Pro Kontra Naomi Osaka Hingga Pemecatan Redaktur Penerbitan Jepang
Seorang redaktur yang dipecat dari perusahaan penerbitan besar Tokuma Shoten karena memposting kata-kata berbau diskriminasi terhadap Naomi Osaka.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Osaka Naomi (23), petenis dunia dari Jepang kembali menuai pro dan kontra, bukan karena ulahnya tapi terkait diskriminasi.
Bahkan ada seorang editor yang dipecat dari perusahaan penerbitan besar Tokuma Shoten karena memposting kata-kata berbau diskriminasi terhadap Naomi Osaka.
Juga muncul "keributan" antar penulis atau wartawan Australia Will Swanton yang terbit 24 Juli 2021 di The Australian berseberangan pendapat dengan penulis Kuni Miyake, Presiden Foreign Policy Institute and research director di Canon Institute for Global Studies yang tulisannya muncul di The Japan Times 25 Juli 2021.
Swanton mempertanyakan jati diri Osaka, apakah Osaka memang seorang Jepang?
Kemudian Swanton menulis, "Kepindahan Osaka ke AS dari Jepang pada usia 3 tahun sebagai bukti kurangnya koneksi ke negara asalnya. Osaka telah ada sejak itu. Jika ini adalah aturan kelayakan Negara Asal, dia akan mengenakan jersey AS".
Wartawan itu juga mempertanyakan kewarganegaraan ganda Osaka sebagai bukti mengapa dia seharusnya tidak diizinkan menyalakan api.
"Mungkin dia merasa Jepang sampai ke bootstrapnya, tapi dia membawa paspor ganda," tulis Swanton.
Pemberitaan negatif mengenai Osaka tersebut ditentang keras Miyake dalam tulisannya di The Japan Times 25 Juli 2021.
Baca juga: Penerbit Jepang Batalkan Kontrak Dengan Redakturnya karena Postingan Diskriminasi Kepada Naomi Osaka
"Saya merasakan sesuatu yang aneh, jika tidak salah, tentang berita-berita media itu. Ya, Osaka lahir di Jepang tetapi dia dan keluarganya--seorang ayah dari Haiti, seorang ibu Jepang, dan seorang saudara perempuan--pindah ke New York ketika dia berusia 3 tahun dan mulai bermain tenis. Sekarang tinggal di Florida, Osaka memegang kewarganegaraan ganda AS dan Jepang dan menyebut Amerika sebagai rumah," tulis Miyake.
Bagaimana Osaka yang multikultural bisa mewakili Jepang?
Bukan karena dia tidak punya pilihan lain, melainkan karena ayahnya ingin dia bermain untuk Jepang karena alasan keuangan.
Asosiasi Tenis Jepang (JTA) dilaporkan telah menawarkan lebih banyak dukungan finansial daripada mitranya di AS.
JTA telah membuat penilaian yang sangat penting. Saya merasakan perasaan aneh lainnya tentang komentar stereotip tentang kemenangan Osaka.
Beberapa pakar ekspatriat yang tinggal di Jepang sering mengkritik xenofobia dan diskriminasi dalam masyarakat Jepang.
Mereka mengklaim bahwa warga negara Jepang ras campuran diperlakukan tidak adil dan pemerintah Jepang harus mengubah kebijakan xenofobianya.
Setelah Miyake tinggal di Taiwan, Amerika Serikat, Mesir, Irak dan Cina sejak tahun 1976, "Bagaimanapun, saya memiliki pandangan yang berbeda tentang isu-isu yang berkaitan dengan "xenophobia" Jepang.
Pertama, setelah menjabat sebagai diplomat selama 27 tahun di Kementerian Luar Negeri, kesimpulan saya adalah bahwa diskriminasi dan xenophobia sangat manusiawi dan cukup umum di mana-mana."
Di Timur Tengah, misalnya, setiap bangsa, suku, klan, dan individu melakukan diskriminasi terhadap orang lain, terutama jika Anda termasuk minoritas kecil di daerah yang mayoritas besar bangsa, suku, klan, atau individunya berbeda.
"Contoh khas adalah orang-orang Yahudi dan Kristen di wilayah tersebut. Impian tentang Eropa yang terbuka dan non-diskriminatif baru-baru ini telah terkikis dan nasionalisme yang tidak sehat, populisme, dan diskriminasi xenofobia terhadap imigran Muslim dari sisi lain Mediterania sedang meningkat. Tentu saja, AS juga tidak terkecuali."
Kedua, Jepang juga sedang belajar. Sekarang dengan cepat menjadi masyarakat multiras dan multikultural, terutama di beberapa daerah pinggiran kota--sesuatu yang tidak pernah dibayangkan akan terjadi.
"Dengan undang-undang kontrol imigrasi yang diamandemen, hingga 340.000 pekerja non-Jepang baru diharapkan dalam lima tahun ke depan untuk bergabung dengan 1,3 juta tenaga kerja asing yang kuat."
Di pusat kota Tokyo, misalnya, Shin-Okubo sudah menjadi kota multi-etnis dan pejalan kaki berbicara bahasa asing seperti Korea, Cina, Turki, Arab dan Urdu, dan lainnya.
Baca juga: Tak Ingin Kesehatan Mentalnya Terganggu, Naomi Osaka Pilih Lewatkan Sesi Wawancara di French Open
Sebagian besar penduduk di beberapa kompleks perumahan di Kota Warabi dan Kawaguchi di Prefektur Saitama adalah non-Jepang.
"Di Jepang, dan terutama di pedesaan, orang asing dan orang Jepang biracial sudah tidak jarang lagi. Hidup dengan ratusan. Di tempat-tempat itu, warga negara Jepang adalah minoritas, tetapi mereka belajar tentang bagaimana bergaul dengan baik dengan pendatang asing dan membuat kemajuan dari ribuan Naomi Osaka di Jepang menjadi kenyataan di sini."
Ketiga, Osaka sangat Jepang. Dia berkata setelah pertandingan, "Selamat untuk Petra, saya selalu ingin bermain dengan Anda. Anda telah melalui banyak hal dan sejujurnya saya tidak ingin ini menjadi pertandingan pertama kami. Benar-benar luar biasa dan saya sangat menghormati permainannya. Tidak seperti di New York, ternyata dia mendapat reaksi yang sangat positif di Melbourne."
Keempat, Miyake menemukan satu dilema besar bagi Jepang. Hukum Jepang mengharuskan warga negara Jepang dengan lebih dari satu kewarganegaraan untuk menyerahkan yang lain ketika mereka berusia 22 tahun.
"Akankah Osaka melepaskan kewarganegaraan AS-nya? Jika tidak, Jepang akan kehilangan salah satu petenis Jepang terhebat. Sudah waktunya bagi Jepang untuk mengizinkan kewarganegaraan ganda."
Ppro dan kontra mengenai Osaka memang sangat keras terjadi di Jepang. Apalagi kalau sudah mengarah kepada diskriminasi.
Tak heran Redaktur Tokuma Shoten dipecat per 28 Juli 2021 karena dia memposting akun pribadi twitternya dengan kata-kata yang berbau diskriminasi.
Akhirnya Tokuma Shoten yang meminta maaf resmi di websitenya pada 28 Juli 2021 kepada masyarakat dengan kelakuan sang mantan Redaktur tersebut yang memposting berbau diskriminasi mengenai Osaka.
Bagaimana tanggapan Osaka atas pro dan kontra terhadapnya?
Osaka ternyata orang yang baik, supel, banyak senyum dan melayani serta menjawab pertanyaan wartawan dengan baik.
Tak ada yang perlu dipertanyakan mengenai Osaka, kecuali dalam pertandingan di mana pun, tentu ada yang kalah dan ada yang menang. Hal yang biasa di mana pun terjadi.
Sementara itu beasiswa (ke Jepang) dan upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.