Tambang Batu Giok Myanmar Longsor, 1 Orang Tewas dan 50 Lainnya Dilaporkan Hilang
Longsor yang terjadi di tambang batu giok di Myanmar menewaskan 1 orang, 25 orang dirawat, sementara sekitar 50 lainnya masih hilang.
Penulis: Yurika Nendri Novianingsih
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Lokasi penambangan batu giok di Hpakant di Negara Bagian Kachin, Myanmar, longsor pada Rabu (22/12/2021).
Akibat tanah longsor tersebut, sedikitnya 25 orang dirawat di rumah sakit, sementara sekitar 50 lainnya masih hilang.
Menurut seorang pejabat pemadam kebakaran, korban yang hilang memiliki peluang yang sangat kecil untuk bertahan hidup.
Sementara itu, operasi penyelamatan pada Rabu malam dibatalkan.
Namun, petugas telah mengonfirmasi satu kematian.
"Sangat sulit untuk memperkirakan berapa banyak yang hilang, tetapi kami memperkirakan setidaknya 50 orang hilang dan mereka memiliki peluang yang sangat kecil untuk bertahan hidup," kata Pyae Nyein, kapten pemadam kebakaran Kotapraja Hpakant, seperti dilansir Al Jazeera.
Baca juga: Militer Myanmar Tembaki Sebuah Desa dari Udara, Sembilan Orang Termasuk Dua Anak-anak Tewas
Baca juga: Helikopter Militer Myanmar Serang Milisi, Ditemukan Tujuh Mayat Warga Sipil Termasuk Dua Anak-anak
Tanah longsor tanah dan puing-puing merobek tumpukan limbah Hpakant, mengubur pekerja di bawah puing-puing.
Hpakant adalah pusat industri batu giok rahasia negara, yang menarik pekerja miskin dari seluruh negeri untuk mencari permata sebagian besar untuk ekspor ke China.
Laporan awal mengatakan antara 70 dan 100 orang hilang, tetapi jumlahnya kemudian dikurangi menjadi setidaknya 50 orang.
Ko Nyi, seorang penyelamat, mengatakan kepada kantor berita AFP, mereka telah mengirim 25 orang ke rumah sakit dan menemukan satu orang tewas.
Ko Jack dari Organisasi Penyelamatan Myanmar juga mengatakan kepada AFP pencarian dihentikan pada Rabu karena kabut.
Kemudian pencarian dilanjutkan pada Kamis pagi.
“Sepertinya mereka terkubur di bawah tanah. Di sini dingin, itu sebabnya kami berhenti, tetapi akan terus berlanjut,” kata Ko Jack.
Ratusan penggali telah kembali ke Hpakant selama musim hujan untuk mencari tambang terbuka yang berbahaya, menurut seorang aktivis lokal, meskipun pemerintah militer melarang penggalian hingga Maret 2022.