Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Junta Myanmar Mendakwa Aung San Suu Kyi atas Dugaan Kecurangan Pemilu

Junta Myanmar resmi mendakwa Aung San Suu Kyi atas dugaan melakukan kecurangan pada pemilu 2020.

Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Garudea Prabawati
zoom-in Junta Myanmar Mendakwa Aung San Suu Kyi atas Dugaan Kecurangan Pemilu
STR / AFP
Dalam foto file yang diambil pada 17 Juli 2019 ini, Penasihat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi berbicara selama upacara pembukaan Pusat Inovasi Yangon di Yangon - Junta Myanmar mendakwa Aung San Suu Kyi atas dugaan kecurangan pemilu 2020. 

TRIBUNNEWS.COM - Junta Myanmar telah mendakwa mantan pemimpin terpilih, Aung San Suu Kyi atas dugaan melakukan kecurangan pemilu 2020.

Mengutip Al Jazeera, Myanmar telah mendakwa 16 orang, termasuk Aung San Suu Kyi pada hari Selasa (16/11/2021).

Aung San Suu Kyi, mantan Presiden U Win Myint dan mantan ketua Komisi Pemilihan termasuk di antara kelompok yang dituduh melakukan kecurangan pemilu dan tindakan melanggar hukum selama pemilihan November 2020.

Pemilu 2020 dimenangkan telak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi.

Baca juga: 15 Negara Anggota DK PBB Desak Myanmar Hentikan Kekerasan

Baca juga: Pertemuan Menlu RI – Inggris di Jakarta Turut Bahas Isu Afghanistan dan Myanmar

Global New Light of Myanmar yang dikelola pemerintah mengatakan 16 orang itu melanggar sejumlah undang-undang pemilu, termasuk soal bilik suara militer, pemungutan suara lebih awal untuk orang-orang di atas 60 tahun dan memasukkan nama-nama orang yang tidak berhak memberikan suara di surat suara.

Aung San Suu Kyi telah ditahan sejak militer merebut kekuasaan pada 1 Februari 2021 dan telah didakwa dengan serangkaian pelanggaran.

Militer telah mengklaim perebutan kekuasaan mereka diperlukan karena kecurangan dalam pemilihan.

Berita Rekomendasi

Pemantau yang mengamati jajak pendapat mengatakan mereka bebas dan adil.

Angkatan bersenjata telah menguasai Myanmar selama sebagian besar dekade sejak kemerdekaan negara itu, dengan Aung San Suu Kyi menghabiskan bertahun-tahun di bawah tahanan rumah.

Dikutip dari CNA, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi mengalami peningkatan dukungan dalam pemilihan 2020 dibandingkan dengan pemilihan 2015, mengalahkan partai yang berpihak pada militer.

Namun junta menyebut kecurangan selama pemilihan sebagai alasan untuk merebut kekuasaan dan mengakhiri selingan demokrasi Myanmar.

Pada bulan Juli, ia membatalkan hasil jajak pendapat, mengumumkan telah menemukan lebih dari 11 juta kasus penyimpangan pemilih.

Kepala Junta Min Aung Hlaing mengatakan pemilihan umum baru akan diadakan dan keadaan darurat dicabut pada Agustus 2023.

Kelompok pemantau Jaringan Asia untuk Pemilihan Bebas mengatakan bahwa itu mewakili kehendak rakyat.

Baca juga: Singapura Mulai Buka Pintu untuk Wisatawan Asing, WNI Akan Diizinkan Masuk Tanpa Karantina

Baca juga: Terjadi Lagi Serangan di Jepang, Wanita 80 Tahun Ditusuk di Stasiun Fukushima

"Junta menggunakan klaim palsu tentang kecurangan pemilu sebagai pembenaran utama kudetanya," kata penasihat senior International Crisis Group Myanmar, Richard Horsey.

"Setelah gagal dalam banyak upaya untuk mengidentifikasi lebih dari segelintir orang yang memilih dua kali, sekarang (junta) mengejar para pemimpin NLD," katanya.

"Tapi Aung San Suu Kyi dan NLD mendapat dukungan luar biasa dari para pemilih, jadi vonis bersalah tidak akan meyakinkan siapa pun."

Junta mengancam akan membubarkan NLD dan bulan lalu telah memenjarakan Win Htein, ajudan Aung San Suu Kyi dan pemimpin tingkat tinggi.

Win Htein dipenjara 20 tahun atas tuduhan makar.

Aung San Suu Kyi sudah diadili karena melanggar pembatasan virus corona saat berkampanye menjelang pemilihan.

Aung San Suu Kyi
Aung San Suu Kyi (DNA India/AFP)

Aung San Suu Kyi muncul untuk sidang terakhir dalam persidangannya karena diduga mengimpor dan memiliki walkie talkie ilegal.

Vonis untuk persidangannya karena melanggar peraturan COVID-19 diharapkan pada bulan Desember.

Dia akan menjalani hukuman tiga tahun penjara jika terbukti bersalah.

Pekan lalu, Dewan Keamanan PBB menyatakan keprihatinan mendalam terkait kerusuhan di Myanmar dan menyerukan penghentian segera kekerasan dan upaya untuk memastikan bahwa warga sipil tidak dirugikan.

Lebih dari 10.000 orang telah ditangkap sejak kudeta.

(Tribunnews.com/Yurika)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas