Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Janji Surga Korea Utara Bohong Semua, Dituntut Warga yang Kabur Kembali ke Jepang

Lima orang warga Jepang mengajukan tuntutan ke pengadilan Tokyo 16 Agustus 2021 dan 14 Oktober 2021 pengadilan akan mendengar kesaksian para penggugat

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Janji Surga Korea Utara Bohong Semua, Dituntut Warga yang Kabur Kembali ke Jepang
Foto Richard Susilo
Eiko Kawasaki (kanan), penggugat, pembelot Korea Utara, selamat dari kampanye "surga di bumi" program repatriasi Korea Utara dan Kenji Fukuda (kiri), seorang pengacara Jepang yang mewakili penggugat dari litigasi program repatriasi Korea Utara 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -  Janji surga Korea Utara (Korut) ternyata semua bohong belaka.

Lima orang warga Jepang mengajukan tuntutan ke pengadilan Tokyo 16 Agustus 2021 dan 14 Oktober 2021 pengadilan akan mendengar kesaksian para penggugat.

Termasuk Kim Yong Un pemimpin Korea Utara yang digugat juga telah dikirimi surat panggilan oleh pengadilan Tokyo agar hadir dalam persidangan 14 Oktober mendatang.

"Antara tahun 1959-1984 sebanyak 93.340 orang telah pergi ke Korea Utara akibat janji surga Korut membebaskan dan gratiskan segalanya," papar pengacara Kenji Fukuda   yang mewakili penggugat dari litigasi program repatriasi Korea Utara Selasa ini (7/9/2021) di klub wartawan asing Jepang (FCCJ).

Menurut Fukuda mereka semua termasuk warga Jepang dijanjikan berbagai hal gratis kalau tiba di Korut.

"Pemerintah Korut janji makan semaunya gratis, bebas pajak, tinggal bisa di mana pun gratis, kesehatan gratis, pendidikan gratis, ternyata semua itu bohong belaka," tambah Fukuda.

Berita Rekomendasi

Hal itu dibenarkan oleh salah satu korban yang juga hadir dalam jumpa pers siang ini (7/9/2021).

"Tahun 2003 saya sendiri akhirnya bisa pulang ke Jepang naik kapal sembunyi-sembunyi dengan resiko dibunuh kalau ketahuan saat itu dan rencana itu hanya saya saja tidak saya beritahu anak dan cucu saya yang masuk di Korut hingga saat ini sudah 18 tahun tak ada kabarnya khususnya sejak terakhir November 2019 tak bisa komunikasi telepon lagi," papar Eiko Kawasaki, penggugat, pembelot Korea Utara, selamat dari kampanye "surga di bumi" program repatriasi Korea Utara.

Kawasaki kaget sekali setelah dulu tiba di Korut yang ternyata jauh sama sekali dari yang dijanjikan.

"Bahkan saya tak bisa kerja apa pun di Korut hanya bisa gunakan kemampuan badan saya sendiri untuk menggarap tanah yang ada supaya bisa hidup, tak bisa jadi guru tak bisa jadi tentara tak bisa jadi polisi tak bisa kerja apa pun kalangan pendatang ini di Korut. Padahal sebelumnya dijanjikan akan mudah dapat pekerjaan. Semua ini dijanjikan melalui  Asosiasi Residen Korut yang ada di Jepang pula," papar kawasaki.

Setelah tahun 2000-an keadaan Korut semakin susah, makanan semakin susah.

"Sudah seperti neraka susah sekali cari makanan di Korut saat itu sehingga saya merencanakan sendiri kabur dan tahun 2003 barulah bisa kabur dari Korut akhirnya sampai ke Jepang kembali sendiri. Kini Korut dengan pandmei Corona jauh lebih menutut diri, tak bisa telepon tak bisa kirim apa pun, benar-benar tertutup sekali dan sangat ketat mengawasi semua orang," tambah Kawasaki lagi.

Kawasaki menyatakan tidak mengharapkan uang dari Korut karena yakin pasti akan dicuekin oleh Korut tak akan ditanggapi tuntutan pengadilan tersebut.

"Bagi saya yang penting orang-orang yang dulu ke Korut dan banyak yang mau kembali ke Jepang nantinya dapat kembali ke Jepang lagi. Dengan dasar pengadilan ini berharap pemerintah Jepang semakin kuat untuk menjalin hubungan diplomatik membuka hubungan dengan Korut dan akhirnya dapat meminta Korut agar bisa mengijinkan orang-orang yang ingin kembali ke Jepang di masa depan dapat kembali ke Jepang, termasuk anak dan cucu saya di sana," lanjutnya.

Sejak November 2019 Kawasaki mengirimkan banyak boks berisi makanan Jepang buat anak dan cucunya. Ternyata akhirnya bulan Juli 2020 7 boks masing-maisng 15 kilogram makanan itu semua kembali ke rumahnya lagi.

"Saya kalau malam kalau sudah gelap tak bisa tidur saat ini memikirkan bagaimana situasi anak dan cucu saya di Korut. Tak ada komunikasi sama sekali sejak November 2019 dan kalau matahari sudah mulai terbit barulah sedikit demi sedikit bisa tidur sebentar. Stres berat saya saat ini memikirkan keluarga di sana," tambah Kawasaki lagi.

Dulunya sebelum 2019 Kawasaki masih bisa bicara per telepon dengan anaknya beberapa kali setahun lewat telepon.

"Tetapi anak saya mesti ke perbatasan dengan China, lalu pinjam telepon China dan harus diawasi didampingi oleh orang Korea Utara, semua itu perlu banyak uang, barulah bisa bicara dan dia pun harus bicara di udara terbuka sehingga terdengar semua pembicaraan serta direkam pihak Korut. Demikian semua surat harus disensor pihak Korut barulah bisa dibaca anak saya. Tidak ada isi pribadi di dalamnya karena pasti akan kena sensor dan bisa membahayakan anak saya sendiri," ungkapnya lagi.

Saat ini ada sekitar 600-700 ribu orang Korea di Jepang dan 95% adalah dari Korea Selatan yang tak mau kembali ke negaranya karena sudah ber anak cucu di Jepang ingin hidup bersama dengan keluarganya di Jepang. Namun yang di Korut 90 ribuan orang juga ingin kembali ke Jepang, banyak di antaranya telah meninggal termasuk dibunuh di Korut oleh militer Korut, tambah Kawasaki lagi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas