Jutaan Warga Afghanistan Terancam Mati Kelaparan, PBB Minta Dunia Dialog dengan Taliban
Sekjen PBB Antonio Guterres mengingatkan jutaan warga Afghanistan berisiko mati kelaparan,dan masyarakat internasional harus berdialog dengan Taliban
Editor: hasanah samhudi
TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres memohon kepada masyarakat internasional untuk terus berdialog dengan Taliban di Afghanistan.
Ia mengingatkan Afghanistan di ambang keruntuhan ekonomi dan perlunya menghindari kematian jutaan orang akibat kelaparan.
"Kita harus menjaga dialog dengan Taliban, di mana kita menegaskan prinsip kita secara langsung - dialog dengan rasa solidaritas dengan rakyat Afghanistan," kata Sekjen PBB Antonio Guterres kepada AFP, Kamis (9/9/2021).
"Tugas kami adalah untuk memperluas solidaritas kami kepada orang-orang yang sangat menderita, di mana jutaan dan jutaan orang berisiko mati kelaparan," ujar Guterres, seperti dilansir dari Channel News Asia.
Sekjen PBB mengakui bahwa tidak ada jaminan tentang hasil dari pembicaraan itu.
Baca juga: Taliban Akui Puluhan Juta Warga Afghanistan Mulai Kelaparan, Minta Bantuan Negara Lain
Baca juga: Afghanistan: Eks Presiden Ghani minta maaf kabur ke luar negeri demi
“Diskusi adalah suatu keharusan jika kita ingin Afghanistan tidak menjadi pusat terorisme, jika kita ingin wanita dan anak perempuan tidak kehilangan semua hak yang diperoleh selama periode sebelumnya, jika kita ingin kelompok etnis yang berbeda dapat merasa terwakili,” ujarnya.
Ia mengatakan, ada kesediaan untuk pembicaraan dalam diskusi yang dilakukan badan dunia itu.
Guterres juga tidak menutup kemungkinan akan ke Afghanistan jika kondisi memungkinkan.
“Apa yang diinginkan PBB adalah pemerintahan inklusif, di mana semua komponen masyarakat Afghanistan terwakili, dan pemerintah yang diumumkan beberapa hari lalu tidak memberikan kesan seperti itu," ujarnya.
"Kita perlu menghormati hak asasi manusia, perempuan dan anak perempuan. Terorisme tidak boleh memiliki basis di Afghanistan untuk melancarkan operasi di negara lain dan Taliban harus bekerja sama dalam perjuangan melawan narkoba," kata Guterres.
Baca juga: PBB Peringatkan Potensi Krisis Pangan, Taliban Gelar Parade Senjata Jarahan dari Militer AS
Baca juga: WHO: Ratusan Pusat Kesehatan di Afghanistan Terancam Ditutup
Dia mengatakan Afghanistan harus diatur dalam perdamaian dan stabilitas, dengan hak-hak rakyat dihormati.
Guterres menambahkan bahwa Taliban ingin pengakuan, dukungan keuangan dan sanksi dihapuskan.
"Itu memberikan pengaruh tertentu kepada komunitas internasional," katanya.
Ia menambahkan perlunya menghindari keruntuhan ekonomi yang dapat menciptakan konsekuensi kemanusiaan yang mengerikan.
Guterres menyarankan bahwa, seperti halnya Yaman, adalah kemungkinan memberikan “instrumen keuangan ke Kabul yang tidak melanggar sanksi saat ini.
Baca juga: Taliban Larang Wanita Geluti Bidang Olahraga, Alasannya Wajah dan Tubuh Tidak Tertutup
Baca juga: Taliban Sebut Wanita Afghanistan akan Dilarang Memainkan Permainan Olahraga, Dianggap Tidak Penting
"Ini demi kepentingan komunitas internasional dan saya tidak berbicara tentang pengakuan atau pencabutan sanksi. Saya berbicara tentang langkah-langkah yang ditargetkan untuk memungkinkan ekonomi Afghanistan bergerak," katanya kepada AFP.
Laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) pada Kamis (9/9/2021) menyebutkan sekitar 97 persen populasi Afghanistan mungkin tenggelam di bawah garis kemiskinan kecuali krisis politik dan ekonomi negara itu ditangani.
Laporan itu menyebutkan bahwa tingkat kemiskinan dapat meningkat hingga 25 persen sebagai akibat dari kontraksi produk domestik bruto (PDB) riil Afghanistan. Setengah dari negara itu sudah membutuhkan dukungan kemanusiaan.
“Jika cadangan devisa, sekitar sembilan miliar dolar harus benar-benar dibekukan, akan menimbulkan syok pada perdagangan, perdagangan domestik dan internasional akan terganggu,” kata Abdallah Al Dardari, perwakilan UNDP di Afghanistan kepada Al Jazeera.
“Biasanya di negara dengan situasi ini, lembaga keuangan internasional seperti IMF [Dana Moneter Internasional], Bank Dunia, dan semua lembaga keuangan bilateral dan multilateral akan berkumpul dengan PBB dan mengusulkan program reformasi ekonomi. Kami tahu ini tidak akan terjadi," katanya.
Baca juga: PM Baru Afghanistan Janji Keamanan dan Keselamatan Mantan Pejabat Yang Kembali
Baca juga: 14 Juta Rakyat Afghanistan Terancam Kelaparan Setelah Taliban Berkuasa
Ssebelum Taliban menguasai Afghanistan bulan lalu, negara ini sangat bergantung pada bantuan, dengan lebih dari sepertiga PDB negara itu didapat dari pendanaan asing.
PBB mendesak agar Taliban mengizinkan pekerja bantuan untuk melakukan pekerjaan mereka.
“Biarkan masyarakat sipil, organisasi masyarakat lokal, mengelola proyek [yang sedang berlangsung]. Biarkan mereka melakukannya. Kami tidak meminta apa-apa. Asal jangan dihalangi,” kata Al Dardari.
PBB telah memperingatkan bahwa 18 juta orang di Afghanistan menghadapi bencana kemanusiaan dan krisis akan banyak dan bercabang banyak.
“Akan ada banyak krisis: perpindahan internal, migrasi, orang-orang yang melarikan diri dari negara itu, orang-orang yang bergabung dengan bisnis gelap,” kata Al Dardari kepada Al Jazeera.
Baca juga: Bagaimana Nasib Umat Sikh dan Hindu Afganistan di Bawah Rezim Taliban?
Baca juga: Taliban Bidik China dan Rusia sebagai Partner Investasi untuk Bangun Afghanistan Baru
“Saya pikir perdagangan opium akan berkembang, lebih dari sekarang. Kekerasan dalam rumah tangga juga akan meningkat. Kita harus turun tangan sekarang,” ujarnya.
PBB meminta dana tambahan hampir 200 juta dolar untuk bantuan penyelamatan jiwa di Afghanistan setelah perebutan kekuasaan Taliban mengakibatkan eksodus pekerja bantuan dan pemotongan dana berikutnya.
Menurut laporan itu, kombinasi faktor dapat menyebabkan tingkat kemiskinan dasar Afghanistan, sekarang di 72 persen, membengkak.
Faktor-faktor tersebut antara lain kemarau berkepanjangan, pandemi Covid-19, dan gejolak akibat transisi politik saat ini. (Tribunnews.com/CNA/Aljazeera/Hasanah Samhudi)