Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dua Tahanan Overstay Dibebaskan, Kritik Imigrasi Jepang

Louis juga mengkritik keras karena saat istrinya hamil pihak imigrasi Jepang disebutkan seolah ingin membunuh anaknya.

Editor: Dewi Agustina
zoom-in Dua Tahanan Overstay Dibebaskan, Kritik Imigrasi Jepang
Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo
Dari kanan: Thomas Ash, pembuat film Ushiku mengenai tahanan imigrasi di Jepang, Deniz warga Turki suku Kurdi yang dilepas sementara dari tahanan imigrasi Jepang, Louis Christian, warga Kamerun Afrika Tengah yang dilepas sementara dari tahanan imigrasi Jepang (kiri) 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Deniz, warga Turki suku Kurdi dan Louis Christian, warga Kamerun Afrika Tengah, mengkritik imigrasi Jepang.

Deniz dan Louis Christian adalah penduduk overstay (pelanggaran izin tinggal karena melebihi batas akhir visa) yang dibebaskan sementara dari tahanan imigrasi Jepang.

Keduanya didampingi pembuat film Ushiku, Thomas Ash, yang mendokumentasikan film para overstay di tahanan Ushiku Jepang.

"Saya tiba di Jepang tahun 2002. Setelah satu minggu saya mengajukan visa suaka (namin) ke imigrasi Jepang, selalu ditolak, saya ditahan 7 tahun di Jepang," kata Louis dalam jumpa pers, Kamis (20/5/2021) di klub wartawan asing Jepang (FCCJ).

"Lalu tahun 2009 saya menikah dengan wanita Jepang, tetapi imigrasi Jepang selalu menyarankan ke istri saya agar menceraikan saya karena perkawinan palsu. Semua hal yang ada di dalam tahanan disembunyikan dan tak pernah diberitakan di Jepang," tambahnya.

Louis juga mengkritik keras karena saat istrinya hamil pihak imigrasi Jepang disebutkan seolah ingin membunuh anaknya.

Dari kanan: Thomas Ash, pembuat film Ushiku mengenai tahanan imigrasi di Jepang, Deniz warga Turki suku Kurdi yang dilepas sementara dari tahanan imigrasi Jepang, Louis Christian, warga Kamerun Afrika Tengah yang dilepas sementara dari tahanan imigrasi Jepang (kiri)
Dari kanan: Thomas Ash, pembuat film Ushiku mengenai tahanan imigrasi di Jepang, Deniz warga Turki suku Kurdi yang dilepas sementara dari tahanan imigrasi Jepang, Louis Christian, warga Kamerun Afrika Tengah yang dilepas sementara dari tahanan imigrasi Jepang (kiri) (Koresponden Tribunnews.com/Richard Susilo)
Berita Rekomendasi

"Imigrasi Jepang mau bunuh anak saya, mau rusak rumah tangga saya," katanya dengan emosional.

Kritikan pedas juga disampaikan oleh Deniz warga Turki dari suku Kurdi.

"Pihak imigrasi seolah mengancam kita semua supaya tidak bicara ke luar, membuat kita lemah. Saya bersyukur bisa bicara bersaksi di film Ushiku buatan Thomas," kata Deniz.

Deniz tiba di Jepang tahun 2007 dan menikah dengan wanita Jepang, sempat 3,5 tahun ditahan pihak imigrasi Jepang.

"Saya diperlakukan tidak baik, makanan tidak enak, dibully dan sebagainya selama di dalam tahanan," kata dia.

Film Ushiku produksi Thomas diakuinya "melanggar aturan yang ada" karena membuat syuting film di dalam tahanan yang sebenarnya dilarang.

Baca juga: WNI Overstay di Jepang Berharap Dapat Divaksinasi Covid-19 di Negeri Sakura

Thomas diam-diam secara rahasia melakukan syuting film di dalam tahanan Ushiku Jepang dan juga mewawancarai beberapa tahanan asing untuk difilmkan.

"Saya siap menghadapi segala risiko meskipun saya telah melanggar aturan yang ada. Tapi tolong fokus ke para tahanan yang telah dilanggar hak asasi manusia," paparnya kepada Tribunnews.com.

Salah satu tahanan yang ditayangkan di dalam film Ushiku, menurut Thomas mengatakan setuju untuk ditayangkan, meskipun namanya dan identitas negaranya disembunyikan.

Namun pengacara salah satu tahanan yang ditayangkan tersebut keberatan karena dikhawatirkan tahanan itu akan mendapat kesulitan dari pihak imigrasi Jepang selama di dalam tahanan imigrasi di Ushiku.

"Mengapa anda menayangkan di film, sementara tidak mendapat izin dari saya sebagai pengacaranya?" kata sang pengacara tahanan tersebut.

Baca juga: Giveaway untuk Fans International Berhadiah Jersi dari Operator Liga Jepang

Thomas mengakui dia tak bisa menahan lebih lanjut film tersebut karena keburu dikirimkan ke festival film internasional Frankfurt yang akan dimulai Juni mendatang.

"Keberatan itu datang dua hari setelah film tersebut dikirimkan ke sana, jadi tak bisa dihentikan lagi," ungkapnya.

Namun Thomas sangat yakin dan beberapa kali merekam, tahanan tersebut memang telah mengizinkan, setuju untuk dirinya ditayangkan dalam film dokumenter Ushiku.

Beberapa orang sukarelawan pendukung kedua tahanan Ushiku juga mengkritik Thomas yang melakukan pembuatan film Ushiku tanpa mendapat izin dari pengacara salah seorang yang muncul di film tersebut.

"Tolong para volunteer jangan halangi kami, jangan bicara dengan mulut kotor ke mana-mana mengenai kami, diam saja baiknya, dukung saja film Ushiku tersebut," kata Deniz membela Thomas.

Sementara itu upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas