Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Militer Sudan Gagalkan Upaya Serangan Ethiopia di Kawasan Perbatasan

Militer Sudan menyatakan telah berhasil menggagalkan upaya serangan pasukan Ethiopia di kawasan perbatasan antara kedua negara.

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Whiesa Daniswara
zoom-in Militer Sudan Gagalkan Upaya Serangan Ethiopia di Kawasan Perbatasan
Puspen TNI/Kapten Laut (KH) Aripudin
Prajurit TNI yang tergabung dalam Satgas Yonkomposit TNI Konga XXXV-C/Unamid mengikuti Latihan Kesiapan Pengecekan Operasional bersama untuk masuk ke Super Camp, El Geneina, Sudan, Afrika, Rabu (21/1/2018) - Militer Sudan menyatakan berhasil menggagalkan upaya serangan pasukan Ethiopia di kawasan perbatasan. 

TRIBUNNEWS.COM -  Militer Sudan menyatakan telah berhasil menggagalkan upaya serangan pasukan Ethiopia di kawasan perbatasan antara kedua negara.

Militer Sudan mengatakan, pasukan Ethiopia dipaksa mundur dari daerah Umm Barakit.

Namun, tidak ada keterangan lebih lanjut.

Mengutip dari Aljazeera, Kepala militer Sudan, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, mengatakan insiden itu terjadi pada hari Sabtu (25/9/2021).

Baca juga: Profil Thomas Deng - Korban Perang Saudara Sudan yang Kini jadi Kapten Australia di Olimpiade 2021

Baca juga: Italia: Tidak Mungkin Mengakui Pemerintah Taliban, tetapi Warga Afghanistan Harus Dibantu

Dalam insiden, dapat dilihat bagaimana militer melindungi negara setelah upaya kudeta di Khartoum pekan lalu.

Ketegangan di sepanjang perbatasan antara Sudan dan Ethiopia telah meningkat sejak pecahnya konflik di wilayah Tigray utara Ethiopia tahun lalu.

Ketegangan yang terjadi tahun lalu menyebabkan puluhan ribu warga mengungsi ke Sudan Timur.

Berita Rekomendasi

Ketegangan terfokus pada area lahan pertanian subur yang dikenal sebagai al-Fashqa, di mana perbatasan itu disengketakan.

Penutupan Jalan dan Pelabuhan

Para pengunjuk rasa dari Suku Beja di Sudan Timur telah menutup pelabuhan dan memblokir jalan.

Itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kondisi politik dan ekonomi yang buruk di wilayah tersebut.

Hiba Morgan dari Al Jazeera, melaporkan dari Khartoum, ketidakpuasan Suku Beja yakni salah satu suku utama di Sudan Timur, dimulai pada Oktober 2020.


Saat itu, oposisi dan kelompok bersenjata menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah Sudan.

Suku Beja mengatakan, kesepakatan itu tidak representatif dan tidak mengatasi akar masalah penyebab marginalisasi dan keterbelakangan di wilayah timur.

“Mereka mengatakan ingin memastikan pemerintah memahami apa artinya krisis ekonomi, keterbelakangan, dan agar suara mereka didengar,” tambah Morgan.

Menurut Morgan, tujuan para demonstran adalah untuk mengadakan konferensi dengan berbagai suku dan etnis di wilayah timur untuk menghasilkan alternatif kesepakatan damai.

Imbauan Pemerintah

Kementerian telah mengimbau para pengunjuk rasa untuk mengakhiri penutupan jalan dan faslitas lainnya dalam waktu seminggu.

Hal itu dilakukan untuk menyelamatkan negara dari kerugian finansial dan teknis yang besar.

Baca juga: Amerika Serikat Kutuk Rencana Taliban untuk Lanjutkan Hukuman Amputasi dan Eksekusi di Afghanistan

Baca juga: China Bebaskan Dua Warga Kanada Yang Diduga Mata-mata Setelah Bos Huawei Dibebaskan

Gadian Ali Obaid, Menteri Minyak dan Energi Sudan, mengatakan pihak berwenang telah berusaha memperbaiki masalah yang terjadi.

"Pihak berwenang berusaha untuk memperbaiki masalah penutupan pelabuhan," kata Obaid.

Dia mengatakan ada cukup cadangan untuk kebutuhan negara hingga 10 hari.

Menurutnya, kilang minyak Khartoum, yang memproduksi bahan bakar untuk konsumsi dalam negeri, masih berfungsi normal.

(Tribunnews.com/Yurika)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas