PBB: Laporan Tahunan Children and Armed Conflict Sebut 19.379 Anak Kena Dampak Perang
PBB mengungkapkan bahwa laporan tahunan CAAC yang dirilis pada Senin (21/6/2021) mengatakan setidaknya 19.379 anak terkena dampak perang pada 2020.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
![PBB: Laporan Tahunan Children and Armed Conflict Sebut 19.379 Anak Kena Dampak Perang](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/puing-puing-gaza.jpg)
TRIBUNNEWS.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan bahwa laporan tahunan Children and Armed Conflict (CAAC) yang dirilis pada Senin (21/6/2021) mengatakan setidaknya 19.379 anak terkena dampak perang pada 2020.
Dijelaskan, puluhan ribu anak-anak itu telah menjadi korban pelanggaran berat seperti perekrutan atau pemerkosaan.
"Pelanggaran berat terhadap anak-anak dalam konflik sangat tinggi, pandemi virus corona juga meningkatkan kerentanan terhadap penculikan, perekrutan dan kekerasan seksual," ungkap PBB.
Melansir Al Jazeera, PBB memverifikasi total 26.425 pelanggaran berat, 23.946 di antaranya dilakukan pada 2020.
“Eskalasi konflik, bentrokan bersenjata dan pengabaian terhadap hukum humaniter internasional dan hukum hak asasi manusia internasional berdampak parah pada perlindungan anak-anak,” ungkap laporan tersebut.
Laporan itu menyebut jumlah tertinggi pelanggaran berat tercatat di Afghanistan, Republik Demokratik Kongo (DRC), Somalia, Suriah, dan Yaman.
Baca juga: Milisi Bersenjata Myanmar Nyatakan Perang terhadap Junta, Bentrokan Pecah di Kota-kota Besar
Baca juga: Gunung Nyiragongo Meletus, Warga Kongo Panik dan Menyelamatkan Diri ke Rwanda
![ILUSTRASI. Anak-anak Palestina mengibarkan bendera nasional Palestina saat mereka bermain di antara puing-puing bangunan yang dihancurkan oleh pemboman Israel bulan lalu di Jalur Gaza, di Khan Yunis, di Jalur Gaza selatan pada 19 Juni 2021.](https://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/puing-puing-gaza.jpg)
Sementara lebih dari 8.400 anak terbunuh atau terluka dalam perang yang sedang berlangsung, hampir 7.000 lainnya direkrut untuk berperang, terutama di DRC, Somalia, Suriah, dan Myanmar.
"Kasus-kasus penculikan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak yang terverifikasi meningkat, masing-masing sebesar 90 dan 70 persen," kata laporan itu.
Serangan terhadap sekolah dan rumah sakit juga lazim pada 2020, termasuk serangan serius yang dilakukan terhadap pendidikan anak perempuan dan terhadap fasilitas kesehatan dan staf mereka.
"Ada juga peningkatan penggunaan militer di sekolah dan rumah sakit, terutama dengan penutupan singkat sekolah selama penguncian COVID – menjadikannya sasaran empuk untuk pendudukan dan penggunaan militer," kata laporan itu.
“Perang orang dewasa telah merenggut masa kanak-kanak jutaan anak laki-laki dan perempuan lagi pada tahun 2020,” kata Virginia Gamba, Wakil Khusus Sekretaris Jenderal untuk CAAC.
“Ini benar-benar menghancurkan bagi mereka, tetapi juga untuk seluruh komunitas tempat mereka tinggal, dan menghancurkan peluang untuk perdamaian yang berkelanjutan.”
Baca juga: Koalisi Children Protection Malang Ambil Sikap Atas Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di SPI Batu
Baca juga: HP Indonesia dan PJI Akrabkan Siswa SD dengan Sainstek Lewat Program STEM Education for Children
Save the Children Kritis CAAC
Sementara itu, Save the Children dalam sebuah pernyataan pada Senin (21/6/2021) mengkritik CAAC karena gagal menambahkan pelaku pelanggaran terhadap anak-anak ke dalam "daftar rasa malu".