Brasil Tembus 4000 Kematian Sehari, Presiden Bolsonaro Tepis Kritikan: Saya Bunuh Banyak Orang?
Presiden Brasil Jair Bolsonaro mengabaikan kritik bahwa dia melakukan 'genosida' di saat rekor kematian mencapai 4000 dalam sehari pada Selasa(6/4/21)
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Presiden Brasil, Jair Bolsonaro mengabaikan kritik bahwa dia melakukan 'genosida' di saat rekor kematian mencapai 4000 dalam sehari pada Selasa (6/4/2021).
Menurut catatan Kementerian Kesehatan, Brasil memecahkan rekor kematian harian Covid-19 yakni sebanyak 4.195 dalam 24 jam.
Menurut laporan CNN pada Rabu, jumlah itu adalah angka kematian tertinggi di dunia dalam periode satu hari menurut Universitas John Hopkins.
Angka ini mendorong jumlah total kematian di Brasil mencapai hampir 337.000.
Selain itu, hampir 87.000 kasus Covid-19 baru dilaporkan, sehingga total infeksi sebanyak 13.100.580.
Baca juga: Brasil Catat Rekor Kematian Covid-19 Baru Saat Presiden Lantik Menteri Kesehatan ke-4
Baca juga: Pandemi Covid-19 Makin Parah, Presiden Brasil Bakal Ganti Menteri Kesehatan untuk Keempat Kalinya
Adapun saat ini, Kamis (8/4/2021) kasus infeksi di Brasil sebanyak 13.197.031 dan total kematian 341.097.
Presiden Jair Bolsonaro menepis kritik dan klaim dari sejumlah pihak bahwa dia yang harus disalahkan karena krisis di Brasil.
Bolsonaro dikenal kerap meremehkan krisis kesehatan yang disebabkan Covid-19.
Bahkan dia menentang adanya penguncian wilayah atau pembatasan.
Presiden juga mengritik gubernur dan wali kota yang menerapkan pembatasan sosial di wilayahnya.
"Mereka menyebut saya homofobik, rasis, fasis, penyiksa dan sekarang ... ada apa sekarang?"
"Sekarang saya ... seseorang yang membunuh banyak orang? Genosida. Sekarang, saya genosida," kata Bolsonaro di depan pendukung, di luar Istana Kepresidenan di Brasilia di sebuah video Youtube, Selasa (6/4/2021).
Beberapa lawan politik Bolsonaro menuduhnya melakukan 'genosida' karena kebijakan Covid-19nya dianggap gagal.
"Apa yang tidak disalahkan di sini di Brasil?" tanya Bolsonaro.
Pemimpin Brasil ini tampaknya menyiratkan bahwa pandemi bersumber dari pemberitaan media dan bisa diselesaikan dengan subsidi pemerintah.
"Saya bisa menyelesaikan masalah dengan virus dalam beberapa menit. Saya hanya perlu membayar apa yang pemerintah bayarkan di masa lalu ke Globo, ke Folha [de São Paulo], O Estado de São Paulo," katanya.
Bolsonaro menyebutkan beberapa penyiar dan dua surat kabar yang berbasis di Sao Paulo.
"Sekarang, uang itu bukan untuk pers, itu untuk hal-hal lain," tambahnya.
Dia juga menyalahkan negara bagian yang telah menerapkan protokol kesehatan namun menyumbang banyak kasus infeksi.
"Apa negara bagian yang paling banyak mengunci? São Paulo. Manakah yang memiliki angka kematian tertinggi, secara proporsional? São Paulo," klaim Bolsonaro tanpa bukti.
Meskipun São Paulo memiliki jumlah kematian absolut tertinggi, wilayah ini menempati urutan ke-10 dalam kematian per kapita.
Sekitar sepertiga dari kematian yang dilaporkan pada Selasa terjadi di São Paulo, di mana 1.389 orang meninggal dalam 24 jam, menurut data pemerintah negara bagian.
Ini adalah rekor kematian terbanyak dalam satu hari di negara bagian Brasil.
Baca juga: Penanganan Covid-19 di Brasil Kacau, Mantan Presiden Sebut Kebijakan Jair Bolsonaro Bodoh
Baca juga: Presiden Brasil Jair Bolsonaro Minta Hentikan Jarak Sosial: Covid-19 akan Berlanjut Seumur Hidup
Tidak Ada Lockdown
Di hari berikutnya yakni Rabu (7/4/2021), Brasil melaporkan 3.829 kematian baru, lebih sedikit daripada rekor 4000 pada Selasa.
Kendati demikian, presiden tetap tidak ingin mengunci wilayah.
"Kami tidak akan menerima politik tinggal di rumah dan menutup semuanya," kata Bolsonaro dalam pidatonya di Kota Chapeco.
"Tidak akan ada penutupan nasional," katanya dikutip dari Al Jazeera.
Pada Rabu, direktur Organisasi Kesehatan Pan Amerika (PAHO) mengatakan Brasil termasuk negara yang mencatat beberapa kasus COVID-19 harian baru tertinggi di dunia.
"Selama seminggu terakhir, Amerika Serikat, Brasil, dan Argentina termasuk di antara 10 negara di dunia yang mencatat jumlah infeksi baru tertinggi di seluruh dunia," kata Carissa Etienne dalam jumpa pers mingguan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Berita lain terkait Virus Corona