Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Adik Presiden Ashraf Ghani Dukung Taliban, Minta Masyarakat Afghanistan Terima Pemerintah Taliban

Adik dari mantan presiden Afghanistan Ashraf Ghani mendukung Taliban, sebut tak ingin Afghanistan kembali hancur.

Penulis: Inza Maliana
Editor: Miftah
zoom-in Adik Presiden Ashraf Ghani Dukung Taliban, Minta Masyarakat Afghanistan Terima Pemerintah Taliban
AFP/-
Pejuang Taliban berpose saat mereka berjaga di sepanjang pinggir jalan di Herat. Afghanistan, pada 14 Agustus 2021. (HO/STR/AFP) 

TRIBUNNEWS.COM - Hashmat Ghani, adik laki-laki dari Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani tengah menjadi sorotan.

Sosoknya tengah dibanjiri kritik setelah terang-terangan mendukung Taliban menguasai Afghanistan.

Dikutip dari Al Jazeera, Hashmat Ghani menyebut masyarakat Afghanistan perlu menerima kehadiran Taliban untuk menghindari ketidakstabilan.

Hashmat mengatakan, ia mengakui tatanan baru di Kabul adalah kebutuhan bagi rakyat Afghanistan.

Baca juga: Keyakinan JK Taliban Akan Berubah Diragukan Mantan Pimpinan JI, Singgung Dosa Masa Lalu Taliban

Terlebih, penarikan militer negara asing dari Afghanistan hanya tersisa beberapa hari lagi.

Pengusaha dan pemimpin dari populasi nomaden Kochi Afghanistan ini telah bertemu dengan para pemimpin Taliban selama beberapa hari terakhir.

Dia mengaku setuju untuk mengakui transisi kekuasaan sebagai sinyal untuk tokoh politik dan budaya yang berpengaruh, serta pengusaha.

Foto selebaran ini diambil pada 23 Februari 2021 dan dirilis oleh Kantor Pers Presiden Afghanistan menunjukkan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berbicara selama upacara di Istana Kepresidenan di Kabul, ketika Afghanistan meluncurkan kampanye vaksinasi Covid-19.
Foto selebaran ini diambil pada 23 Februari 2021 dan dirilis oleh Kantor Pers Presiden Afghanistan menunjukkan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berbicara selama upacara di Istana Kepresidenan di Kabul, ketika Afghanistan meluncurkan kampanye vaksinasi Covid-19. (Kantor Pers Presiden Afghanistan / AFP)
Berita Rekomendasi

Menurutnya, jika pebisnis bergabung dengan puluhan ribu orang yang mencoba melarikan diri dari Afghanistan, maka akan menghancurkan ekonomi negara dan masa depan secara keseluruhan.

Meskipun saudara lelakinya melarikan diri pada 15 Agustus, Hashmat Ghani mengaku tidak pernah berniat meninggalkan Afghanistan.

"Jika saya melarikan diri ke sana, apa yang akan terjadi dengan orang-orang saya, suku saya."

Baca juga: Taliban Ingkar Janji, Kepala Polisi Afghanistan DieksekusI Mati, Wanita Dilarang Jadi Jurnalis

"Akar saya ada di sini, pesan apa yang akan dikirim jika saya melarikan diri dan meninggalkan orang-orang saya pada saat mereka membutuhkan?" ungkapnya.

Tentang pelarian saudaranya, ia mengaku ikut senang karena sang kakak setidaknya meninggalkan hidupnya dengan utuh.

"Jika dia terbunuh atau terbunuh dengan cara apa pun, segalanya akan menjadi jauh lebih buruk," tambahnya.

Pejuang Taliban berjaga-jaga di sepanjang jalan dekat Zanbaq Square di Kabul. Afghanistan. Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota itu mencoba melarikan diri dari kelompok garis keras yang ditakuti. (Wakil Kohsar/AFP)
Pejuang Taliban berjaga-jaga di sepanjang jalan dekat Zanbaq Square di Kabul. Afghanistan. Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota itu mencoba melarikan diri dari kelompok garis keras yang ditakuti. (Wakil Kohsar/AFP) (AFP/WAKIL KOHSAR)

Di sisi lain, ekonomi Afghanistan telah berjuang keras karena korupsi, pemotongan bantuan asing dan hampir kehabisan uang pada hari-hari sebelum kedatangan Taliban pekan lalu.

Hashmat Ghani mengatakan, Taliban harus melakukan segala upaya yang mereka bisa untuk terlibat dengan pengusaha dan investor.

Karena, dalam ekonomi, penutupan bisnis ini dan kurangnya uang dapat menyebabkan guncangan ekonomi yang serius.

Baca juga: Pengamat: Wajar Kalau Masih Ada Traumatik Terhadap Taliban

Saat ditemui Al Jazeera sepanjang Sabtu sore, Hashmat Ghani terdengar menanggapi pesan suara WhatsApp dari Inggris.

Ia mencoba mendorong investor dan tokoh terkemuka untuk tidak putus asa atau lebih buruk lagi, meninggalkan negara pada saat dibutuhkan.

"Kita tidak bisa membiarkan negara ini kembali ke kematian dan kehancuran," katanya.

Keraguan Pengamat atas Perubahan Taliban

Pengamat terorisme sekaligus mantan Pimpinan JI (Jamaah Islamiyah), Nasir Abbas ikut menanggapi terkait dugaan perubahan dalam kelompok militan Taliban.

Pengamat sosial keagamaan, Nasir Abbas, saat diskusi, di Jakarta Pusat, Selasa (2/2/2016). Diskusi tersebut membahas permasalahan terorisme di Indonesia dengan tema deradikalisasi menangkal bahaya terorisme. TRIBUNNEWS/HERUDIN
Pengamat sosial keagamaan, Nasir Abbas, saat diskusi, di Jakarta Pusat, Selasa (2/2/2016). Diskusi tersebut membahas permasalahan terorisme di Indonesia dengan tema deradikalisasi menangkal bahaya terorisme. TRIBUNNEWS/HERUDIN (TRIBUNNEWS/HERUDIN)

Ia mengaku masih meragukan perubahan yang terjadi dalam Taliban.

Ia pun mengingatkan agar publik tak lupa dengan dosa masa lalu Taliban yang sangat brutal dan kasar saat menghadapi musuhnya.

"Kita tidak boleh lupa dosa masa lalu Taliban, bagaimana brutalnya Taliban menyerang mujahidin pada 1993-1996."

"Sekarang kok berubah, menampakkan seperti masuk (ke Afghanistan) baik-baik."

"Saya masih belum yakin mereka sudah sepenuhnya berubah," kata Nssir, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Minggu (22/8/2021).

Baca juga: Rusia: Taliban adalah Penguasa Sah, Tidak Ada Alternatif Selain Mereka di Afghanistan

Untuk itu, Nasir menyebut lebih baik negara-negara di dunia menunggu terlebih dahulu daripada langsung mendukung Taliban.

Ia pun menyinggung terkait kejadian serupa saat ISIS merayakan kemenangan dan mendirikan negara Islam Irak dan Syam (Daulah Islamiyah) pada 2017 lalu.

Kala itu, banyak masyarakat yang mudah terpengaruh dan direkrut bergabung ke dalam kelompok militan ISIS.

Pejuang Taliban berjaga-jaga di sepanjang jalan dekat Zanbaq Square di Kabul. Afghanistan. Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota itu mencoba melarikan diri dari kelompok garis keras yang ditakuti. (Wakil Kohsar/AFP)
Pejuang Taliban berjaga-jaga di sepanjang jalan dekat Zanbaq Square di Kabul. Afghanistan. Senin (16/8/2021), setelah berakhirnya perang 20 tahun Afghanistan dengan cepat, ketika ribuan orang mengerumuni bandara kota itu mencoba melarikan diri dari kelompok garis keras yang ditakuti. (Wakil Kohsar/AFP) (AFP/WAKIL KOHSAR)

"Dengan euforia kemenangan, kita merasa bangga dan berbahagia dengan kemenangan ini dan bisa membuat kita lupa."

"Dan faktanya banyak anak-anak muda yang terpengaruh dan terpapar lalu direkrut. Euforia kemenangan Taliban, membuka peluang untuk direkrut," ungkapnya.

Saat ini, Nasir mengingatkan, pengaruh keberhasilan Taliban menguasai Afghanistan sudah sampai ke Indonesia.

Khususnya kepada kelompok-kelompok ekstrimis.

Untuk itu, ia menegaskan, keberhasilan Taliban bukanlah perjuangan Islam.

"Pengaruhnya sudah ada (di Indonesia), kelompok-kelompok ekstrimis menganggap ini perjuangan Islam."

Baca juga: Diincar Taliban, Tentara AS Selamatkan Petinggi Polisi Afghanistan Melalui Operasi Rahasia

"Saya ingin koreksi bahwa ini adalah perjuangan Taliban, kalau perjuangan Islam banyak kelompok lain di Afghanistan yang juga memperjuangkan Islam," tegas Nasir.

Nasir pun kembali mengingatkan, satt ini masih butuh waktu untuk memikirkan kebenaran perubahan dalam Taliban.

"Jangan sampai masyarakat kita terjebak dalam perjuangan Islam dan mendukung Taliban."

"Sementara kita masih butuh waktu untuk meyakinkan diri kita, benarkah Taiban sudah berubah," jelasnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

Berita lain terkait Konflik di Afghanistan

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas