China akan Danai Proyek Junta Militer Myanmar, Beda Sikap dari Negara Barat
China akan mengirimkan dana lebih dari 6 juta dolar kepada junta militer Myanmar untuk mendanai proyek pembangunan.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - China akan mengirimkan dana lebih dari 6 juta dolar kepada junta militer Myanmar untuk mendanai proyek pembangunan.
Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Myanmar, bantuan China ini merupakan bentuk kerja sama lanjutan di bawah pimpinan militer.
Dilansir CNA, sikap China ini amat berbeda dengan negara Barat yang mengecam kepemimpinan militer Myanmar.
China mengatakan tidak ingin menganggu pemerintahan Myanmar dan ingin menjaga stabilitas.
Lebih lanjut, Kemenlu Myanmar mengatakan dana itu akan ditransfer dari China untuk proyek Kerja Sama Mekong-Lancang.
Baca juga: Kasus Covid-19 di China Terus Mengalami Kenaikan, Tertinggi dalam 7 Bulan Terakhir
Baca juga: AS Bongkar Rencana Pembunuhan Dubes Myanmar untuk PBB yang Anti-Junta, Dua Orang Ditangkap
Proyek itu mencakup sektor vaksinasi pada hewan, budaya, pertanian, sains, pariwisata, dan mitigasi bencana.
Dilaporkan bahwa China dan Myanmar telah menandatangani kesepakatan tersebut pada Senin (9/8/2021).
Informasi ini telah dikonfirmasi Kedutaan China dalam laman Facebook resminya.
Sementara itu, kelompok yang menentang junta menilai China mendukung adanya kudeta.
Beijing menyangkal tuduhan itu dan mengatakan pihaknya mendukung diplomasi regional terkait krisis tersebut.
Negara Barat juga memberikan bantuan darurat kepada warga Myanmar.
Pemerintah AS di Washington pada Selasa (10/8/2021) mengatakan akan mengirimkan 50 juta dolar.
Dana ini diperuntukkan kelompok-kelompok bantuan di Myanmar untuk menangani pandemi Covid-19.
"Pendanaan ini datang pada titik kritis meningkatnya kebutuhan kemanusiaan dan akan membantu mengurangi dampak Covid-19 pada kehidupan masyarakat Thailand dan Burma," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price.
"Setelah kudeta 1 Februari, orang-orang dari Burma terus meninggalkan rumah mereka karena kekerasan yang sedang berlangsung," tambahnya.
Enam bulan setelah tentara merebut kekuasaan, ekonomi Myanmar runtuh.
Selain itu, sistem kesehatan di negara ini semakin melemah akibat lonjakan kasus virus corona.
Militer Berusaha Melegitimasi Kekuasaan
Utusan Khusus PBB untuk Myanmar pada Selasa (10/8/2021), mengatakan pemimpin militer tampaknya ingin mengkonsolidasikan kekuasaan setelah 6 bulan kudeta.
Christine Schraner Burgener mengatakan situasi di Myanmar sangat mengkhawatirkan di tengah gelombang ketiga Covid-19.
Pekan lalu, jenderal senior militer Min Aung Hlaing mengumumkan bahwa dia mengangkat dirinya sendiri sebagai Perdana Menteri.
Panglima militer itu juga berjanji mengadakan pemilihan umum pada 2023.
Baca juga: Duta Besar Myanmar untuk PBB Dipecat hingga Dapat Beberapa Ancaman dari Junta
Baca juga: Politikus PAN: Pemerintah Indonesia Seolah tidak Berdaya Menolak Kedatangan TKA dari China
Burgener mengatakan, Min Aung Hlaing nampaknya ingin memperkuat kekuasaannya di Myanmar.
Dia juga khawatir partai Aung San Suu Kyi, Liga Demokrasi Nasional (NLD) akan dibubarkan secara paksa.
"Ini adalah upaya untuk mempromosikan legitimasi terhadap kurangnya tindakan internasional yang diambil," katanya, dikutip dari laman resmi PBB.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)