Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Hacker Meretas Situs Web Propaganda yang Dikelola Pemerintah Militer Myanmar

Peretas atau hacker menyerang situs web propaganda yang dikelola oleh pemerintah militer atau junta Myanmar, Kamis (18/2/2021).

Penulis: Rica Agustina
Editor: Tiara Shelavie
zoom-in Hacker Meretas Situs Web Propaganda yang Dikelola Pemerintah Militer Myanmar
AFP
Ujuk rasa antikudeta Myanmar - Peretas atau hacker menyerang situs web propaganda yang dikelola oleh pemerintah militer atau junta Myanmar, Kamis (18/2/2021). 

TRIBUNNEWS.COM - Hancker menyerang situs web yang dikelola oleh pemerintah militer atau junta Myanmar pada Kamis (18/2/2021).

Dikutip dari Channel News Asia, hal tersebut terjadi setelah junta sebagai pihak yang berwenang saat ini menutup layanan internet selama empat malam berturut-turut.

Sebuah kelompok yang disebut Hacker Myanmar kemudian meretas situs web propaganda militer Myanmar, termasuk Bank Sentral, penyiar yang dikelola negara MRTV, Otoritas Pelabuhan, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Adapun langkah tersebut dilakukan juga bertepatan dengan sehari setelah ribuan orang berkumpul di seluruh negeri untuk memprotes kudeta militer yang menggulingkan pemerintah sipil Aung San Suu Kyi.

"Kami berjuang untuk keadilan di Myanmar", kata kelompok peretas itu di halaman Facebook-nya.

"Ini seperti protes massa di depan situs web pemerintah," lanjutnya.

Baca juga: Junta Militer Myanmar Perintahkan Tangkap Enam Selebriti yang Hasut Mogok Kerja

Lebih lanjut, pakar keamanan siber Matt Warren dari Universitas RMIT Australia mengatakan kemungkinan tujuan peretasan itu adalah untuk sebuah deklarasi.

Berita Rekomendasi

Dikatakan Matt Warren, hal itu termasuk dalam tindakan hacktivism, yaitu perpaduan antara hacker dan aktivis.

"Jenis serangan yang akan mereka lakukan adalah serangan penolakan layanan atau perusakan situs web yang disebut hacktivism", kata Matt Warren.

Dampak yang terjadi akibat tindakan hacktivist memang tidak terlalu banyak, lanjut Matt Warren.

Akan tetapi setidaknya dapat meningkatkan kesadaran masyarakat.

"Dampaknya akan berpotensi terbatas tetapi yang mereka lakukan adalah meningkatkan kesadaran," terang dia.

Untuk diketahui, hingga hari ini aksi unjuk rasa antikudeta masih berlanjut di seluruh negeri.

Protes dan pemogokan kerja selama berhari-hari yang melumpuhkan banyak kantor pemerintah tidak menunjukkan tanda-tanda akan mereda.

Kerumunan besar masih terjadi di Pagoda Sule yang berada di pusat Kota Yangon, dan di persimpangan dekat kampus universitas.

Di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay, para pengunjuk rasa menuntut pembebasan dua pejabat yang ditangkap dalam kudeta.

Di Bagan dengan spanduk dan bendera para pengunjuk rasa berbaris dalam prosesi warna-warni dengan latar belakang kuil kuno.

Beberapa orang berhenti di satu kuil untuk mengutuk para diktator, kata seorang saksi mata.

Baca juga: Peneliti LIPI: ASEAN Bisa Mainkan Peran Strategis Berdialog dengan Junta Militer Myanmar

(Tribunnews.com/Rica Agustina)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas