Presiden Joe Biden Perintahkan Gempur Kelompok Anti-ISIS di Suriah Timur
Kelompok paramiliter ini dikenal gigih melawan ISIS dan Al Qaeda, dan menghancurkannya bersama pasukan Suriah serta milisi Kurdi di Suriah utara.
Editor: Setya Krisna Sumarga
TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Presiden AS Joe Biden memerintahkan serangan udara ke target-target kelompok proDamaskus yang didukung Iran di Suriah.
Serangan udara itu dimaksudkan sebagai pembalasan atas serangan roket di pangkalan AS di Irak. Pentagon mengklaim targetnya pangkalan kelompok bersenjata yang didukung Iran di Suriah.
Kelompok paramiliter ini dikenal gigih melawan ISIS dan Al Qaeda, dan menghancurkannya bersama pasukan Suriah serta milisi Kurdi di Suriah utara.
"Atas arahan Presiden Biden, pasukan militer AS awal malam ini melakukan serangan udara terhadap infrastruktur yang digunakan oleh kelompok militan yang didukung Iran di Suriah timur," kata juru bicara Pentagon John Kirby.
Serangan itu terjadi Kamis (25/2/2021) sekitar pukul 6 sore waktu Washington. Kirby menggemakan laporan media sebelumnya pemboman di wilayah Suriah merupakan pembalasan atas serangan baru-baru ini terhadap personel AS dan koalisi di Irak.
Baca juga: Eks Diplomat Tuduh AS Curi Minyak Suriah, Diduga Dipasok ke Israel
Baca juga: James Le Mesurier, White Helmets, dan Kiprahnya di Balik Konflik Suriah
Baca juga: Sel-sel ISIS Klaim Hantam Tentara Suriah dan Kelompok Paramiliter Irak
Dia lebih lanjut berpendapat operasi udara itu bertujuan meredakan ketegangan di Timur Tengah. Pada saat yang sama, kami telah bertindak dengan sengaja yang bertujuan untuk meredakan situasi keseluruhan di Suriah Timur dan Irak.
"Operasi tersebut mengirimkan pesan yang tidak ambigu; Presiden Biden akan bertindak melindungi personel koalisi Amerika. Pada saat yang sama, kami telah bertindak dengan cara yang disengaja yang bertujuan untuk meredakan situasi keseluruhan di Suriah Timur dan Irak," katanya.
Target serangan diyakini digunakan sebagai bagian dari operasi penyelundupan senjata oleh milisi. Serangan itu dilakukan untuk menurunkan kemampuan kelompok tersebut untuk melakukan serangan di masa depan dan untuk mengirim pesan tentang serangan baru-baru ini.
Kirby mengklaim serangan itu menimbulkan kerusakan serius pada infrastruktur sejumlah kelompok militan yang didukung Iran, termasuk Kait'ib Hezbollah dan Kait'ib Sayyid al Shuhad, mencatat banyak fasilitas dihancurkan.
Laporan yang belum dikonfirmasi dari Suriah berbicara tentang ledakan di dekat Al-Bukamal, sebuah kota di provinsi Deir-ez-Zor dekat perbatasan dengan Irak.
Serangan udara yang dilaporkan terjadi setelah serangkaian serangan roket di Zona Hijau di Baghdad, Pangkalan Udara Balad dan Bandara Internasional Erbil di Irak selama dua minggu terakhir.
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab dan Pentagon belum secara resmi menyalahkan siapa pun.
CNN melansir informasi yang menyebutkan keputusan untuk menargetkan sasaran di Suriah dibuat dari atas ke bawah. Menurut pejabat Pentagon, bukan karena rekomendasi khusus dari militer.
Serangan itu terjadi ketika Washington dan Teheran memposisikan diri untuk negosiasi tentang program nuklir Iran, yang berpotensi memperumit proses yang sudah rapuh.
AS tidak secara pasti menyalahkan kelompok tertentu atas serangan roket atau menghubungkannya dengan proksi Iran di wilayah tersebut, tetapi pemerintah telah menjelaskan di mana mereka menyalahkan.
Awal pekan ini, juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan AS meminta pertanggungjawaban Iran atas serangan-serangan di Irak.
Serangan roket 15 Februari 2021 terhadap pasukan koalisi di dekat Bandara Internasional Erbil di Kurdistan Irak menewaskan seorang kontraktor sipil dan melukai empat kontraktor Amerika dan seorang anggota militer AS.
Pada saat itu Psaki mengatakan Biden dan pemerintah berhak untuk menanggapi dengan cara dan waktu yang kita pilih.
"Kami akan menanggapi dengan cara yang dihitung pada jadwal kami, dan menggunakan berbagai alat, terlihat dan tidak terlihat," kata Psaki kepada wartawan, sehari setelah Biden berbicara dengan Perdana Menteri Irak.
"Apa yang tidak akan kami lakukan, dan apa yang telah kami lihat di masa lalu, adalah serangan dan risiko eskalasi yang terjadi di tangan Iran dengan semakin membuat Irak tidak stabil, dan itu adalah prioritas kami," tambah Psaki.
Serangan AS terjadi ketika Washington dan Teheran memposisikan diri untuk negosiasi tentang program nuklir Iran, yang berpotensi memperumit proses yang sudah rapuh.
Pemerintah telah memperjelas di mana mereka menyalahkan serangan itu, yang terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran Iran atau proksinya akan membalas untuk menandai peringatan satu tahun pembunuhan AS terhadap Jenderal Iran Qasem Soleimani.
"Kami telah menyatakan sebelumnya bahwa kami akan meminta pertanggungjawaban Iran atas tindakan proksi yang menyerang Amerika," juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price.
Ia menambahkan, banyak serangan ini telah menggunakan senjata buatan Iran, yang dipasok Iran. Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh membantah ada hubungan dengan serangan 15 Februari di Erbil dan Iran tidak mengklaim bertanggung jawab atas serangan lainnya.
"Sementara rumor ini ditolak keras, upaya meragukan untuk menghubungkannya dengan Iran juga dikecam keras," kata Khatibzadeh.(Tribunnews.com/CNN/RT/xna)