Dirjen WHO Peringatkan Kemungkinan Munculnya Varian Lebih Berbahaya Dibandingkan Delta
Lonjakan mutasinya bahkan memiliki sifat lebih menular dan berbahaya dibandingkan varian B.1.67.2 (Delta) yang ada.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JENEWA - Direktur Jenderal (Dirjen) Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus memperingatkan pada hari Rabu waktu setempat bahwa kemungkinan umat manusia di dunia akan segera melihat lonjakan mutasi virus corona (Covid-19).
Lonjakan mutasinya bahkan memiliki sifat lebih menular dan berbahaya dibandingkan varian B.1.67.2 (Delta) yang ada.
"Semakin banyak penularan, semakin banyak varian yang akan muncul dengan potensi lebih berbahaya daripada varian Delta, padahal varian Delta saja sudah menyebabkan kehancuran seperti saat ini. Dan semakin banyak varian, semakin tinggi kemungkinan salah satu dari mereka (varian itu) akan kebal terhadap vaksin dan membawa kita semua kembali ke titik awal," kata Tedros, dalam sesi ke-138 Komite Olimpiade Internasional.
Ia menegaskan bahwa terlepas dari penemuan dan peluncuran program vaksinasi di seluruh dunia, serta langkah-langkah pencegahan lainnya yang dilakukan banyak negara untuk menahan pandemi, dunia saat ini berada di ambang gelombang virus corona lainnya.
Dikutip dari laman Sputnik News, Rabu (21/7/2021), Tedros kemudian menekankan bahwa salah satu faktor yang mendorong lonjakan varian baru ini adalah karena kurangnya akses yang sama terhadap vaksin.
Baca juga: BPOM Larang Promosi Ivermectin sebagai Obat Terapi Covid-19
Perlu diketahui, secara khusus, hanya 1 persen dari populasi negara-negara berpenghasilan rendah yang telah menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Mirisnya, angka tersebut jauh berbeda jika dibandingkan dengan lebih dari setengah populasi di negara-negara maju yang telah mendapatkan dosis yang sama.
Menurutnya, masih ada ketidakadilan global dalam berbagi vaksin antara negara maju dengan negara miskin.
Padahal vaksinasi adalah cara lain untuk memerangi pandemi, selain tes dan perawatan.
Jika ketidakadilan akses terhadap vaksin masih terjadi, maka ini tidak hanya berkontribusi pada 'kekacauan sosial dan ekonomi' namun juga pada penyebaran virus lebih lanjut.