Dua Sekutu Aung San Suu Kyi Dijatuhi Hukuman Penjara 90 dan 75 Tahun
Pengadilan Myanmar menjatuhkan hukuman 90 tahun dan 75 tahun penjara kepada dua anggota partai politik pimpinan Aung San Suu Kyi.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Pengadilan Myanmar menjatuhkan hukuman 90 tahun dan 75 tahun penjara kepada dua anggota partai politik pimpinan Aung San Suu Kyi.
Dilansir The Guardian, pengacara mengatakan dua sekutu mantan pemimpin sipil Myanmar ini dihukum setelah dinyatakan bersalah melakukan korupsi.
Hukuman yang dijatuhkan pada Selasa (9/11/2021) adalah yang paling berat di antara puluhan anggota Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi.
Di waktu yang sama, seorang jurnalis Amerika yang dipenjara di Myanmar selama lebih dari lima bulan, dikenai dua dakwaan tambahan.
Sebelumnya, dia telah menghadapi tiga dakwaan.
Baca juga: Pengadilan Junta Myanmar akan Jatuhkan Vonis kepada Pemimpin yang Dikudeta Suu Kyi Bulan Depan
Baca juga: Pasukan Anti Militer Tembak Mati Eksekutif Mytel, Hampir Setiap Hari Bunuh Pejabat Junta Myanmar
Salah satu dakwaan baru kepada Danny Fenster itu berkaitan dengan Undang-Undang Kontra-Terorisme.
Undang-undang tersebut mengkriminalisasi kontak dengan kelompok "teroris" yang ditunjuk secara resmi, dengan ancaman hukuman penjara 3 hingga 7 tahun.
Tuduhan lainnya berkaitan dengan tindakan pengkhianatan, dengan ancaman hukuman 7 hingga 20 tahun penjara.
Fenster ditangkap di bandara Yangon pada 24 Mei saat akan naik ke pesawat menuju AS.
Dia merupakan redaktur pelaksana Frontier Myanmar, kanal berita online yang berbasis di Yangon.
Pada Selasa, eks Menteri Perencanaan Negara Bagian Kayin, Than Naing, dihukum penjara selama 90 tahun atas enam tuduhan korupsi.
Terdakwa kedua, merupakan eks Kepala Menteri Negara Bagian Kayin, Nan Khin Htwe Myint, sekaligus anggota penting di partai Suu Kyi.
Dia dijatuhi hukuman 15 tahun penjara atas masing-masing dari lima dakwaan kepadanya, dengan total 75 tahun penjara.
Sejak kudeta militer pada 1 Februari silam, Myanmar jatuh dalam kerusuhan dan kekerasan.
Masyarakat sipil yang melakukan demo melawan kudeta, menghadapi kekerasan berupa pemukulan, penembakan, hingga penangkapan oleh junta militer.
Insiden ini juga melahirkan banyak pertumpahan darah antara kelompok pemberontak dengan aparat di sejumlah negara bagian.
Aung San Suu Kyi sendiri juga tengah diadili atas tuduhan korupsi dan tindakan kriminal lainnya.
Menurut pendukung, upaya hukum ini dilakukan untuk mendiskreditkannya serta melegitimasi perebutan kekuasaan oleh militer.
Kondisi Myanmar Makin Buruk
Kepala bantuan PBB, Martin Griffiths, memperingatkan situasi Myanmar memburuk, Senin (8/11/2021), sebagaimana dilaporkan Reuters.
Dia mengatakan, ada lebih dari 3 juta orang yang membutuhkan bantuan untuk menyelamatkan diri dari konflik serta perekonomian yang tersendat.
Dewan Keamanan PBB juga bertemu secara tertutup pada Senin untuk membahas Myanmar.
Pertemuan itu bertepatan dengan ulang tahun pertama pemilihan kembali pemerintahan Aung San Suu Kyi, yang kemudian digulingkan oleh militer dalam kudeta 1 Februari.
Baca juga: Biden dan Jokowi Desak Militer Myanmar Bebaskan Tahanan Politik
"PBB mengulangi seruannya kepada militer untuk menghormati kehendak rakyat dan mengembalikan negara ke jalur transisi demokrasi," ujar juru bicara PBB, Stephane Dujarric.
Griffiths juga mengatakan dalam sebuah pernyataan, bahwa situasi di barat laut Myanmar "sangat mengkhawatirkan."
Pertempuran antara militer Myanmar dan Pasukan Pertahanan Chinland di negara bagian Chin dan militer Myanmar dengan Pasukan Pertahanan Rakyat di wilayah Magway dan Sagaing meningkat.
"Lebih dari 37.000 orang, termasuk wanita dan anak-anak, baru saja mengungsi, dan lebih dari 160 rumah telah dibakar, termasuk gereja dan kantor organisasi kemanusiaan," kata Griffiths.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)