Jerman Dilaporkan Mengalami Peningkatan Kasus Campak dan Hepatitis B
Meski vaksin dapat diakses dengan mudah, Jerman dilaporkan mengalami peningkatan penyakit fatal seperti campak dan Hepatitis B. Sejumlah…
Pusat Pengendalian Penyakit ternama Jerman, Robert-Koch Institute (RKI), mengatakan, ”campak telah kembali ke Jerman.” Pada tahun 2024 terjadi peningkatan yang mengejutkan dalam jumlah kasus penyakit tersebut, yang umumnya terjadi pada anak kecil dan dapat berakibat fatal. Sejauh ini, tercatat ada 614 kasus.
Campak adalah penyakit yang ditularkan melalui udara yang biasanya menyebabkan ruam dan demam tinggi, yang sangat berbahaya bagi anak kecil dan telah merenggut sedikitnya 107.000 nyawa di seluruh dunia pada tahun 2023.
Sejak tahun 2019, orang tua di Jerman diwajibkan secara hukum untuk memberikan dua dosis suntikan kepada anak mereka agar mendapat kekebalan penuh. Jika tidak, mereka akan didenda sebesar €2.500 atau setara Rp41 juta.
Selain itu, penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin seperti Hepatitis B dan Batuk Rejan juga dilaporkan meningkat. Kata para ahli, alasan di balik lonjakan kasus ini beragam dan kompleks. Misalnya, imigrasi hingga COVID-19, dan meningkatnya rasa skeptis terhadap vaksin dan kegiatan antivaksin secara daring.
Dampak jangka panjang COVID-19
Dokter anak di Bonn, Axel Gerschlauer, mengatakan, "hampir semua angka penyakit menular turun selama pandemi,” berkat langkah seperti menjaga jarak dan penggunaan masker. Efek sampingnya masih dapat dilihat dalam "keengganan untuk pergi ke dokter, kecuali dalam kasus penting karena takut akan risiko infeksi”.
Kepada lembaga penyiaran ARD, dr. Karella Easwaran dari Köln, mengatakan kalau kasus-kasus impor juga menjadi masalah karena "saat ini, ada banyak orang yang bepergian. Banyak orang berimigrasi ke sini. Banyak anak-anak dari zona perang,” yang mana tidak adanya ketersediaanvaksinasi sehingga orang tuanya mungkin tidak menyadari pentingnya vaksin saat tiba di Jerman.
Peningkatan skeptisisme terhadap vaksin
Kemudian, ada persoalan keraguan terhadap vaksin dan gerakan antivaksin. Gerschlauer memperingatkan kalau keduanya harus diamati sebagai fenomena terpisah.
"Dengan orang tua yang skeptis, rasa khawatir dan ketakutan sering kali dapat diredakan dengan statistik. Sering kali, selebaran informasi sederhana atau obrolan singkat sudah cukup mengatasinya,” ujar Gerschlauer. Namun, "dengan penolakan vaksin yang keras, kami tidak bisa berbuat banyak. Mereka hidup dalam gelembung sendiri sehingga kita tidak bisa menembusnya dari luar.”
Skeptisisme soal vaksin terus meningkat di Jerman, dari 22% orang dewasa pada tahun 2022, menjadi 25% di tahun 2024. Hal itu diungkap dalam sebuah penelitian yang diterbitkan awal November 2024 oleh lembaga riset Statista.
Gerakan antivaksin "garis keras” sendiri punya sejarah panjang di Jerman sejak tahun 1800-an. Kegiatan ini dipromosikan oleh orang-orang dengan berbagai tujuan, seperti antisemitisme hingga Nazi. Misalnya, kemajuan medis yang muncul dari dokter Yahudi dipandang dengan skeptis, hingga kelompok dokter yang mengkhawatirkan keamanan pemberian vaksin dini.
Menurut Pusat Pendidikan Kesehatan Federal (Federal Center for Health Education/BzgA), hanya ada sedikit peningkatan soal jumlah orang yang teridentifikasi sebagai penganut antivaksin dalam beberapa dekade terakhir. Semula 4% pada tahun 2004, kemudian naik menjadi 6% di tahun 2020.
Namun, demografi mereka dapat terlihat lebih besar lewat prevalensinya di media sosial dan jumlah aksi demonstrasi mandat antivaksin yang terjadi di Jerman sebagai respons atas pandemi COVID-19.
Menyangkut hal ini, beberapa dokter melihat kewajiban soal vaksin sebagai hal yang kontraproduktif sehingga memprovokasi gerakan antivaksin dengan alasan membatasi kebebasan pribadi.
Pemikiran esoterik dan simpati sayap kanan
Penelitian menunjukkan indikator signifikan lain dari gerakan antivaksin ini. Laporan terbaru yang dikeluarkan oleh para dokter di Universitas Freiburg di Jerman Selatan menunjukkan adanya korelasi antara "pemikiran esoteris" dengan rasa ragu dan penolakan terhadap vaksin."
Misalnya, orang-orang mungkin percaya pada homeopati atau mereka yang telah melewati pendidikan alternatif seperti Sekolah Waldorf, lebih mungkin untuk melihat vaksin secara kritis.
Studi lain yang dilakukan oleh pemerintah negara bagian Saxony di tahun 2021 menemukan hubungan antara pendukung partai sayap kanan Alternative für Deutschland (AfD) dan skeptisisme terhadap vaksin.
Menurut dr. Gerschlauer, para politisi dan kelompok dokter dapat membantu memecahkan masalah ini melalui kampanye yang berkelanjutan.
"Ketika Anda melihat berapa besar upaya yang dilakukan untuk mengampanyekan vaksinasi meningococcus B dalam beberapa tahun terakhir, meskipun vaksinasi ini tidak direkomendasikan oleh Komisi Vaksin Jerman (STIKO) pada saat itu, dan beberapa banyak orang yang telah dijangkau oleh iklan tersebut, maka Anda akan berharap kalau upaya yang sama juga dilakukan untuk vaksinasi campak!”
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris. Disunting oleh Rina Goldenberg