Apa itu Genosida Armenia? Berikut Riwayat Singkat Sejarahnya
Peristiwa hitam ini terjadi di bawah Kekaisaran Ottoman dan partai yang berkuasa saat itu, Komite Persatuan dan Kemajuan (CUP).
Editor: Setya Krisna Sumarga
Pembantaian dan pembersihan etnis orang-orang Armenia yang selamat berlanjut dan dilakukan gerakan nasionalis Turki selama Perang Kemerdekaan Turki setelah Perang Dunia I.
Genosida Armenia mengakibatkan kehancuran lebih dari dua ribu tahun peradaban Armenia di Asia Kecil bagian timur. Penghancuran dan pengusiran orang Kristen Ortodoks Syria dan Yunani, memungkinkan terciptanya negara Turki etno-nasional.
Sebelum Perang Dunia II, Genosida Armenia secara luas dianggap sebagai kekejaman terbesar dalam sejarah. Pada 2021, 30 negara telah mengakui peristiwa tersebut sebagai genosida.
Bertentangan konsensus akademis, Turki menyangkal deportasi warga Armenia adalah genosida atau tindakan yang salah.
Secara kesejarahan, kehadiran orang-orang Armenia di Anatolia (Turki) telah diketahui dan dicatat sejak abad ke-6 Sebelum Masehi (SM). Ini terjadi lebih dari satu milenium sebelum serangan dan kehadiran Turki.
Kerajaan Armenia mengadopsi agama Kristen sebagai agama nasionalnya pada abad keempat M, dan mendirikan Gereja Apostolik Armenia. Setelah jatuhnya Kekaisaran Bizantium pada 1453, dua kerajaan Islam, Kekaisaran Ottoman dan Kekaisaran Safawi Iran, memperebutkan Armenia Barat.
Secara permanen wilayah itu dipisahkan dari Armenia Timur oleh Perjanjian Zuhab 1639. Di bawak kekuasaan Ottoman, hokum kerajaan saat itu menjamin hak milik dan kebebasan beribadah bagi non-Muslim (dzimmi).
Direndahkan di Tatanan Hukum Politik Ottoman
Sebagai kewajibannya, mereka dikenai pajak khusus. Meski begitu, kelompok ini dikategorikan rendah, yang dalam bahasa Turki Ottoman disebut gavur. Kata ini berkonotasi mereka sebagai golongan tidak setia, serakah, dan tidak bisa dipercaya.
Kebanyakan orang Armenia dikelompokkan menjadi komunitas semi-otonom (millet), yang dipimpin Patriark Armenia di Konstantinopel. Sistem millet melembagakan inferioritas non-Muslim, tetapi memberikan otonomi yang signifikan kepada Armenia.
Sekitar dua juta orang Armenia tinggal di Kekaisaran Ottoman menjelang Perang Dunia I. Menurut perkiraan Patriarkat Armenia 1913-1914, ada 2.925 kota dan desa Armenia di kekaisaran.
Sebanyak 2.084 di antaranya berada di Dataran Tinggi Armenia di vilayets Bitlis, Diyarbekir, Erzerum, Harput, dan Van. Ratusan ribu orang Armenia tinggal di tempat lain, tersebar di seluruh Asia Kecil bagian tengah dan barat.
Penduduk Armenia sebagian besar tinggal di pedesaan, terutama di Dataran Tinggi Armenia, di mana 90 persennya adalah petani. Armenia adalah minoritas di sebagian besar wilayah kekaisaran, tinggal berdampingan dengan tetangga Turki, Kurdi, dan Ortodoks Yunani.
Menurut angka Patriarkat, 215.131 orang Armenia tinggal di daerah perkotaan, terutama Konstantinopel, Smirna, dan Trakia Timur. Pada abad 19, beberapa orang Armenia perkotaan menjadi sangat kaya melalui koneksi mereka ke Eropa.