Setelah AS dan Inggris, Giliran Kanada Jatuhkan Sanksi kepada 9 Elite Junta Militer Myanmar
Sanksi ini diberikan karena kudeta militer telah menyebabkan penahanan massal, penggunaan kekuatan dan pembatasan kebebasan demokrasi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
AS Jatuhkan Sanksi Baru Terhadap Para Jenderal Myanmar yang Kudeta
Sebelumnya Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden pada Rabu (10/2/2021) mengumumkan sanksi baru AS terhadap jenderal Myanmar setelah militer menahan para pemimpin terpilih dan merebut kekuasaan pada Senin (1/2/2021).
Biden mengatakan pemerintahannya akan memutus akses keuangan para pemimpin militer Myanmar ke dana 1 miliar dolar AS.
Biden menjelaskan AS akan segera mengumumkan sanksi baru terhadap Myanmar setelah terjadi kudeta dan penangkapan terhadap tokoh-tokoh yang dekat dengan pemimimpin sah yang digulingkan, Aung San Suu Kyi.
"Kami akan mengidentifikasi target pertama minggu ini, dan kami juga akan memberlakukan kontrol ekspor yang kuat," kata Biden, seperti dilansir Reuters, Kamis (11/2/2021).
"Kami membekukan aset AS yang menguntungkan pemerintah Myanmar, sambil mempertahankan dukungan kami untuk layanan kesehatan, kelompok masyarakat sipil, dan daerah lain yang menguntungkan masyarakat Myanmar secara langsung."
Militer Myanmar menangkap para pemimpin sipil, termasuk penerima Nobel Aung San Suu Kyi, dan mengumumkan keadaan darurat selama setahun, Junta militer menuduh tanpa bukti Suu Kyi dan partainya melakukan kecurangan pemilu pada November lalu.
Namun Komisi pemilihan umum menolak tuduhan militer tersebut.
"Amerika Serikat akan siap memberlakukan langkah-langkah tambahan dan akan bekerja sama dengan negara-negara lain untuk bergabung dalam menekan para pelaku kudeta," kata Biden.
Amerika Serikat kemungkinan akan menargetkan panglima tertinggi, Min Aung Hlaing, yang memimpin kudeta.
Baca juga: Junta Militer Myanmar Perintahkan Tangkap Enam Selebriti yang Hasut Mogok Kerja
Baca juga: Inggris Jatuhkan Sanksi kepada Tiga Jenderal Myanmar
Min Aung Hlaing dan jenderal lainnya sudah berada di bawah sanksi AS yang diberlakukan pada 2019 atas pelanggaran terhadap Muslim Rohingya dan minoritas lainnya.
Amerika Serikat juga bisa menargetkan dua konglomerat utama militer.
Myanmar Economic Holdings Limited dan Myanmar Economic Corp adalah perusahaan induk dengan investasi yang mencakup berbagai sektor termasuk perbankan, permata, tembaga, telekomunikasi, dan pakaian.
Pemerintahan Biden telah berupaya membentuk respons internasional terhadap krisis, termasuk dengan bekerja sama dengan sekutu di Asia yang memiliki hubungan lebih dekat dengan Myanmar dan militernya.