Hampir 300 Miliar Ton, Jumlah Dunia Kehilangan Es akibat Pencairan Gletser Tiap Tahun
Sebuah tim peneliti internasional merilis hasil penelitiannya terhadap 220.200 gletser di Bumi, tidak termasuk lapisan es di Greenland dan Antartika.
Penulis: Rica Agustina
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Hampir semua bongkahan es atau gletser di dunia kehilangan massa dengan kecepatan yang terus meningkat.
Dikutip dari Channel News Asia, gletser telah mencair dengan cepat sejak pertengahan abad ke-20 dan berkontribusi terhadap seperlima kenaikan permukaan laut global.
Sebuah tim peneliti internasional merilis hasil penelitiannya terhadap 220.200 gletser di Bumi, tidak termasuk lapisan es di Greenland dan Antartika, pada Rabu (28/4/2021).
Tujuan penelitian tesebut untuk mengevaluasi dengan tepat jumlah dan laju pencairan selama dua dekade terakhir.
Menganalisis gambar yang diambil oleh satelit Terra NASA, mereka menemukan bahwa antara 2000-2019, gletser dunia kehilangan rata-rata 267 miliar ton es setiap tahun.
Baca juga: Cari Oksigen demi sang Kakek via Twitter, Pemuda India Justru Dituntut, Dianggap Sebarkan Ketakutan
Baca juga: Warga Amerika Serikat Boleh Lepas Masker, Satgas Covid-19: Kondisi Indonesia Berbeda
Antara 2000 dan 2004, gletser dunia kehilangan 227 miliar ton es per tahun.
Sedangkan antara 2015-2019, rata-rata 298 miliar ton gletser mencair setiap tahun.
Pencairan gletser tersebut berkontribusi pada 21 persen kenaikan permukaan laut selama periode penelitian, setara dengan 0,74 milimeter per tahun.
Hal itu cukup untuk menenggelamkan Swiss menjadi enam meter di bawah permukaan air laut di setiap tahunnya.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature, menemukan bahwa gletser yang paling cepat mencair terletak di Alaska dan Pegunungan Alpen.
Para penulis juga menyatakan keprihatinannya tentang menyusutnya gletser gunung di Pegunungan Pamir, Hindu Kush, dan Himalaya, yang menyediakan air bagi lebih dari 1,5 miliar orang.
"Selama musim kemarau, air lelehan glasial merupakan sumber penting yang memberi makan saluran air utama seperti sungai Gangga, Brahmaputra, dan Indus," kata Romain Hugonnet, penulis utama studi dan peneliti di universitas ETH Zurich dan Universitas Toulouse.
Untuk itu, penyusutan gletser di Himalaya, lanjut Hugonnet, dapat membahayakan negara padat seperti India dan Bangladesh.
Sebab, kedua negara Asia Selatan itu terancam kekurangan air atau makanan dalam beberapa dekade.
"Saat ini, peningkatan pencairan ini bertindak sebagai penyangga bagi orang-orang yang tinggal di wilayah tersebut."
Baca juga: Standard Chartered Cari Oksigen untuk Karyawannya di Tengah Krisis Covid-19 Di India
Baca juga: Wamendag Tiru Korea Selatan Optimalkan Bisnis Gim Online
"Tetapi jika penyusutan gletser Himalaya terus meningkat, negara-negara berpenduduk padat seperti India dan Bangladesh dapat menghadapi kekurangan air atau makanan dalam beberapa dekade," papar Hugonnet.
Lebih lanjut, para penulis juga menemukan daerah di mana laju pencairan sebenarnya melambat pada 2000-2019, yaitu di pantai timur Greenland dan di Islandia dan Skandinavia.
Mereka mengaitkan hal itu dengan cuaca di Atlantik Utara yang menyebabkan curah hujan lebih tinggi dan suhu lebih rendah di wilayah tersebut, sehingga memperlambat hilangnya es.
Adapun temuan ini akan dimasukkan dalam laporan penilaian yang akan datang dari Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Hugonnet mengatakan kepada AFP bahwa penelitian tersebut telah mengurangi ketidakpastian dalam pengawasan pencairan gletser dengan faktor 10 kali lipat.
"Kami tahu lebih pasti apa kontribusinya terhadap kenaikan permukaan laut, tentang itu kami juga harus melihat di luar skala global," kata Hugonnet.
"Gletser, seperti lapisan es, berkontribusi pada kenaikan permukaan laut tetapi juga jauh lebih dekat dengan populasi, jadi mereka lebih memengaruhi siklus air dan bencana alam," sambungnya.
Baca juga: Amerika Serikat akan Bangun Infrastruktur di Norwegia untuk Dukung Operasi Sekutu di Kutub Utara
Baca juga: Inggris Kirim Konsentrator Oksigen dan Ventilator Ke India, Tapi Tidak Ada Vaksin Covid-19
Baca juga: Menang Piala Oscar 2021, Presiden Korea Selatan Beri Ucapan Selamat pada Youn Yuh Jung Minari
Baca juga: Film Blockbuster Korea SEOBOK Bakal Tayang Eksklusif di Indonesia
Berita lain terkait Pemanasan Global
(Tribunnews.com/Rica Agustina)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.