Vaksin Sputnik V Buatan Rusia: Diragukan Warganya tapi Laris Dibeli Sejumlah Negara
Rusia ternyata juga dihadapkan pada rendahnya kepercayaan publik terhadap vaksin buatan dalam negeri.
Editor: Malvyandie Haryadi
Jajak pendapat yang lebih baru oleh Levada Center (non-governmental polling and sociological research organization), diterbitkan pada Desember 2020, menunjukkan bahwa hanya 38% yang bersedia divaksinasi. Masalah kepercayaan yang nyata ini tidak terbatas pada kepercayaan pada vaksinasi.
Ketika pada Mei 2020 Financial Times dan New York Times menyatakan bahwa jumlah kasus COVID-19 Rusia mungkin jauh lebih tinggi daripada angka resmi yang diterbitkan, mereka dikritik tajam oleh Kementerian Luar Negeri di Moskow.
Itu sebelum pengakuan 29 Desember 2020 dari wakil perdana menteri, Tatiana Golikova bahwa jika jumlah kematian yang berlebihan dimasukkan dalam data kementerian kesehatan, mungkin jumlah kematian penduduk Rusia akibat COVID-19 akan mencapai 186.000 tiga kali lipat dari angka resmi.
Ketidakpastian seperti itu tentu kian menyulitkan pemerintah Rusia meyakinkan warganya yang sudah skeptis terlebih dahulu— dan mungkin juga mempersulit upaya untuk mempromosikan Sputnik V secara internasional.
Ketika Pfizer dan perusahaan farmasi Jerman BioNTech melaporkan hasil uji coba yang menunjukkan kemanjuran lebih dari 91% pada vaksin mereka, perusahaan kesehatan yang terhubung dengan pemerintah Rusia menegaskan uji coba Sputnik V menunjukkan kemanjuran 92%.
Ketika Moderna kemudian melaporkan kemanjuran 94,1%, perusahaan Rusia itu kembali mengklaim keunggulan, dengan mengatakan mencapai 95%. Sementara, pejabat penting Rusia mengakui ketika uji coba tahap akhir selesai, Sputnik V menunjukkan tingkat kemanjuran 91,4%.
Di tengah keraguan publik terhadap efektivitas vaksin yang dinilai belum teruji, Pemerintah Rusia telah memvaksinasi sekitar lebih dari satu juta warganya sendiri dan mengekspor Sputnik V ke Uni Emirat Arab, Venezuela, India, dan negara yang terbaru adalah Myanmar.
Hal ini sangat menjadi sorotan pihak barat dan WHO.
Bagaimana pun, terlepas dari pro-kontra tentang vaksin, semoga upaya ini bisa menjadi “oasis” di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir.