Pemimpin Oposisi Malaysia Anwar Ibrahim Gelar Unjuk Rasa, Serukan PM Muhyiddin Yassin untuk Mundur
Anwar Ibrahim dan anggota parlemen Malaysia lainnya gelar unjuk rasa setelah sidang parlemen ditunda, meminta perdana menteri untuk mundur.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Miftah
TRIBUNNEWS.COM - Anggota oposisi parlemen Malaysia pada Senin (2/8/2021) kembali menyerukan agar Perdana Menteri Muhyiddin Yassin untuk mengundurkan diri, sambil mengkritik pemerintahnya karena menunda hari terakhir sidang khusus Parlemen.
Dilansir The Straits Times, anggota parlemen sebelumnya mengatakan mereka tetap akan menghadiri Parlemen hari ini meskipun ada penundaan.
Namun, langkah mereka tercegah setelah polisi memblokir akses jalan ke gedung parlemen.
Rombongan demonstran yang terdiri lebih dari 100 anggota parlemen kemudin berkumpul di lapangan dekat Merdeka Square.
Di alun-alun, Pemimpin Oposisi Anwar Ibrahim menyebut bahwa pemerintahan Tan Sri Muhyiddin tidak lagi mendapat kepercayaan dari anggota parlemen.
Baca juga: Viral di Malaysia, Pramugari Cantik Keturunan Sunda Punya Nama Unik Badjie Xatieqoutieqc
Baca juga: PM Malaysia Muhyiddin Yassin di Bawah Tekanan untuk Mundur setelah Teguran Keras dari Raja
Parlemen Malaysia memiliki 222 kursi, di mana dua kursi masih kosong.
Ini berarti mayoritas sederhana dari 111 anggota parlemen diperlukan untuk membentuk pemerintahan baru.
Menurut The Star, kelompok Anwar Ibrahim kemudian berjalan kaki menuju Parlemen tetapi dihadang oleh polisi.
Ia berusaha untuk bernegosiasi dengan polisi untuk mengizinkan mereka melanjutkan sementara beberapa anggota parlemen oposisi meneriakkan "Hidup rakyat, daulat Tuanku".
Anwar kemudian memberikan pidato singkat sebelum kelompok itu bubar dengan damai.
Sidang Parlemen Ditunda hingga Waktu yang Tidak Ditentukan
Pemerintahan Muhyiddin telah menunda sidang yang harusnya digelar Senin (2/8/2021), dengan alasan kasus Covid-19 terdeteksi di gedung parlemen.
Penundaan terjadi di tengah perselisihan terbuka antara Perdana Menteri dan istana, yang memunculkan seruan agar Muhyiddin mengundurkan diri.
Pihak oposisi mengecam penundaan hingga waktu yang tidak ditentukan itu, menyebutnya "konyol".
Dalam sebuah postingan di Twitter, anggota parlemen Lembah Pantai Fahmi Fadzil mengatakan penangguhan parlemen selama dua minggu karena Covid-19 "bukan alasan yang baik".
"Pemeriksaan yang melibatkan lebih dari 1.000 orang diadakan di Parlemen Kamis lalu, dan tingkat positifnya hanya 1 persen, jadi ini bukan alasan yang cukup baik untuk menutup Parlemen selama dua minggu," tulisnya.
Fahmi Fadzil menambahkan bahwa dia menganggap pernyataan direktur jenderal Kesehatan Noor Hisham Abdullah bahwa perwakilan oposisi setuju dengan penundaan adalah menyesatkan.
Anggota parlemen Parti Keadilan Rakyat (PKR) Wong Chen menulis di Twitter bahwa dia sedang dalam perjalanan ke Parlemen tetapi semua jalan utama diblokir.
"Saya bahkan mencoba jalan belakang. Sepertinya pemerintah pintu belakang ini bahkan mengunci pintu belakang Parlemen," tulisnya.
Pemerintahan Perikatan Nasional (PN) yang saat ini berkuasa telah dicap sebagai "pemerintah pintu belakang" karena mayoritas anggota parlemen di dalamnya adalah anggota koalisi Barisan Nasional (BN), yang kalah dalam pemilihan umum 2018 setelah lebih dari 60 tahun berkuasa.
Mereka kembali berkuasa setelah krisis politik negara tahun lalu, ketika anggota parlemen membelot dari pemerintah Pakatan Harapan, merampas dukungan mayoritas di Parlemen.
Muhyiddin, salah satu pembelot, dilantik pada 1 Maret 2020, dengan dukungan anggota parlemen BN.
Penundaan itu dilihat oleh para kritikus pemerintah sebagai upaya untuk menggagalkan seruan agar Perdana Menteri mengundurkan diri.
Muhyiddin memiliki mayoritas parlemen yang tipis dan telah memimpin koalisi pemerintahan yang tidak stabil sejak ia berkuasa.
Pada hari Minggu, Wakil Perdana Menteri Ismail Sabri Yaakob membantah bahwa penundaan Parlemen dilakukan karena politik.
Ia bersikeras bahwa penundaan didasarkan pada data sains dan kesehatan.
Kementerian Kesehatan telah menyarankan agar sidang dan pertemuan Parlemen di gedungnya ditunda selama dua minggu, mulai 29 Juli.
Langkah itu dilakukan di tengah perselisihan terbuka antara Muhyiddin dan Raja, Sultan Abdullah Ahmad Shah, atas keputusan sepihak pemerintah untuk membatalkan peraturan darurat alih-alih membahasnya di Parlemen seperti yang diarahkan oleh Raja.
Parlemen telah ditangguhkan secara efektif sejak keadaan darurat diumumkan pada Januari, yang dimaksudkan untuk mengatasi lonjakan infeksi Covid-19.
Tetapi jumlah kasus dan kematian telah meningkat tajam sejak itu.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Berita lainnya seputar Konflik Politik di Malaysia