Ibu Prajurit Marinir AS yang Tewas di Kabul Kecam Joe Biden: Omong Kosong yang Penuh Demensia
Ibu dari seorang prajurit Amerika Serikat (AS) yang tewas dalam serangan teroris di bandara Kabul, mengecam
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, COLORADO - Ibu dari seorang prajurit Amerika Serikat (AS) yang tewas dalam serangan teroris di bandara Kabul, Afghanistan, pada hari Kamis lalu, telah diundang untuk memberikan 'ceritanya' dalam sebuah program radio.
Diketahui dalam insiden serangan bom di bandara Kabul, Afghanistan, 13 tentara Amerika Serikat tewas.
Dalam program radio yang dipandu Andrew Wilkow pada hari Jumat lalu, Kathy McCollum, ibu dari Kopral Marinir AS, Rylee McCollum, mengecam Presiden AS Joe Biden sebagai 'omong kosong yang penuh dengan demensia'.
"Ini adalah bencana yang tidak perlu, yang sebenarnya bisa ditangani secara benar. Mereka memiliki waktu berbulan-bulan untuk memindahkan semua orang dari Afghanistan dan mereka memilih untuk tidak melakukannya," kata Kathy.
"Jadi mereka mengirim 6.000 tentara dan putra saya, melalui hukum statistik, putra saya adalah salah satu yang baru saja diledakkan dalam bom teroris yang mengerikan kemarin," lanjutnya.
Ia kemudian menjelaskan alasan mengapa dirinya memilih untuk menyuarakan reaksinya di depan umum.
"Saya tidak bisa hanya duduk diam, karena saya pikir saya perlu melampiaskan kemarahan dibandingkan hanya mengeluarkan air mata terus menerus," ujar Kathy.
Baca juga: 4 Film yang Menceritakan Konflik di Afghanistan, Ada The Kite Runner
Dikutip dari laman Russia Today, Minggu (29/8/2021), Kathy menegaskan bahwa putranya yang berusia 20 tahun itu merupakan seorang pengantin baru dan sedang bersiap-siap untuk pulang bersama istrinya untuk menyaksikan kelahiran anak mereka pada September mendatang.
Namun, putranya tersebut malah bergegas pergi dengan pasukan yang diutus pemerintahan Biden ke Kabul untuk membantu proses evakuasi warga Amerika hingga warga lokal yang selama ini membantu AS dan sekutu dalam menyelesaikan misi di Afghanistan.
Putranya, kata dia, berupaya mengevakuasi warga saat Taliban menguasai negara itu bahkan sebelum AS dapat menyelesaikan penarikan pasukannya yang akan berakhir pada 31 Agustus mendatang.
"Omong kosong yang penuh dengan demensia itu baru saja mengirim putra saya untuk menjemput kematiannya," jelas Kathy.
Ia pun menyalahkan para pendukung Biden atas kemenangan Presiden dari Partai Demokrat itu.
"Jadi putra saya ini telah pergi, dan saya hanya ingin anda semua Demokrat yang curang dalam pemilihan atau anda yang memilihnya (Biden) secara sah mendengar bahwa anda baru saja membunuh putra saya dengan omong kosong yang sarat demensia, yang bahkan tidak tahu bahwa dirinya kini ada di Gedung Putih. Ia masih berpikir dirinya masih seorang senator, bukan Presiden," papar Kathy.
Baca juga: Penjemputan WNI dari Afghanistan Dilakukan di Tengah Kondisi Bandara Kabul Mencekam
Kathy mengaku dirinya bertemu dengan politisi Partai Republik untuk negara bagian Colorado, Lauren Boebert pada hari Sabtu waktu setempat untuk membantu menyampaikan ceritanya.
Sementara itu, Ahli Strategi Partai Republik Amy Tarkanian mengucapkan terima kasih kepada Boebert karena telah mengunjungi Kathy dan menuduh Gedung Putih gagal merangkul ibu yang tengah berduka itu.
Kathy bukan satu-satunya orang tua dari prajurit AS peraih Bintang Emas yang telah berbicara kritis mengenai penarikan pasukan AS yang kacau dari Afghanistan.
Steve Nikoui, ayah dari almarhum Marine Lance Cpl. Kareem Nikoui, mengatakan kepada Presenter Fox News Tucker Carlson bahwa tragedi Kamis lalu sebenarnya dapat dicegah jika Pentagon melakukan evakuasi melalui Pangkalan Udara Bagram, dibandingkan meninggalkan instalasi besar-besaran itu pada Juli lalu.
Baca juga: Balas Bom Bunuh Diri, AS Serang Kelompok ISIS di Afghanistan dengan Pesawat tak Berawak
"Bandara Kabul tampak seperti lumbung kalkun, dengan lalu lintas disalurkan melalui titik masuk yang sempit, itu pada dasarnya sangat kacau dan tidak benar-benar direncanakan," kata Steve.
Aksi serangan bom yang terjadi pada hari Kamis lalu, yang diduga didalangi kelompok teroris ISIS-K, menandai serangan paling mematikan yang dialami militer AS selama lebih dari satu dekade.
Setidaknya 170 warga Afghanistan tewas, termasuk diantaranya 28 gerilyawan Taliban, kemudian ditambah 13 militer AS, sementara ratusan lainnya terluka.
Biden mengatakan pada hari Sabtu kemarin bahwa serangan lain kemungkinan akan terjadi dalam 24 hingga 36 jam ke depan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.