Hukum Polisi Maritim China Tidak Diakui Internasional, Jepang pun Resah
Menteri Pertahanan mengirim pesan yang kuat kepada masyarakat internasional bahwa ia akan terus berbagi keprihatinan tentang Hukum Polisi Maritim.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Hukum polisi maritim China yang memberikan kekuasaan penuh kepada pasukan penjaga pantai China (CCG) untuk menggunakan senjata api, efektif mulai 1 Februari 2021, tidak diakui internasional. Hal ini membuat pihak Jepang prihatin.
"Selama ini memang kapal penjaga pantai belum mencapai titik penggunaan senjata di perairan sekitar Prefektur Okinawa dan Kepulauan Senkaku, tetapi pemerintah Jepang mewaspadai China, yang memperkuat gerak majunya ke lautan. Saat ini kita berperang dalam "perang opini publik", seperti mencari pemahaman tentang masalah hukum," ungkap sumber Tribunnews.com, Senin (2/8/2021).
Pada konferensi pers tanggal 30 Juli, Menteri Pertahanan Jepang Nobuo Kishi mengirim pesan yang kuat kepada masyarakat internasional bahwa ia akan terus berbagi keprihatinan tentang Hukum Polisi Maritim.
Serta menentang upaya sepihak untuk mengubah status quo dengan latar belakang kekuasaan.
"Hukum Polisi Maritim China itu adalah wilayah laut yang secara sepihak oleh China dianggap sebagai "wilayah laut yurisdiksi" dan memungkinkan kapal polisi laut untuk menggunakan senjata. Pemerintah Jepang telah menunjukkan bahwa itu mungkin melanggar Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut, dengan mengatakan bahwa wilayah laut yang berlaku tidak jelas. Hukum itu tidak diakui internasional," papar Menteri Nobuo Kishi.
Seorang eksekutif Kementerian Pertahanan mengatakan, "Kekhawatiran tentang penggunaan senjata belum terwujud sejauh ini, tetapi kegiatan kapal penjaga pantai di sekitar Kepulauan Senkaku agak aktif."
"Navigasi di dalam zona kontinental terjadi selama 157 hari berturut-turut dari 13 Februari hingga 19 Juli 2021, memperbarui rekor terpanjang 111 hari tahun lalu. Pada akhir Juli, ada 25 kasus invasi ke wilayah Senkaku, yang telah melebihi dibandingkan tahun lalu hanya 24 kasus," ungkapnya.
Metode China di sekitar Senkaku disebut "taktik salami". Dengan mengumpulkan fakta-fakta kecil seperti mengiris salami tipis-tipis, tujuan akhir tercapai supaya Senkaku bisa diakui dunia sebagai milik China.
Di sisi lain, pemerintah Jepang memperkuat tindakan pencegahan pasca pemberlakuan UU Polisi Maritim.
Salah satunya adalah "perang opini publik" yang menyebarkan citra tindakan China di dalam dan luar negeri, dengan mengatakan bahwa hal itu mengganggu ketertiban laut.
Kementerian Pertahanan Jepang memposting komentar tentang Hukum Polisi Maritim di situs webnya dalam bahasa Inggris dan bahasa lainnya.
Baca juga: Para Gubernur se-Jepang Usulkan Lockdown
Dalam bahasa Inggris dapat dilihat di: https://www.mod.go.jp/en/d_act/sec_env/ch_ocn/index.html
Setelah menunjukkan kemungkinan bahwa undang-undang tersebut melanggar hukum internasional, "situasi aktual" CCG yang memperkuat warna militer, seperti memperkuat peralatan kapal polisi Angkatan Laut China dan menduduki pos utama dengan orang-orang dari Angkatan Laut diperkenalkan.
Selain itu, Menteri Nobuo Kishi mengangkat masalah hukum pada pembicaraan bilateral dan konferensi internasional setelah penegakan Hukum Polisi Maritim.
"Kami ingin memberikan dukungan kami di luar negara-negara seperti Amerika Serikat dan Australia yang memiliki keprihatinan yang sama," tambah Kishi.
Sementara itu beasiswa (ke Jepang) dan upaya belajar bahasa Jepang yang lebih efektif melalui aplikasi zoom terus dilakukan bagi warga Indonesia secara aktif dengan target belajar ke sekolah di Jepang. Info lengkap silakan email: info@sekolah.biz dengan subject: Belajar bahasa Jepang.