Mayoritas Penduduk Jepang Menolak Olimpiade Tokyo 2020, Politisi: Kami Tidak Dapat Menunda Lagi
Mayoritas warga Jepang ingin penyelenggaraan Olimpiade Tokyo 2020 dibatalkan atau ditunda karena khawatir akan penularan virus corona (COVID-19).
Penulis: Rica Agustina
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Jejak pendapat publik secara konsisten menunjukkan bahwa mayoritas warga Jepang ingin Olimpiade Tokyo 2020 dibatalkan atau ditunda.
Olimpiade Musim Panas 2020 yang secara resmi dikenal dengan Games of the XXXII Olympiad rencananya akan dibuka pada 23 Juli dan ditutup pada 8 Agustus 2021.
Ajang olahraga internasional itu semula dijadwalkan untuk diselenggarakan di Tokyo, Jepang, pada 24 Juli hingga 9 Agustus 2020.
Dikutip dari Channel News Asia, penundaan tersebut terjadi karena pandemi virus corona (COVID-19) yang masih menyebar di Jepang.
Setelah penundaan selama satu tahun itu, kini warga Jepang ingin Olimpiade dibatalkan atau ditunda karena khawatir dengan keamanan penyelenggaraan di tengah pandemi.
Baca juga: Setelah Pembatalan Public Viewing, Koike Siapkan Pos Pertolongan Pertama Olimpiade Jepang
Baca juga: Burung Dara Tidak Dilepaskan di Pembukaan Olimpiade Jepang 23 Juli 2021
Mayoritas Majelis Metropolitan Tokyo merasakan hal yang sama, surat kabar Tokyo Shimbun mengatakan pada Kamis (3/6/2021).
Namun, politisi sekaligus presiden komite penyelenggara, Seiko Hashimoto, mengatakan pemerintah tidak dapat menundanya.
"Kami tidak dapat menunda lagi," kata mantan atlet seluncur es dan atlet lari lintasan sepeda itu kepada surat kabar Nikkan Sports.
Diberitakan sebelumnya, untuk mengurangi kekhawatiran penularan COVID-19, pihak penyelenggara telah memberlakukan pelarangan penonton asing.
Meski demikian, para pejabat juga belum memutuskan apakah akan mengizinkan penggemar Jepang untuk hadir.
Menteri Ekonomi, Yasutoshi Nishimura, mengatakan penggemar yang bersemangat, berteriak, dan berpelukan, dapat menimbulkan risiko penularan.
Adapun hingga kini, kota-kota yang akan menjadi tuan rumah pelatihan atau acara Olimpiade semakin menyatakan kekhawatirannya.
Warga kota-kota itu khawatir pengunjung dapat menyebarkan varian virus dan menguras sumber daya medis.
Warga Kota Ota telah membanjiri pemerintahnya dengan keluhan atas keputusan untuk memberikan vaksinasi preferensial kepada staf kota dan hotel yang merawat atlet Australia.
Kota sekitar 80 kilometer barat laut ibu kota Tokyo itu adalah tempat kamp pelatihan tim softball Australia, yang minggu ini menjadi tim nasional pertama yang tiba di Jepang.
Kota Kurume di prefektur selatan Fukuoka menarik diri dari menjadi tuan rumah kamp pelatihan pra-Olimpiade Kenya, kata komite Olimpiade negara Afrika itu, Rabu (2/6/2021).
Seorang pemain di tim U-24 Ghana dinyatakan positif terkena virus setelah tiba untuk pertandingan persahabatan, kata Asosiasi Sepak Bola Jepang (JFA).
Sementara itu, di Taiwan, Asosiasi Bisbol China Taipei menarik diri dari pertandingan kualifikasi Olimpiade di Meksiko karena situasi infeksi di pulau itu membuat tim tidak bisa berlatih.
Meski begitu, Taiwan masih berharap para atletnya akan memiliki kesempatan untuk bertanding.
Menteri Luar Negeri, Joseph Wu, mengatakan kepada wartawan bahwa upaya Jepang dan pejabat Olimpiade internasional untuk mengadakan acara tersebut sangat patut dihargai.
Jepang sedang berjuang melawan gelombang infeksi keempat dengan hanya 50 hari tersisa untuk dimulainya Olimpiade.
Tetapi peluncuran vaksinnya lambat dan Tokyo termasuk di antara 10 wilayah di mana keadaan darurat akan berjalan hingga 20 Juni 2021.
Jepang telah menghindari infeksi skala besar dari negara lain tetapi kasus yang parah meningkat dalam wabah terbaru.
Penghitungannya mencapai hampir 750.000, dengan lebih dari 13.000 kematian.
Penasihat medis terkemuka, Shigeru Omi, menjadi lebih vokal tentang kekhawatiran para ahli mengenai penyelenggaraan Olimpiade.
Baca juga: Beberapa Pengaturan Ketat Bagi Atlet dan Officials yang Berpartisipasi di Olimpiade Jepang
Baca juga: Sosok Carolina Marin, Calon Jawara Tunggal Putri yang Terpaksa Absen di Olimpiade Tokyo 2020
Pada Rabu (2/6/2021), Omi mengatakan kepada komite parlemen bahwa tidak normal menjadi tuan rumah Olimpiade di tengah serentetan infeksi saat ini.
Penyelenggara pun harus memiliki tanggung jawab untuk mengurangi acara jika situasinya berlanjut.
Dan pada Kamis (3/6/2021), Omi mengatakan kepada anggota parlemen bahwa bimbingan kepada pemerintah dari pejabat kesehatan masyarakat, termasuk dirinya sendiri, tidak sampai ke Komite Olimpiade Internasional (IOC).
IOC adalah organisasi yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan Olimpiade.
"Kami sekarang mempertimbangkan di mana kami harus memberikan saran kami," katanya.
"Jika mereka ingin mengadakan (Olimpiade), tugas kami adalah memberi tahu mereka apa risikonya," sambung Omi.
Berita lain seputar Olimpiade Tokyo 2020
(Tribunnews.com/Rica Agustina)