Profil Jenderal Min Aung Hlaing, Pemimpin Junta Myanmar yang Hadir di KTT ASEAN
Jenderal Min Aung Hlaing, Pemimpin Junta Myanmar yang dijadwalkan hadir di KTT ASEAN di Jakarta pada hari ini.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
Peristiwa yang dikenal sebagai Insiden Kokang ini memang berlangsung selama satu pekan.
Namun dampak yang ditimbulkan luar biasa.
Di antaranya adalah melanggar gencatan senjata selama 20 tahun, membuat 30.000 orang terpaksa mengungsi ke China.
Dan yang paling penting, mengusir kelompok separatis dari perbatasan yang selama ini memang diposisikan untuk jadi jalur perdagangan utama.
Baca juga: Perjalanan Politik Aung San Suu Kyi, Tokoh yang Ditahan Militer Myanmar
Min Aung Hlaing Jadi Panglima Militer, Dianggap Sosok Negarawan
Pada 30 Maret 2011, Min Aung Hlaing menjadi panglima angkatan bersenjata Myanmar, dikenal sebagai Tatmadaw.
Dia memimpin transisi kekuasaan dari tangan militer yang hampir 50 tahun berkuasa ke tangan sipil. Namun, pengamat menyebut itu semu.
Sebabnya, hubungan itu dianggap sekadar top-down. Militer tidak ingin gerakan rakyat makin meluas sembari mereka memertahankan kekuasaan.
Selain itu, dia juga membuyarkan harapan negara Barat yang menganggap sang panglima sebagai sosok negarawan dan caranya berbicara sangat jelas.
Pada 2015, kepada BBC dia mengungkapkan tidak bisa mengatakan dengan pasti kapan pemerintahan Myanmar akan diserahkan ke sipil seluruhnya.
"Mungkin saja lima tahun. Mungkin juga bisa berlangsung selama 10 tahun. Saya tak bisa mengatakannya dengan jelas," paparnya.
Min, meski hanya memimpin tiga kementerian, pertahanan, urusan perbatasan, dan urusan dalam negeri, pengaruhnya sangat besar.
Sementara pemerintahan sipil bisa menelurkan legislasi, Min dan kroninya memegang kekuasaan dari polisi, pasukan perbatasan, hingga Departemen Administrasi Umum.
Min Aung Hlaing juga mendapat wewenang memilih seperempat anggota parlemen, yang bisa memveto jika ada kebijakan yang tak menguntungkan.
Kemudian mereka sewaktu-waktu bisa melakukan kudeta, dengan klausul "militer berhak mengambil alih dan memimpin negara jika demokrasi dianggap mati".
Berita lain terkait Krisis Myanmar dan KTT ASEAN
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani/Andri Malau)