Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tetsuo Suzuki: Manajemen Krisis Jepang Payah Sekali

Manajemen Krisis (MK) pemerintah Jepang payah sekali. Berulang kali tiap tahun bencana alam, tetap saja saja tak bisa menekan kematian para korban

Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Tetsuo Suzuki: Manajemen Krisis Jepang Payah Sekali
Richard Susilo
Tetsuo Suzuki (63) kelahiran Fukuoka, wartawan Jepang yang sudah 40 tahun terus-menerus bergelut meliput di dalam politik Nagatacho Tokyo. Lulusan jurusan hukum Universitas Waseda. 

Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang

TRIBUNNEWS.COM, TOKYO -   Manajemen Krisis (MK) pemerintah Jepang payah sekali. Berulang kali tiap tahun bencana alam, tetap saja saja tak bisa menekan kematian para korban yang meninggal dunia.

Demikian ungkap Tetsuo Suzuki (63) kelahiran Fukuoka, lulusan jurusan hukum Universitas Waseda, wartawan Jepang yang sudah 40 tahun terus-menerus bergelut meliput di dalam politik Nagatacho Tokyo hari Rabu ini (15/9/2021).

"Lihat saja Pandemi pengalaman yang ada tampak pemerintah tidak kompeten menangani pandemi. Jepang punya bencana alam setiap tahun, terensial hujan, tetap saja banyak korban meninggal. Tidak mengerti sama sekali mengenai MK," tekan Suzuki.

Berharap dengan PM Jepang yang baru nantinya bisa mengambil perhatian tinggi kepada masalah MK.

"Masalah Global warming  cukup berdampak besar kepada Jepang. Terential rain setiap tahun perubahan cuaca tetap saja membuat manusia di jepang banyak yang meninggal. Tak ada yang konstruktif dilakukan oleh pemerintah selama ini dalam mengantisipasi dan menangani krisis bencana alam tersebut."

Oleh karena itu Suzuki mengusulkan agar pemerintah mempromosikan pembentukan administrasi MK untuk tangani banyak bencana alam yang muncul.

Berita Rekomendasi

"Volkano banyak di Jepang dan perlu menangani dengan manajemen yang baik. Jepang negara gempa tapi tak punya kementerian khusus yang menangani  gempa bumi."

Suzuki juga menunjuk Badan meteorologi Jepang yang sering melakukan ramalan cuaca.

"Badan tersebut memprediksi hujan deras, taifun dan sebagainya. Awalnya di kementerian pendidika dan kebudayaan karena dianggap bersifat mendidik dari para akademisi, makanya perlu ditangani kemendikbud."

Belakangan badan itu berubah di bawah kementerian transportasi.

"Mengapa? Karena ramalan cuaca yang dihasilkan akan berdampak kepada lalu lintas darat laut dan udara, jadi cocok berada di bawah kementerian transportasi."

Meskipun demikian, tambahnya, kalau ada bencana alam besar muncullah langsung PM Jepang atau wakilnya yang menangani tim penanggulangan darurat bencana alam.

"Jadi perlu sebenarnya kementerian khusus di Jepang yang menangani MK bukan hanya bencana alam tetapi jug apandemi seperti corona dewasa ini. Lihat saja penanganan covid-19 oleh Jepang sangat mengecewakan, terlihat tidak kompeten penanganannya. Suatu pandemi duni ayang besar tetapi kelihatan sekali tak mengerti bagaimana menanganinya," tekan Suzuki lebih lanjut.

Dalam acara komunikasi dengan masyarakat Suzuki juga berharap dapat muncul seperti acara Larry King Live tetapi dalam bahasa Jepang.

"Saya ingin sekali dibuat acara tersebut, debat seru di televisi langsung dengan nara sumber. Tapi kalau dibuat pasti tidak laku tak ada yang mau nonton karena karakter masyarakat Jepang lain tampaknya."

Suzuki adalah mantan news caster televisi Jepang. Pengalamannya sejak 1983 hingga kini sebagai Agen Artis Jepang Lighthouse. Juga pernah jadi Reporter dari TV Nishinippon News Department, Manajer Produksi Pers Tokyo MX TV dan Direktur Pers TV BS11.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas