Korban Penculikan 33 Tahun Lalu Akhirnya Bertemu Ibu Kandung Usai Menggambar Peta Desa dari Ingatan
Seorang pria di China yang menjadi korban penculikan sekitar 30 tahun yang lalu, akhirnya bersatu dengan keluarganya.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria di China yang menjadi korban penculikan sekitar 30 tahun yang lalu, akhirnya bersatu dengan keluarganya.
Dilansir The Guardian, Li Jingwei masih berusia 4 tahun saat seorang tetangga membawanya kabur dari desanya di Provinsi Yunnan.
Mirisnya, Li Jingwei tak hanya diculik tapi juga dijual ke jaringan perdagangan anak.
Li akhirnya bisa bertemu dengan orang tua kandungnya setelah menggambar peta desa asalnya dari sisa-sisa ingatan tiga dekade yang lalu.
Gambar peta itu kemudian ia sebarkan di media sosial dengan harapan seseorang mungkin dapat mengidentifikasinya.
Baca juga: Viral Aksi Seorang Warga Siramkan Air Usir Sekelompok Pemuda Pengeroyok Pemotor di Jakarta Timur
Baca juga: Viral Video Imigran Palestina Kabur dari Rudenim Pasuruan, Bajak Mobil Dinas lalu Tabrak Pagar
"Saya seorang anak yang sedang mencari rumahnya," kata Li dalam video tersebut.
Li tidak bisa mengingat nama desa atau alamat aslinya.
Namun memori masa kecilnya tentang fitur-fitur utama desa, termasuk sekolah, hutan bambu, dan kolam ternyata mampu membawa ia kembali kepada keluarganya.
"Saya tahu pohon, batu, sapi, dan bahkan jalan mana yang berbelok dan ke mana air mengalir," kata Li dalam wawancara dengan Paper, outlet media China.
Gambar peta itu dibagikan Li di aplikasi Douyin atau dikenal dengan sebutan TikTok pada 24 Desember lalu.
Peta itu kemudian dicocokkan oleh polisi di sebuah desa di Yunnan, yang mana ada seorang ibu yang kehilangan putranya.
Usut punya usut, putra yang hilang itu ternyata adalah Li dan telah dibuktikan melalui tes DNA.
Pertemuan Li dan keluarga kandungnya pada Sabtu lalu berlangsung mengharukan.
Rekaman video menunjukkan Li dengan hati-hati melepas masker ibunya untuk memeriksa wajahnya sebelum menangis dan memeluknya.
"Tiga puluh tiga tahun menunggu, malam kerinduan yang tak terhitung, dan akhirnya peta yang digambar tangan dari ingatan, ini adalah momen pelepasan yang sempurna setelah 13 hari," tulis Li di profil Douyin sebelum bertemu keluarganya.
"Terima kasih semua orang yang telah membantu saya bersatu kembali dengan keluarga saya."
Kepada Paper, Li menyebut ibunya menangis saat melakukan telepon dengannya.
"Ibuku menangis begitu aku menelepon."
"Setelah panggilan video, saya mengenalinya sekilas. Ibuku dan aku memiliki bibir yang sama, bahkan gigiku," ujarnya.
Li Jingwei diculik pada tahun 1989.
Dia dijual ke sebuah keluarga di Lankao, lebih dari 1.100 mil jauhnya dari rumah.
Penculikan anak sering terjadi di China dan Li mungkin dibawa kabur karena banyaknya keluarga yang menginginkan anak laki-laki.
Li sendiri terdorong untuk mencari keluarga aslinya setelah melihat beberapa kisah pertemuan korban penculikan dengan orang tua kandungnya.
Salah satunya, kata dia, kasus Guo Gangtang yang viral mencari putranya selama 24 tahun.
Guo Gangtang menempuh perjalanan lebih dari 300.000 mil menggunakan sepeda motor hingga akhirnya dapat bertemu anaknya.
"Ketika saya melihat kisah Guo Gangtang, saya berpikir, 'Saya harus mencoba menemukan orang tua kandung saya. Saya ingin melihat mereka ketika mereka masih hidup'," kata Li.
Baca juga: Viral Konvoi Kado Mobil Mewah Robicon hingga Alphard di Pati, Ternyata Hadiah untuk Anak Sekdes
Baca juga: Viral Video Danrem Berdebat dengan Habib Bahar Bin Smith, Ini Penjelasan Korem 061 Surya Kencana
"Saya menyadari bahwa saya tidak bisa menunggu lebih lama lagi karena orang tua saya seharusnya semakin tua sekarang."
"Saya khawatir ketika saya mengetahui dari mana saya berasal, mereka mungkin telah meninggal," katanya kepada Henan Television setelah memposting petanya.
Li sekarang tinggal di Provinsi Guangdong, di China selatan.
Sebelumnya, dia sempat bertanya kepada orang tua angkatnya soal asal-usulnya.
Bahkan Li juga berkonsultasi dengan database DNA, namun saat itu usahanya tak membuahkan hasil.
(Tribunnews.com/Ika Nur Cahyani)