Aparat Keamanan Myanmar Tembak Mati 13 Demonstran Anti-Kudeta
Mereka berbaris ke arah kami dan menembakkan gas air mata, berbaris lagi dan menggunakan granat kejut
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
"Kami bertujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun di negara ini yang menginginkan kediktatoran," kata Salai Lian, seorang aktivis di Negara Bagian Chin, kepada Reuters.
Monywa Gazette melaporkan lima orang terluka di kota pusat itu ketika pasukan keamanan menembakkan amunisi tajam. Ada laporan penembakan dan korban luka-luka yang masih belum dikonfirmasi jumlahnya di pusat kota lain, Magway.
'LANJUTKAN PERJUANGAN INI'
Gambar seorang wanita berusia 19 tahun, salah satu dari dua korban tewas yang ditembak mati di Mandalay, menunjukkan dia mengenakan kaos bertuliskan "Semuanya akan baik-baik saja".
Polisi di Yangon memerintahkan tiga petugas medis keluar dari ambulans, menembaki kaca depan dan kemudian menendang serta memukuli para pekerja dengan senjata dan tongkat, demikian video yang disiarkan oleh Radio Free Asia yang didanai AS menunjukkan.
Reuters tidak dapat memverifikasi video secara independen.
Aktivis demokrasi Esther Ze Naw mengatakan kepada Reuters bahwa pengorbanan mereka yang meninggal tidak akan sia-sia.
"Kami akan melanjutkan perjuangan ini dan menang. Kami akan mengatasi ini dan menang," tegasnya.
Pada hari Selasa, Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) gagal membuat terobosan dalam pertemuan virtual para menteri luar negeri membahas tentang Myanmar.
Sementara bersatu dalam seruan untuk menahan diri, hanya empat anggota - Indonesia, Malaysia, Filipina dan Singapura - menyerukan pembebasan Suu Kyi dan tahanan lainnya.
"Kami menyatakan kesiapan ASEAN untuk membantu Myanmar dengan cara yang positif, damai dan konstruktif," kata ketua ASEAN, Brunei, dalam sebuah pernyataan.
Media pemerintah Myanmar melaporkan menteri luar negeri yang ditunjuk junta militer menghadiri pertemuan ASEAN yang "bertukar pandangan tentang isu-isu regional dan internasional", tetapi tidak menyebutkan fokus pada masalah Myanmar.(Reuters/AFP)