WHO Keluarkan Izin Penggunaan Darurat untuk Vaksin Covid-19 Moderna
Organisasi Kesehatan Dunia telah mendaftarkan vaksin Covid-19 Moderna untuk penggunaan darurat, pada Jumat (30/4/2021).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mendaftarkan vaksin Covid-19 Moderna untuk penggunaan darurat, pada Jumat (30/4/2021).
Badan kesehatan tersebut mengatakan, pengesahkan vaksin Moderna untuk penggunaan darurat diharapkan dapat mempercepat persetujuan vaksinasi.
"Tujuannya adalah untuk membuat obat-obatan, vaksin dan diagnosa tersedia secepat mungkin untuk mengatasi keadaan darurat," kata WHO dalam sebuah pernyataan.
Dilansir Al Jazeera, Asisten Direktur Jenderal WHO, Mariangela Simao mengatakan, penting untuk menyediakan lebih banyak vaksin.
Sebab India telah membatasi ekspor karena krisis infeksi di dalam negeri yang telah membebani sistem kesehatan negara itu.
Baca juga: Bio Farma Melobi 25,2 Juta Dosis Moderna dan Sinopharm untuk Vaksinasi Mandiri
Baca juga: Bio Farma Masih Nego Sinopharm dan Moderna untuk Pasok 25,2 Juta Dosis dalam Vaksinasi Gotong Royong
Dalam minggu ini, Moderna mengumumkan rencana perluasan jaringan produksinya untuk meningkatkan kapasitas hingga tiga miliar dosis pada 2022.
Kelompok Penasihat Strategis Ahli Imunisasi (SAGE) WHO pada Januari 2021, telah merekomendasikan vaksin Moderna untuk semua kelompok usia 18 tahun ke atas.
Pfizer dan mitranya dari Jerman, BionTech's shot, vaksin mRNA seperti Moderna, adalah vaksin pertama yang mendapatkan daftar penggunaan darurat WHO pada jam-jam terakhir tahun 2020.
Sejak itu, WHO telah menambahkan vaksin dari AstraZeneca-SK Bio, Serum Institute of India dan vaksin Johnson & Johnson ke dalam daftar.
Badan kesehatan PBB masih mempertimbangkan vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh pabrikan China Sinopharm dan Sinovac setelah peninjauan yang diperpanjang, dengan keputusan akan jatuh tempo pada akhir minggu depan.
Baca juga: Ada Vaksin Covid-19 Gotong Royong, Bio Farma Mulai Jajaki Vaksin Sinopharm dan Moderna
Moderna Mulai Menguji Vaksin Covid-19 pada Bayi Berusia 6 Bulan dan Anak di Bawah 12 Tahun
Perusahaan obat Moderna Inc telah memulai penelitian untuk menguji vaksin Covid-nya pada anak di bawah 12 tahun, termasuk bayi berusia enam bulan.
Informasi ini disampaikan oleh perusahaan pada Selasa (16/3/2021) kemarin.
Mengutip New York Times, studi ini diharapkan dapat mendaftarkan 6.750 anak sehat di Amerika Serikat (AS) dan Kanada.
Menurut Juru bicara Colleen Hussey, Moderna menolak untuk mengatakan berapa banyak yang sudah mendaftar atau menerima suntikan pertama.
"Ada permintaan besar untuk mencari tahu tentang memvaksinasi anak-anak dan apa fungsinya," kata Dr. David Wohl, Direktur Medis dari klinik vaksin di University of North Carolina, yang tidak terlibat dalam penelitian ini.
Baca juga: Panglima TNI dan Kapolri Pimpin Vaksinasi Prajurit TNI-Polri dan Lansia di Semarang
Baca juga: Ada Vaksin Covid-19 Gotong Royong, Bio Farma Mulai Jajaki Vaksin Sinopharm dan Moderna
Dalam studi terpisah, Moderna tengah menguji vaksinnya pada 3.000 anak berusia 12 hingga 17 tahun.
Hasilnya kemungkinan akan dikeluar pada musim panas mendatang.
Setelah itu, vaksin tersebut harus memperoleh izin agar dapat digunakan pada anak-anak, untuk itu akan perlu waktu sampai dapat digunakan.
Banyak orang tua menginginkan perlindungan bagi anak-anak mereka dan memvaksinasi anak-anak harus membantu menghasilkan kekebalan kawanan yang dianggap penting untuk menghentikan pandemi.
American Academy of Pediatrics telah menyerukan perluasan uji coba vaksin untuk memasukkan anak-anak.
Efek samping vaksin seperti demam, nyeri lengan, kelelahan, dan nyeri pada persendian serta otot bisa lebih intens pada anak-anak daripada pada orang dewasa.
Para dokter mengatakan penting bagi orangtua untuk menaruh perhatian lebih setelah anak-anak mereka divaksinasi.
Baca juga: Jika Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Berpergian, Satgas IDI Ingatkan Diskriminasi
Terima 2 Suntikan Berjarak 28 Hari
Dalam studi Moderna, setiap anak akan menerima dua suntikan dengan jarak 28 hari.
Studi ini akan memiliki dua bagian.
Yang pertama, anak-anak berusia dua tahun hingga kurang dari 12 dapat menerima dua dosis masing-masing 50 atau 100 mikrogram.
Mereka yang berusia di bawah dua tahun dapat menerima dua suntikan 25, 50 atau 100 mikrogram.
Baca juga: C40 Mayoral Webinar Bersama Dirjen WHO, Anies Jelaskan Strategi Vaksinasi Berkeadilan di Jakarta
Untuk setiap kelompok, anak pertama yang divaksinasi akan menerima dosis terendah dan akan dipantau reaksinya sebelum peserta diberikan dosis yang lebih tinggi.
Kemudian, peneliti akan melakukan analisis sementara guna menentukan dosis mana yang paling aman dan paling mungkin melindungi setiap kelompok umur.
Anak-anak di bagian studi kedua akan menerima dosis yang dipilih oleh analisis atau suntikan plasebo yang terdiri dari air asin.
Program ini dikembangkan Moderna dengan bekerja sama bersama National Institute of Allergy and Infectious Diseases.
Perusahaan dan institut tersebut juga bekerja sama dalam studi tersebut, bersama dengan Otoritas Penelitian dan Pengembangan Lanjutan Biomedis federal.
Anak-anak tersebut akan dipantau selama setahun, untuk mencari efek samping dan mengukur kadar antibodi yang akan membantu peneliti menentukan apakah vaksin tersebut tampaknya memberikan perlindungan.
Baca juga: Qatar Keluarkan Izin Penggunaan Darurat Vaksin Covid-19 Moderna
Kadar antibodi akan menjadi indikator utama, tetapi para peneliti juga akan mencari infeksi virus corona, dengan atau tanpa gejala.
Dr Wohl mengatakan bahwa studi tersebut tampaknya dirancang dengan baik dan kemungkinan besar akan efisien.
Tetapi, dia mempertanyakan mengapa anak-anak hanya diamati selama satu tahun, ketika orang dewasa dalam studi Moderna dipantau selama dua tahun.
Dia juga mengatakan agak terkejut melihat vaksin itu diuji pada anak-anak yang begitu muda secepat ini.
"Haruskah kita belajar dulu apa yang terjadi pada anak-anak yang lebih tua sebelum kita pergi ke anak-anak yang sangat muda?," tanya Dr Wohl.
"Kebanyakan anak kecil tidak menjadi sangat sakit akibat Covid," katanya.
Meskipun , kata Dr Wohl, tak dipungkiri beberapa mengembangkan sindrom peradangan parah yang dapat mengancam nyawa.
Baca juga: Mengenal Vaksin Covid-19 dari Johnson & Johnson, Hanya Butuh Satu Kali Suntikan
Berita lain terkait Penanganan Covid
Berita lain terkait Vaksinasi Covid-19
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.