Uni Eropa Akan Jatuhkan Sanksi Terhadap Kepentingan Bisnis Junta Militer Myanmar Pekan Depan
Menteri Luar Negeri Perancis mengatakan Uni Eropa akan menyetujui sanksi terhadap kepentingan bisnis militer Myanmar pada minggu depan.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Menteri Luar Negeri Perancis mengatakan Uni Eropa akan menyetujui sanksi terhadap kepentingan bisnis militer Myanmar pada minggu depan.
"Diskusi teknis selesai di Brussels dan kami akan mengkonfirmasinya Senin depan," kata Jean Yves Le Drian dalam sidang di Senat Perancis, merujuk pada pertemuan menteri luar negeri Uni Eropa berikutnya, seperti dilansir Reuters, Rabu (17/3/2021).
Menurut diplomat dan dokumen internal yang dilihat Reuters, langkah-langkah itu akan menargetkan perusahaan yang menghasilkan pendapatan untuk atau memberikan dukungan keuangan kepada Angkatan Bersenjata Myanmar.
Baca juga: Yayasan yang Didirikan Miliarder George Soros Tuntut Militer Myanmar Bebaskan Stafnya
Sementara Uni Eropa juga mempertahankan embargo senjata terhadap Myanmar dan telah menerapkan sanksi kepada beberapa perwira militer senior sejak 2018.
Langkah-langkah itu akan menjadi yang paling signifikan sejak kudeta.
"Jelas (kami) akan menangguhkan semua dukungan anggaran dan akan ada langkah-langkah yang secara langsung menargetkan mereka yang bertanggung jawab atas kudeta militer dan memukul individu dan kepentingan ekonomi mereka sendiri," kata Le Drian.
AS Jatuhkan Sanksi kepada Anak-Anak Pemimpin Militer Myanmar
Amerika Serikat (AS) menjatuhkan sanksi kepada dua anak pemimpin militer Myanmar Min Aung Hlaing dan enam perusahaan yang mereka kendalikan, pada Rabu (10/3/2021) waktu setempat.
Sanksi ini merupakan tanggapan atas kudeta militer pada 1 Februari dan pembunuhan demonstran sejak pengambilalihan kekuasaan.
Baca juga: Junta Myanmar Perluas Status Darurat Militer setelah 50 Orang Tewas dalam Kerusuhan Unjuk Rasa
Dalam sebuah pernyataan, Departemen Keuangan AS memberikan sanksi kepada Aung Pyae Sone dan Khin Thiri Thet Mon, anak-anak dewasa panglima Myanmar yang memimpin kudeta. Selain itu enam perusahaan yang mereka kendalikan juga masuk daftar hitam.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memperingatkan sanksi tegas lain dapat mengikuti.
Dia juga mengutuk penahanan lebih dari 1.700 orang dan tindakan brutal aparat keamanan Myanmar terhadap demonstran tak bersenjata yang katanya telah menewaskan sedikitnya 53 orang.
Baca juga: Seorang Polisi Myanmar Dilaporkan Tewas dalam Aksi Protes Anti-Kudeta Militer
"Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan lebih lanjut terhadap mereka yang menghasut kekerasan dan menekan hak rakyat," kata Blinken dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters, Kamis (11/3/2021).
Kelompok kampanye Justice for Myanmar mengatakan pada bulan Januari bahwa Min Aung Hlaing, yang telah menjadi panglima sejak 2011, telah menyalahgunakan kekuasaannya untuk menguntungkan keluarganya, yang telah mendapat untung dari akses mereka ke sumber daya negara dan impunitas total militer.
Enam perusahaan Myanmar yang masuk daftar hitam Washington termasuk A&M Mahar, yang dikendalikan oleh Aung Pyae Sone, putra jenderal.
Justice for Myanmar mengatakan A&M menawarkan akses perusahaan farmasi asing ke pasar Myanmar dengan mendapatkan persetujuan dari Badan Makanan dan Obat-obatan Myanmar.
John Sifton, direktur advokasi Asia di Human Rights Watch, memuji langkah tersebut karena langsung memukul kekayaan Min Aung Hlaing, tetapi menyerukan tindakan yang lebih kuat.
"Ini bukan jenis tindakan hukuman yang kami yakini akan menyebabkan perubahan perilaku. Kami merekomendasikan mereka fokus pada aliran pendapatan yang sedang berlangsung yang jauh lebih besar dan jika terputus akan jauh lebih menyakitkan bagi militer sebagai institusi," kata Sifton, merujuk pada pendapatan minyak dan gas yang dihasilkan oleh proyek-proyek yang melibatkan perusahaan internasional.
Amerika Serikat sejauh ini menahan diri dari menjatuhkan sanksi terhadap konglomerat militer Myanmar Economic Corporation (MEC) dan Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL), di antara mereka yang digunakan oleh militer untuk mengendalikan gelombang besar ekonomi negara itu. (Reuters)