Kerusuhan Kudeta Sudan, Demonstran yang Terluka Sembunyi di Bawah Kasur saat Dicari Militer
Terjadi bentrokan mematikan saat militer Sudan merebut kekuasaan dan membubarkan pemerintah.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Terjadi bentrokan mematikan saat militer Sudan merebut kekuasaan dan membubarkan pemerintah.
Puluhan orang mengalami luka-luka buntut protes anti-kudeta yang berujung kerusuhan pada Senin (25/10/2021).
Dilansir The Guardian, rumah sakit Royal Care di Khartoum, dekat markas militer di Ibu Kota Sudan dipenuhi pasien yang terluka karena aksi protes.
Ada beberapa orang yang cidera karena terkena tembakan peluru tajam hingga dipukuli.
Staf rumah sakit mengatakan, bahkan ada juga demonstran yang terluka parah hingga tidak bisa berjalan lagi.
Baca juga: Panglima Militer Sudan: Pemerintah Digulingkan untuk Cegah Perang Saudara
Baca juga: Aksi Protes Guncang Sudan Setelah Militer Rebut Kendali Lewat Kudeta
Salman, seorang ahli bedah mengatakan, di tengah kekerasan dan banyaknya korban terluka, militer meminta staf rumah sakit untuk menyerahkan para pasien itu.
"Saya melakukan tiga operasi kemarin," katanya.
"Saat saya bersiap-siap untuk pergi ke ruang operasi, ada tentara – begitu banyak tentara – dari tentara dan dari gerakan bersenjata Darfur yang menembak di sekitar rumah sakit."
"Mereka meminta kami untuk menyerahkan para pengunjuk rasa yang terluka. Tentu saja kami menolak," tambahnya.
"Mereka menggunakan senjata berat untuk meneror kami termasuk menggunakan Doshka (sebutan untuk senapan mesin DShK buatan Rusia)."
"Pasien harus bersembunyi di bawah tempat tidur dan kursi mereka. Beberapa peluru mencapai gerbang rumah sakit," cerita Salman.
Menurut laporan staf medis, dua dokter bernama Rayan Ali dan Mohamed Abdulhaleem turut menjadi korban tewas dalam bentrokan pada Senin lalu.
Dilaporkan pihak medis serta demonstran, militer serta gerombolan orang yang berpakaian preman memukuli warga yang berkumpul di jalan.
"Sebagian besar cedera dimaksudkan untuk mematikan. Mereka menembak orang atau memukuli kepala atau dada mereka," tambah dokter itu.
"Banyak yang datang dengan gegar otak," jelas Salman.
Di antara korban terluka adalah Muhanad (17) yang tertembak di tulang belakang.
Setelah tersiar kabar kudeta, Muhanad berjalan lebih dari 15 km dari rumahnya menuju markas militer bersama ribuan pengunjuk rasa lainnya.
Tetapi ketika rombongannya sampai di markas militer, mereka diadang Pasukan Pendukung Cepat, paramiliter yang terkenal kejam, dan pasukan keamanan lainnya.
"Kami melarikan diri dan terus berlari. Tapi kemudian saya tertembak dan melihat banyak lainnya jatuh, di antaranya seorang pria tua yang meninggal," ujar Muhanad.
Pengunjuk rasa lainnya, Mohamed (21) mengaku dipukuli hingga pingsan.
Baca juga: Kudeta di Sudan: Sedikitnya 7 Demonstran Tewas, 140 Lainnya Terluka
Baca juga: Upaya Kudeta di Sudan: Militer Tahan PM dan Pejabat, Internet Mati hingga Penerbangan Ditangguhkan
"Mereka meminta saya untuk mengatakan 'militer' (merujuk pada nyanyian kata 'sipil' oleh para demonstran yang menentang kudeta) tetapi saya tidak mengatakan sepatah kata pun."
"Jadi delapan dari mereka mengepung saya dan terus memukuli saya dengan tongkat, dan salah satu dari mereka berdiri di atas kepala saya sebelum mencukur rambut saya," kata Mohamed.
Kekerasan tidak hanya terjadi pada warga sipil, tapi juga pejabat Sudan yang ditangkap militer.
Menteri Luar Negeri dari pemerintahan yang dibubarkan, Mariam al-Mahdi mengatakan kepada AP News bahwa istri Menteri Urusan Kabinet Khalid Omar bercerita kepadanya soal penyiksaan militer kepada sang suami.
"Mereka (pasukan militer) membawa Khalid tanpa alas kaki, hanya mengenakan pakaian tidurnya," katanya, menjelaskan bahwa Khalid juga dianiaya selama penangkapan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)