Erick Thohir Ceritakan Pengalaman Bertemu Indra Rudiansyah, Mahasiswa RI di Balik Vaksin AstraZeneca
Nama Indra Rudiansyah belakangan mendapat banyak sorotan karena menjadi salah satu tim klinis pengembangan vaksin Oxford/AstraZeneca.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
Sehingga dia memutuskan bergabung dalam tim Jenner Institute yang dipimpin profesor Vaksinologi Universitas Oxford, Sarah Gilbert.
Kepada Antara London, Indra mengaku bahwa sebenarnya vaksin corona bukan penelitian utamanya untuk thesis, melainkan vaksin malaria.
Namun dia mengaku bangga bisa bergabung dalam tim uji klinis vaksin Covid-19 AstraZeneca.
Bersama timnya, Indra bertugas menguji antibody response dari para relawan yang sudah divaksinasi.
Menurut laporan Kompascom Reporter on Location, Indra menilai proses pengembangan vaksin AstraZeneca termasuk sangat cepat.
Ini karena hasil data uji preklinis dan inisial data untuk safety serta imunogenitas di manusia dapat dihasilkan dalam enam bulan.
"Biasanya untuk vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan ini," ujar Indra.
Baca juga: Indonesia Kedatangan Total 2,5 Juta Vaksin: 1 Juta Astrazeneca dan 1,5 Juta Moderna
Baca juga: Dianggap Lebih Aman dan Efektif, Vietnam Akan Campur Dosis Vaksin AstraZeneca dan Pfizer
Menurut laman Linkedinnya, Indra saat ini tengah menjalani studi S3 Clinical Medicine di Universitas Oxford.
Sebelumnya, pria asal Bandung ini lulus dari S1 Mikrobiologi ITB pada 2013.
Lalu melanjutkan pendidikan S2 Bioteknologi ITB dengan Fast Track Program dan lulus pada 2014.
Selama bekerja menjadi tim uji klinis vaksin AstraZeneca, Indra mengaku harus bekerja secara dinamis, sigap, dan cepat.
Menurut laporan Reuters pada 21 Juli 2021 dari studi terbaru yang dipublikasikan di New England Journal of Medicine, dua dosis vaksin AstraZeneca efektif melawan varian Delta yang menjadi salah satu penyebab lonjakan Covid-19 di Indonesia.
Studi mengatakan, dua dosis vaksin AstraZeneca 67% efektif terhadap varian Delta, naik dari 60% yang dilaporkan semula.
Selain itu 74,5% efektif terhadap varian Alpha, dibandingkan dengan perkiraan awal yakni hanya 66%.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani) (Kompas.com/Aditya Jaya Iswara)