanmar sejak kudeta.

Suu Kyi ditahan pada hari pertama dan demonstran menuntut pembebasannya.(Reuters/Channel News Asia/AP/AFP)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas